Author Archives: lisasaan

Ini yang Namanya Jodoh

Orang bilang kalau jodoh tak akan kemana. Sepertinya saya mengalami sendiri hal itu.

Saya jadi ingat pengalaman 17 tahun silam, saat masih duduk di kelas 2 SMU. Bukan main senangnya saat dihubungi kalau saya menjadi pemenang kedua lomba karya tulis dalam rangka HUT BNI ke-52. Temanya “Andai Saya Jadi Direktur Utama BNI“. Saya masih ingat betul, acara serah terima hadiah di lapangan Wisma 46, bersalaman dengan Dirut BNI saat itu, Pak Widigdo Sukarman, dan yang membuat anak kelas 2 SMU tambah kegirangan adalah hadiah BNI Taplus dua juta rupiah!

Ya, itu kepingan indah pengalaman saya bersama BNI. Sayangnya tak berlangsung lama. Selepas kuliah, saya bekerja di sebuah bank swasta lain. Di sana saya belajar banyak tentang ilmu dan produk perbankan. Dari situ kemudian saya berpikir semua bank sama saja. Semua produk yang ditawarkan sama bukan? Hanya kemasan dan program marketingnya yang berbeda.Β 

Lucunya, saya menikah dengan suami yang keluarganya adalah nasabah setia BNI, yang membuat saya kembali ‘berhubungan’ dengan BNI. Sejak itu, saya seperti dihadapkan pada persaingan dua bank yang memiliki kenangan khusus di hati saya. Tapi kemudian, pada akhirnya waktu yang benar-benar menunjukkan yang mana jodoh saya.

Tahun 2009, setahun setelah menikah, ibu mertua jatuh sakit. Sebulan perawatan di RS membuat saya ikut terlibat urusan perbankan untuk pembiayaan RS. Saya lihat betul kecekatan para Customer Service BNI Cabang Tebet dalam membantu kami. Bahkan hingga beliau berpulang, tim BNI selalu siap membantu kami. Saya juga melihat sistem pelayanan BNI yang cepat, tepat, dan sistematis.

Di saat yang hampir bersamaan, saya dan suami perlu mencairkan deposito di bank swasta lain. Setelah menunggu tanggal jatuh tempo yang tertera di bilyet, suami lantas mendatangi kantor cabang tempat kami buka rekening. Tapi betapa kecewanya kami, menurut pihak bank, deposito kami tak lagi jatuh tempo sesuai yang tercetak di bilyet. Alasannya karena begitu tanggal jatuh di hari libur seperti hari sabtu, minggu atau hari libur nasional, maka penghitungan bunga maju ke hari kerja berikutnya. Sehingga saat itu deposito kami dinilai belum jatuh tempo, masih beberapa hari ke depan. Apa mau dikata. Meski sangat kecewa karena sistem yang kami pikir merugikan nasabah, saat itu kami sangat memerlukan dananya dan terpaksa harus mencairkan dana tanpa mendapatkan bunga berjalan.

Saya lantas membandingkan dengan produk BNI Deposito milik ibu mertua yang beliau buka dari tahun 1990an. Selama di bilyet tercetak tanggal jatuh tempo tanggal 1 berarti sampai kapanpun tanggal itu tak bergeser. Bunga tetap diterima meski tanggal 1 jatuh di hari libur.

Enggan mengalami hal-hal mengecewakan lainnya, saya langsung memutuskan tak mau ‘mendua’ lagi. Memang BNI yang terpercaya.

Sekarang, sebagai seorang ibu rumah tangga, saya membantu suami mengelola pembiayaan rumah tangga dengan rekening BNI Taplus. Tiap bulan, saya mengandalkan Internet Banking dan SMS Banking BNI untuk transaksi transfer, pembayaran tagihan rutin rumah tangga, dan juga pembelian token listrik atau pulsa. Sangat efektif dan efisien. Kami juga mempercayakan simpanan dan tabungan pendidikan anak kami di BNI Deposito dan BNI Tapenas. Kelak, jika anak kami, yang kini baru berusia 2 bulan, sudah cukup besar, kami pasti akan mengajarkannya menabung melaui BNI Taplus Anak

Akhirnya, seperti akhir bahagia dari cerita film-film romantis, saya sudah menemukan jodoh yang tepat. Tentunya tak ada alasan lagi buat saya untuk berpaling.

Dalam kesempatan ini, saya mau mengucapkan terima kasih untuk BNI.
Dirgahayu ke 69, bank kami tercinta.
Semoga senantiasa menyertai nasabah dengan pelayanan yang terbaik.

Jangan lupa follow akun twitter BNI @BNI46 dan like Facebook Fanpage BNIya.

Dan ikuti juga lomba blognya segera, mumpung masih ada waktu. Jadi, apa kalian berjodoh dengan BNI juga?

image

I’m Back….

Astaga…
Setelah dilihat-lihat lagi, sudah setahun lebih blog ini tidak disatroni. Bukan kenapa-kenapa sih…saya dapet anugerah.

Yup betul!
Tuhan percayakan seorang bayi dalam pernikahan kami πŸ™‚
Dan setahun belakangan ini adalah masa-masa yang spesial banget bagi kami.

Kapan-kapan pasti saya tulis di blog ini. PASTI. Terlalu berharga untuk sekedar diiingat πŸ™‚

And the last but not the least, it’s glad that i’m back. I can’t wait to share many stories about our new experience….parenting! Yeaayyy!

Yuk, Bikin Sendiri Apple Crumble Pie

Lagi liat-liat instagram, ada yg posting foto apple pie. Ugh…keliatannya enak banged. Mendadak jealous dan langsung kepingin bikin.

image

Apple Crumble Pie
Pie:
1 cup terigu
1/2 sdt garam
1/2 sdt gula pasir
1/2 cup butter
3 sdm air es

Isian:
3 bh apel, kupas, iris (saya pakai apel fuji)
1/3 cup gula pasir
1 sdm terigu
1 sdt kayu manis bubuk
2 sdm butter, lelehkan

Crumble:
1/2 cup terigu
1/4 cup gula pasir
1 sdt kayu manis bubuk
1/4 sdt garam
3 sdm butter

Cara membuat:
1. Kulit pie: campur semua bahan jadi satu. Ratakan dg bantuan garpu. Bulatkan, bungkus dg plastik lalu simpan dalam lemari es min. 1 jam.
2.Β  Giling adonan pie dg ketebalan 3-4 mm. Letakkan dalam loyang tahan panas diameter 22cm atau persegi 20x20cm. Rapikan tepinya.
3. Aduk rata bahan isian. Taburkan sebagian di atas pie. Susun potongan apel. Tutup dg sisa bahan.
4. Crumble: blender semua bahan hingga berbutir. Taburkan di atas pie hingga tertutup.
5. Panggang 70 menit dalam oven 180Β°C.
6. Dinginkan sebentar lalu sajikan.

image

Catatan:
– Gak punya takaran cup? Untuk konversi cup ke gram, silakan buka link berikut http://allrecipes.com/howto/cup-to-gram-conversions/
– Rendam apel dalam air yang dicampur perasan lemon supaya tidak berubah jadi coklat (oksidasi)
– Oven harus dipanaskan dulu yaa sebelum pie masuk.
– Sebaiknya, tutup bagian atas pie dg alumunium foil pada 30 menit pertama supaya tidak terlalu kering dan hangus.
– Kalau tidak suka crumble, buat adonan pie 1/2 resep lagi sebagai penutup pie. Kalau demikian, panggang dulu kulit pie kosong selama 15 menit lalu lanjutkan dg pengisian dan pemanggangan lagi.
– Selain apel, buah-buah lain juga bisa kok…seperti strawberry, blueberry, cherry, nanas, pisang. Pokoknya sesuai selera yaa

Happy baking, everyone!

Air Putihmu Sudah Pasti “Putih”?

Gara-gara baca tweet temen yang Ibunya masuk RS karena radang ginjal dan usus akibat hobi minum teh kemasan, saya meneguhkan hati untuk cinta sepenuhnya dengan air putih :*

Bicara soal air putih, saya sudah mencoba aneka macam air putih. Lho emang ada berapa macam?

Hehe…yuuk, ikutin ceritaku πŸ™‚

Di rumah pertama dulu, kebetulan sumber airnya adalah air tanah. Untuk air minum, saya rutin memasak air dalam dua buah ceret lalu didiamkan hingga dingin dan siap diminum. Murah sih kalau dibandingkan dengan biaya membeli air mineral kemasan. Tapi lama-lama boros juga di sisi gas elpijinya. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk memasak air. Daannn….lebih sebel lagi kalau pas lupa masak air hingga stok sudah sedikit sementara air yang di ceret masih panas 😦

Akhirnya saya beralih pada air mineral kemasan dengan merk tertentu. Praktis. Tinggal pencet telepon langsung diantar ke rumah. Apalagi katanya air itu asli dari pegunungan dan mengandung mineral-mineral alami. Tapiiii…suatu kali saya lihat truk pengangkut galon-galon air mineral itu di jalan tol. Truk itu terbuka tanpa penutup sehingga air galonan itu terpanggang sinar matahari entah sudah berapa lama dan berapa jauh, tak ada yang tahu. Bukankah air minum tidak boleh terpapar sinar matahari?

Sejak kejadian itu, saya memutuskan untuk kembali memberdayakan ceret-ceret itu lagi. Namun masalahnya kali ini, saya keburu pindah rumah di mana sumber airnya adalah air PAM yang dikelola oleh perumahan. Sudah menjadi rahasia umum jika air PAM pasti menggunakan kaporit sebagai penjernih air dan pembunuh kuman. Sebagai oxidizer, kaporit alias calcium hypochlorite ini tentunya tak baik jika terminum dalam jangka waktu terus-menerus. Pernah tak nyaman sehabis berenang di kolam renang? Rambut kusut, kulit busik dan kering dan air berbau ‘pahit’? Ya itu kaporit dalam jumlah cukup banyak di dalam kolam renang. Serem kan?

Kembali lagi ke air minum. Saya masih ragu dengan air minum saya, meski saya sendiri yang memasak air PAM itu sampai mendidih. Beberapa kuman mungkin mati dengan suhu 100Β°C tapi bagaimana dengan kandungan lainnya? Kaporit, besi, atau kuman lain yang masih tahan dengan suhu 100Β°C?

Selagi kepala pusing tujuh keliling, saya lihat iklan Pure It yang sebetulnya sudah puluhan kali lalu lalang di televisi. Saya tergugah juga akhirnya.

Dan ternyata benar praktis dan hemat.

Dengan Pure It, air minum yang dihasilkan sudah pasti jernih, tanpa bau, tanpa kuman ataupun kandungan zat berbahaya lainnya. Padahal tanpa gas ataupun tanpa listrik lho! Itu karena air minum yang dihasilkan Pure It sudah melewati 4 tahap penyaringan yang dirancang khusus untuk membunuh kuman, menyaring kotoran ataupun zat-zat berbahaya lainnya.

Pure It juga praktis dan hemat. Tinggal masukkan air dari sumber air yang kita punya, entah itu air tanah atau air PAM dan langsung keluar menjadi air siap minum yang sehat.

Ingat….air yang dihasilkan oleh Pure It mencirikan air putih yang baik, yaitu jernih tak berwarna, aromanya alami air yang tak berbau, dan tak berbuih atau berbusa.

Mengenai biaya pembelian alat Pure It di awal dan maintenance-nya, percaya deh… sangat terjangkau dibandingkan dengan biaya pengeluaran gas atau air mineral kemasan. Apalagi dibandingkan dengan biaya pengobatan rumah sakit. Jauuhh….

Saya sendiri sudah membuktikan kalau air putih yang baik bukan sekedar air putih biasa. Bukan juga sekedar air putih yang jernih, tak berbau, tak berbuih, dan pastinya bebas dari kuman dan zat berbahaya bagi tubuh. Tapi, selain syarat mutlak air layak minum di atas, saya juga perlu tahu: (1) sumber air yang digunakan, (2) cara pengolahannya, (3) dan cara penyimpanannya.

Dengan Pure It, kita bisa memastikan air minum yang kita sediakan sudah pasti air minum yang layak dikonsumsi keluarga. Layak dan sehat!

Jadi, yuukk….cek sekali lagi air minum di keluargamu!
Saya sudah mendapatkan air putih yang benar-benar “putih” buat keluarga saya. Bagaimana dengan Anda? πŸ™‚

Dari Panci Turun ke Hati

Posting tentang Kastengel Tanpa Oven sudah cukup lama. Tapi, hingga kini, saya masih menerima aneka comment dari para pembaca. Ada yang sekedar bertanya, ada juga yang sudah ikut merasakan semangat ‘baking’nya πŸ™‚

Ya, sampai saat ini memang panci kesayangan saya itu masih jadi senjata andalan saya untuk kegiatan ‘baking’. Awalnya cukup merinding lihat angka harga oven…eeh sekarang terlanjur cinta sama si panci.

Panci ini sudah menemani saya dalam eksplorasi aneka resep yang menggunakan oven. Dari panci yang sama, saya sudah bisa merasakan bagaimana rasanya berhasil bikin aneka kue kering (kaastengel, nastar, choco chips, sagu keju, biskuit), aneka roti, cupcakes, hingga cake dan bolu.

Memang karena terbatasnya ukuran panci, kegiatan memanggang pun terbatas pada ukuran loyang. Diameter panci saya 30cm, jadi loyang untuk memanggang yang bisa dipakai harus lebih kecil dari itu, atau dua loyang kotak kecil sekaligus (seperti loyang brownies). But for me, it’s not a big problem!

Tinggal berkreasi dengan ukuran loyang saja toh? Atau jika ada rejeki lebih, Anda bisa mencari panci dengan diameter lebih besar supaya bisa masuk loyang kotak standar (misal: 20cm atau 24cm). Itu hanya masalah pilihan saja :))

Panci ini sudah jadi sahabat sejati saya. Dia bisa menggantikan tugas memanggang yang biasa dilakukan oven dengan api bawah.

Dan saya pikir, masih banyak kreasi-kreasi lainnya yang bisa kita lakukan. Ingat, jangan sampai keterbatasan menjadi pembatas.

Happy baking, everyone!
Be creative and innovative!

Kwetiau Siram Favoritku

image

Tiba-tiba inget..waktu SMA, dekat sekolah ada penjual kwetiau siram sapi. Penjualnya sudah cukup tua tapi masakannya nikmatnya selangit. Nah, kemarin iseng-iseng coba bikin kwetiau siram vegetarian. Jika mau pakai daging sapi, seafood, atau ayam, silakan aja πŸ™‚

KWETIAU SIRAM
Bahan:
1bks kwetiau, seduh dengan air hangat lalu tiriskan
1 siung bawang bombay, iris tipis
2 siung bawang putih, haluskan
5 bh cabai rawit merah, haluskan (atau sesuai selera)
2 batang wortel, potong bulat
1 ikat sawi, potong-potong
50gr jamur kuping, iris kasar
5bh jamur kancing, iris
2sdm saus tiram
1 sdt garam
1/2 sdt gula pasir
1/4 sdt lada putih
1/4 sdt kecap ikan
1 liter kaldu sayur (atau air biasa)
2 sdm tepung maizena larutkan dengan 4 sdm air
2 sdm minyak untuk menumis

Cara membuat:
1. Panaskan minyak, tumis bawang bombay dan bawang putih hingga harum. Tambahkan semua sayuran, aduk cepat.
2. Tuang kaldu sayur. Masukkan semua bumbu dan aduk rata. Tunggu hingga mendidih.
3. Kentalkan dengan larutan maizena. Angkat.
4. Penyajian: letakkan kwetiau di piring lalu siram dengan tumisan. Sajikan hangat.

Hasil: 4 porsi

Catatan:
* Kaldu sayur terbuat dari rebusan wortel, bawang putih, daun bawang lalu saring. Jika masakan ini menggunakan daging, gunakan kaldu sesuai rasa dagingnya…pasti mantap πŸ™‚

* Kwetiaw siram harus disantap dalam keadaan panas. Jika sudah mulai dingin, hangatkan lagi biar nikmat.

* Saya sengaja memasak sayuran dengan waktu singkat. Selain masih krius dan segar, vitaminnya pun tidak hilang.

Pertemuan Untuk Perpisahan

Ada pertemuan, ada juga perpisahan. Tapi, apa jadinya jika di awal pertemuan kita sudah bisa melihat perpisahan di depan mata?

Minggu lalu, tepatnya 7 April 2014, hujan mengguyur dengan kejamnya. Kejam, karena tak hanya deras namun juga angin yang kencang. Pintu dan jendela rumah sampai kututup karena berungkali terhempas angin. Dan satu kali terpaan angin yang terkencang berhasil merontokkan beberapa batang kering kelapa lengkap dengan kelapa-kelapanya.

Saat hujan reda, kami merapikan halaman yang berantakan dengan hantaman kelapa-kelapa itu. Betapa kagetnya saat aku menemukan seekor anak burung, basah kuyup, dan menggigil kedinginan. Tak jauh dari tempatnya berada, ada seonggok sarang yang hancur dan seekor anak burung dengan ukuran lebih kecil terbujur kaku πŸ˜₯

Aku dan suami sepakat merawatnya. Dalam hati, aku ketar-ketir juga, tubuh sekecil itu terlempar dari sarang yang berada di pohon dengan tinggi melebihi ketinggian rumah dua lantai. Apa jadinya?

image

Aku pun memberinya nama Krishna. Berharap dia tumbuh sehat, kuat dan bisa membawa kebaikan seperti tokoh Krishna kecil, si manusia biru.

Aku seperti punya seorang bayi. Tiap satu jam, Krishna “menangis” sambil mengepak-ngepakkan sayap mungilnya. Meski khawatir dengan kondisi internal tubuhnya, saya excited bangun jam 2 pagi dan jam 4 pagi untuk menyuapinya makan minum sekedar mengecek Krishna baik-baik saja.

image

Namun di hari kedua, Krishna mulai terlihat tersengal-sengal napasnya. Napsu makannya menurun. Dia tak “secerewet” kemarin. Aku mencoba mencari berbagai informasi tentang keadaan Krishna. Dan banyak pendapat yang menyampaikan jika hantaman saat ia jatuh kemungkinan menggangu sistem pernapasannya yang belum sempurna. Ya Tuhan..! πŸ˜₯

Di hari ketiga, subuh-subuh melihat Krishna terkulai lemas. Meski panik dan takut, aku mencoba bersyukur dengan keadaannya. Jauh lebih baik Krishna “terbang” bersama adiknya, yang lebih dulu kami kuburkan di halaman, daripada ia tumbuh menjadi burung dengan kondisi pernapasan yang tidak sempurna.

Krishna memang hanya dua hari penuh bersamaku. Tanpa kata-kata, dia sudah mengajari banyak hal. Tak semua dalam hidup ini bisa berjalan sesuai yang kita harapkan. Tak semua yang kita nilai sebagai hal terbaik akan benar-benar menjadi hal terbaik bagi kita. Dan satu hal lagi, bahwa perpisahan, meski menyakitkan, selalu membawa hikmah dan berkat.

Sore ini aku duduk di halaman dengan secangkir kopi dan pancake durian. Aku melirik dua buah batu mungil di bawah pohon kelapa, tempat peristirahatan terakhir Krishna dan adiknya. Aku bersyukur bisa melewati dua hari terakhir milik makhluk mungil bernama Krishna dengan penuh cinta.

Matahari Untuk Yunan

Plak!
Aku hanya bisa memekik pelan setelah menyadari perbuatanku. Kulihat Yunan sedang memegangi pipi kirinya sambil memandangiku dengan pandangan penuh nanar. Sedetik kemudian, kulihat air mata mengalir dari sudut matanya. Yunan langsung membalikkan badan, berlari meninggalkanku dan mengunci diri di kamarnya tanpa sepatah katapun.

Aku masih terpaku. Kupandangi telapak tanganku. Masih terlihat jelas semburat merah beserta desiran hangat di dalamnya.

Dengan gontai, aku berjalan menuju kamar Yunan. Pintu kamarnya tertutup rapat. Serapat itu pula hati Yunan saat ini. Aku kenal betul dengan Yunan. Lebih dari tiga puluh tahun hidup bersamanya, sifat dan perangainya sangat kukenal. Jadi aku tahu persis, ketika ia mengunci dirinya di kamar seperti sekarang ini, takkan ada yang bisa membuatnya untuk keluar selain keinginan dirinya sendiri.

Aku mengunci pintu kamarku dengan perlahan, berharap Yunan yang berada tepat di sebelah kamarku tak bisa mendengarnya. Sayup-sayup aku bisa dengar isak tangisnya. Suara isak tangis itu selalu terasa pilu di hatiku. Sebenarnya aku tak ingin mendengar atau melihat Yunan menangis lagi. Aku ingin ia bangkit dan dengan tegar mengukir lagi sejuta mimpinya yang belum sempat ia wujudkan. Aku hanya ingin ia bisa melukiskan masa depannya dengan warna-warni yang ia inginkan.

Aku menoleh ke sebuah figura kayu di meja belajarku. Figura sederhana itu sudah belasan tahun membingkai senyum indah Yunan dan aku. Figura ini satu-satunya pemuas kerinduanku akan senyum manis Yunan yang tak pernah bisa kulihat lagi belakangan ini. Tapi, figura ini juga satu-satunya pengorek luka di hatiku. Setiap kali aku memandangnya, rasa haru dan sesak bergumul menjadi satu, mengingatkanku pada satu kejadian yang merampas senyuman Yunan dari bibir mungilnya.

Saat itu, aku duduk di kelas dua SMU. Yunan masih kelas tiga SMP. Entah apa yang terjadi, guru memulangkan kami padahal hari masih pagi. Sempat beredar kabar, akan terjadi keributan di ibukota untuk melengserkan pemimpin petahana. Aku hanya mengikuti instruksi guru dan langsung pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Mama terlihat panik. Bukan karena kabar keributan yang sudah merebak, namun karena Yunan tak kunjung pulang. Menurut pihak sekolahnya, para guru sudah memulangkan murid lebih dari tiga jam yang lalu. Rentang waktu itu terlalu lama bagi Yunan untuk belum muncul juga di rumah. Dan itu membuat kami berdua sangat khawatir.

Hingga sore, kami belum juga mendapatkan kabar dari Yunan. Mama sudah menghubungi para kerabat untuk membantu mencari Yunan. Entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang terjadi pada adikku. Tapi, aku tak tega untuk menyampaikan firasat itu pada Mama.

Benar saja, kekhawatiranku terbukti. Yunan ditemukan berada di sebuah rumah sakit. Ia dihantarkan oleh seorang supir taksi yang menemukannya di jalan. Yunan pingsan dan tubuhnya penuh luka lebam. Untungnya, ia masih selamat. Tapi, sebuah kenyataan berupa godam raksasa memukul hati kami hingga berkeping-keping. Yunan telah diperkosa.

Air mataku menetes membasahi foto yang masih kupegang dan air mata itu jatuh tepat di atas bibir Yunan, menyamarkan senyumannya. Cepat-cepat kuhapus air mata itu dan senyuman Yunan kembali bisa kulihat dengan jelas di foto itu. Aku memang tak ingin kehilangan senyuman Yunan. Lebih tepatnya, aku tak ingin kehilangan lagi senyumannya. Sudah terlalu lama bibir mungil itu tak melengkungkan senyum. Bahkan sejak kepulangannya dari rumah sakit itu, bibir Yunan tertutup rapat, serapat pintu kamarnya saat ini. Ia sama sekali tak bersuara. Pandangan matanya kosong. Tak pernah sekalipun ia menoleh ke arah kami saat kami mendekatinya atau mencoba mengajaknya bicara.

Beberapa kali Yunan mencoba untuk bunuh diri. Dan beberapa kali itu juga kami berhasil menggagalkannya. Mama selalu tampil bak malaikat yang manis di depan Yunan meski Yunan selalu mengacuhkannya. Tapi, saat keluar dari kamar Yunan, Mama berubah. Mama mendadak menjadi seorang wanita lemah tanpa jiwa. Seringkali aku melihatnya melamun dan menangis tanpa suara. Aku memang tak bisa merasakan kepedihan hatinya sebagai seorang ibu namun aku tahu pasti, hatinya ikut hancur seiring dengan kehancuran mimpi-mimpi Yunan.

Meski berat, kami melalui hari demi hari selalu bertiga. Yunan tak melanjutkan sekolahnya lagi, sementara Mama melanjutkan membuka toko dan aku meneruskan sekolah. Sepulang sekolah, aku menggantikan Mama melayani para pembeli ayam panggang, satu-satunya sumber nafkah kami sepeninggal Papa. Saat aku di toko, Mama kembali ke rumah sebentar untuk mengurus Yunan. Setelah itu ia akan kembali ke toko dan giliran aku yang akan pulang ke rumah untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga. Setiap hari berlangsung seperti itu. Hingga suatu saat, semuanya berubah.

Aku mulai menyadari keletihan Mama sudah mencapai puncaknya. Mama mendadak jatuh sakit. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, penyakit yang tak bisa dijelaskan oleh dokter itupun merenggut Mama dari kami berdua. Dan saat pemakaman Mama, untuk pertama kalinya Yunan mau keluar rumah, meski dengan memakai kaca mata hitam dan topi untuk menutupi wajahnya. Untuk pertama kalinya juga, Yunan akhirnya menangis di pelukanku.

β€œKak Liana jangan tinggalkan aku, ya…” bisiknya pelan diiringi isak tangis. Aku hanya bisa mengangguk pelan dan membalas pelukannya.
Sejak saat itu, aku berjanji untuk menjaganya sepenuh hatiku. Aku tahu mengurus Yunan tidaklah semudah yang kubayangkan. Aku bukan hanya sekedar menyediakannya makan dan mengurusi pakaiannya. Namun aku juga harus membangkitkan lagi kepercayaan dirinya. Itu sangat tidak mudah.

Aku mencoba mengikuti cara Mama dalam mengurus Yunan. Tiap pagi, aku akan membuka jendela kamarnya lebar-lebar agar cahaya matahari pagi masuk dan menghangatkan kamarnya. Aku selalu tampil ceria dan penuh senyum di hadapan Yunan. Aku tak pernah lelah mengajaknya bicara meski Yunan tak pernah menjawabku. Aku tetap menceritakan banyak hal sambil tersenyum dan tertawa meski Yunan hanya menatapku dengan wajah datarnya.

Hingga satu tahun lalu…
β€œKak…”
Aku menatapnya tak percaya. Yunan akhirnya mau berbicara lagi setelah kepergian Mama. Ia tetap duduk di tempat tidurnya tapi matanya memandangiku. Tidak lagi dengan pandangan kosong tapi pandangan penuh harap untuk sebuah komunikasi.

Aku menghampirinya, β€œAda apa?” tanyaku sambil menyunggingkan senyum.
Matanya mengedip beberapa kali sebelum ia menjawab, β€œAku sayang Kak Liana.” Suaranya terdengar lirih namun sanggup membuat hatiku melonjak bahagia.

Kami berdua berpelukan sambil menangis haru. Setelah itu, perlahan-lahan, Yunan mau membantuku mengurus rumah. Ia terlihat masih kikuk dan kaku. Aku mencoba memakluminya. Lima belas tahun bukan waktu yang singkat untuk dilaluinya di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa selain melamun dan menangis. Meski masih takut untuk bertemu dengan orang lain dan juga enggan untuk keluar rumah, lama-lama Yunan semakin komunikatif. Aku sangat bahagia melihatnya mau menonton televisi dan kemudian menceritakannya kepadaku sepulang aku menjaga toko. Semua dilakukannya tetap dengan wajah tanpa ekspresi. Tak ada senyuman apalagi tawa. Raut wajahnya begitu dingin. Dalam hati, aku yakin dan percaya, suatu saat Yunan bisa meraih lagi semua mimpi yang dulu sempat ia hempaskan entah ke mana.

***

Sore itu, selesai menutup toko, aku memutuskan untuk pulang secepat mungkin. Hari ini aku tidak pulang seorang diri. Aku mengajak Haris, kekasihku. Haris sudah kukenal sejak beberapa tahun lalu. Ia adalah anak dari seorang langganan ayam panggangku. Dan hari ini, aku memutuskan untuk mengenalkannya pada Yunan. Aku rasa, dengan kondisi dan sikap Yunan yang mulai membaik beberapa bulan ini, ia bisa menerima kehadiran Haris.

β€œSiap?” tanyaku pada Haris. Haris mengangguk. Ia lalu menyentuh bahuku dengan lembut. Ia tahu jika aku sangat gugup. Aku sangat khawatir dengan reaksi Yunan.

Aku mengetuk pintu. Tak lama kudengar langkah kaki Yunan mendekati pintu. Begitu pintu terbuka, aku memasang senyum terbaikku untuknya. Tapi Yunan tak melihat ke arahku. Matanya menatap Haris dengan pandangan mata yang tak biasa. Tak kusangka, Yunan langsung membanting pintu di hadapan kami. Untung aku bisa menahannya. Aku mengejarnya hingga ke kamarnya. Yunan naik ke tempat tidur, ke tempat perlindungannya selama belasan tahun. Ia menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

β€œJangan menangis, Yunan. Ini kakak.” Aku mencoba menenangkannya. Yunan tak merespon. Aku melirik ke arah pintu. Di sana Haris berdiri memandangi kami berdua. Dengan bahasa isyarat, aku memintanya untuk menjauh. Aku tak ingin Yunan menyadari kehadiran Haris di dekatnya.

β€œYunan…” Aku mencoba menarik tangannya dengan lembut. Ia masih menangis sambil menunduk. Aku menyentuh dagunya lalu mengarahkannya untuk memandangku. Kulihat kedua matanya memandangiku dengan sangat memelas. Bahunya masih bergetar dengan isak tangisnya yang belum selesai.

β€œKamu tidak perlu takut. Haris itu temanku. Dia orang baik.” ucapku hati-hati.

Yunan memandangiku lama tanpa suara. Pandangan matanya seolah berbicara padaku tanpa banyak kata. Aku lantas mengerti, Yunan belum bisa menerima kehadiran Haris. Atau lebih tepatnya, ia belum bisa menerima keberadaan laki-laki di dekatnya.

Aku mengusap kepalanya dengan lembut. β€œKalau kamu belum mau bertemu dengan Haris, tidak apa-apa.” Yunan masih memandangiku tak berkedip.

β€œKakak jahat!” desisnya pelan sambil memandangiku.
Aku mengernyit tak percaya dengan perkataannya. Yunan masih memandangiku. Kali ini matanya menyiratkan kemarahan. Bibirnya bergetar seolah ia hendak mengatakan sesuatu.

β€œKenapa kamu bilang begitu?” tanyaku tak mengerti.
Dengan cepat Yunan bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapanku. Matanya dengan tajam menatap lurus kepadaku.

β€œKakak benar-benar tak punya perasaan. Untuk apa Kakak bawa laki-laki itu ke mari? Untuk mengingatkanku akan masa lalu? Untuk membuka lukaku lagi? Kakak benar-benar tak mengerti perasaanku.” ucap Yunan dengan terbata-bata dan berurai air mata.

Aku menyentuh lengannya sambil menggeleng, β€œYunan, bukan itu maksudku. Kakak tak punya maksud seperti itu.”

Kali ini Yunan menatapku dengan sinis. β€œTerus apa, Kak? Mau pamer kalau Kakak punya pacar dan akan segera menikah di hadapan adiknya yang diperkosa dan disiksa?”

Aku menggeleng tak percaya dengan apa yang kudengar. Yunan mendadak berubah menjadi sosok yang tak kukenali.

β€œSudahlah, Kak. Tak usah pura-pura lagi.” ujar Yunan sambil berlalu meninggalkanku. Aku mengikutinya keluar kamar.

β€œPura-pura apa? Aku tak pernah berpura-pura.” jawabku sambil berusaha menahan air mataku. Yunan tak menjawab. Ia lalu duduk di kursi meja makan. Sekilas mataku melirik ke arah pintu utama, memastikan Haris sudah tak ada di dalam rumah ini.

Melihat Yunan tampak diam tak beraksi, aku menyentuh bahunya pelan. β€œPengertian apa lagi yang kau minta dariku, Yunan?” Aku tak kuasa menahan air mataku. β€œAku rela tak melanjutkan kuliah untuk bisa tetap menjaga kamu. Aku juga beberapa kali menolak ajakan Haris untuk menikah karena aku lebih memikirkanmu. Aku tidak punya hidup lain selain toko keluarga kita dan kamu. Dan sekarang kamu bilang aku tidak punya perasaan?”

Yunan bangkit lalu berjalan mendekatiku. Wajahnya tak berubah, tetap datar tanpa ekspresi. β€œAku tak pernah meminta Kakak untuk berbuat semua itu.” ucapnya tepat di depan wajahku.
Tanpa bisa kukendalikan, tanganku spontan mendarat di pipi Yunan.

***

β€œMaafkan aku, Haris. Aku tidak bisa.” Aku mengucapkannya sambil menatap matanya dalam-dalam. Kurasakan kedua mataku mulai menghangat.

β€œKenapa, Liana? Karena Yunan?” tanya Haris lemah.

β€œBukan.” Aku menggeleng pelan.

β€œLantas kenapa?” Kali ini Haris mengernyitkan dahinya.

β€œAku memang belum siap. Aku belum siap.” Aku kembali menggeleng.

Aku tahu Haris tak puas dengan jawabanku. Meski begitu, ia tak pernah mendesakku untuk mengungkapkan alasan lebih jauh lagi atas penolakanku untuk yang kesekian kalinya.

Haris hanya tersenyum, β€œKamu tahu aku akan selalu menunggu kesiapanmu.” Kata-kata Haris terdengar sangat merdu di telingaku. Dalam waktu yang sama, kata-kata itu juga menusuk hatiku. Aku tak pernah tahu kapan waktu kesiapanku tiba. Aku benar-benar tak tahu.

***

Sekilas kulirik pintu kamar Yunan yang masih tertutup rapat. Biasanya, setiap pagi aku akan memasuki kamarnya, membuka jendela kamarnya lebar-lebar dan mengajaknya menyiapkan sarapan pagi. Sudah sepuluh hari ini, keadaan kami berubah. Yunan menutup mulutnya rapat-rapat, dan mungkin juga hatinya. Kurasa ia masih marah dengan pertengkaran kami tempo hari. Jadi aku memutuskan untuk meninggalkan makanan di meja sebelum aku berangkat. Tak lupa juga sebuah kue ulang tahun mungil yang kubeli semalam dan secarik kertas ajakan untuk makan siang bersama.

Ya, kue ulang tahun itu untuk Yunan. Ia genap berusia tiga puluh tahun hari ini. Aku memberanikan diri mengajaknya keluar untuk makan siang melalui secarik kertas yang kutinggalkan. Kebiasaan makan bersama untuk merayakan ulang tahun sebetulnya adalah kebiasaan keluarga kami. Namun sejak Papa berpulang, kami tak punya hati untuk melakukan hal itu lagi karena khawatir terlalu menyedihkan Mama. Dan, setelah sekian lama, aku ingin menghadirkan kebiasaan itu lagi bersama Yunan.

Aku duduk menunggu di dalam sebuah saung mungil Bebek Bengil yang telah kupesan sebelumnya. Siang ini, suasana The Bay Bali cukup ramai. Deretan saung tampak sudah penuh. Beberapa pelayan mondar-mandir melayani tamu dengan aneka menu di tangannya. Aku sengaja memilih tempat ini. Banyak yang bilang The Bay Bali tak hanya menawarkan menu yang nikmat namun juga suasana yang mempesona. Dan memang demikian adanya. Suara gemericik air di kolam mungil tak jauh dari tempat dudukku mengemas suasana menjadi siang yang sangat indah. Di tambah lagi sesekali kudengar kicauan burung di pepohonan tepat di atas saungku.

Seorang pelayan kemudian datang menghantarkan pesananku. Seporsi bebek goreng yang renyah lengkap dengan sambal matah yang menggugah selera. Satu lagi, bebek goreng renyah berselimut sambal ijo, kesukaan Yunan. Aku pun melanjutkan untuk menunggu.

Meski hatiku memang mengharapkan kedatangan Yunan, namun rasa kaget itu tetap tak bisa kututupi saat menyaksikan kehadirannya. Dari tempatku berada, kulihat Yunan melangkah pelan sambil membawa sebuah bungkusan dengan kedua tangannya. Aku menyipitkan mata untuk memastikan bahwa yang kulihat adalah benar-benar adikku. Ia diam sejenak saat tiba tepat di depanku. Aku tak bisa berkata apa-apa. Dalam diam, Yunan lalu mengeluarkan isi kardus yang ia bawa. Ternyata kue ulang tahun yang tadi kutinggalkan untuknya di atas meja.

β€œAku ingin meniup lilin ulang tahunku bersama Kakak.” ucapnya pelan sambil menatapku. Aku tersenyum haru mendengarnya. Kami saling berpelukan. Kudengar ia membisikkan kata maaf di telingaku.

Saat kami melepaskan pelukan, aku membelai pipinya pelan, mencoba menghapus rasa sakit akibat tamparanku waktu itu. Kami tak banyak berkata-kata, hanya saling memandang dan menangis haru.

β€œNanti malam juga bisa tiup lilinnya.” ujarku sambil menyiratkan pertanyaan kenapa Yunan sampai mau membawa kue ulang tahunnya ke tempat ini. Yunan tak menjawab pertanyaanku. Ia hanya menatapku dengan penuh harap.

Tatapan mata Yunan membuatku tertegun. Tatapan mata itu adalah tatapan mata yang sama di saat Yunan baru saja memberanikan diri keluar dari kamarnya dan mulai membantuku mengurus rumah. Aku ingat betul, saat itu aku menjanjikannya untuk bisa kembali mengejar mimpi-mimpinya. Namun Yunan menanggapinya dengan dingin, β€œAku sudah tidak punya mimpi dan cita-cita lagi, Kak. Semua sudah mati ditelan masa lalu. Aku hanya ingin bahagia.”

Hatiku menangis saat mendengarnya. Tapi aku tak ingin menunjukkan kesedihan itu di depan Yunan. β€œKalau kamu ingin bahagia, kenapa kamu tidak pernah tersenyum? Bukankah senyum itu awal dari kebahagiaan?” tanyaku sambil menatapnya dengan iba.

Saat itu Yunan menjawab, β€œBahagia tidak selalu berupa senyuman atau tawa. Tahu bahwa Kakak selalu ada untukku, sudah membuatku bahagia.” ucap Yunan sambil menatapku dengan tatapan yang sama kali ini.

Mengingat-ingat lagi kalimatnya itu membuatku tak pernah menyesali semua yang telah kulakukan. Kuyakini bukan hanya aku yang berkorban, pengorbanan Yunanpun tak kalah hebatnya. Dan mengetahui ia bahagia di sampingku adalah kebahagiaan tersendiri buatku. Aku bahagia melihat senyuman dalam pandangan matanya, juga dalam segala kata dan perbuatannya.

Lamunanku buyar saat Yunan menyodorkan sepotong kue ulang tahun ke hadapanku. Aku menerimanya dengan penuh senyum dan dengan sebuah janji, untuk terus menghadirkan lebih banyak lagi senyuman untuknya. Tentunya senyuman yang hangat, sehangat matahari pagi yang selalu hadir dari jendela kamar Yunan.

***

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get Discovered!

Antara Orang Kaya dengan Orang Banyak Duit

Dulu saya pikir ‘orang kaya’ ya orang yang banyak duit. Ya, meskipun kalau ditilik-tilik lagi yang banyak bukan cuma duitnya tapi juga rumah, aset, emas bla bla. Intinya kedua istilah itu sama kan?

Eh ternyata nggak juga lho!

‘Orang banyak duit’ bisa beli apa aja yang dia mau dengan uangnya itu. Bisa untuk kebahagiaan sesaat atau sekedar pamer dan eksistensi.

‘Orang kaya’ akan sangat perhitungan dengan pengeluaran yang sekiranya tidak diperlukan atau tidak akan membuat dirinya, keluarganya, dan usahanya lebih maju.

‘Orang banyak duit’ akan menunjukkan pada seisi dunia kalau memang dia kaya raya. Dan dia merasa orang lain perlu tahu akan hal itu.

‘Orang kaya’ sebisa mungkin akan tampil sederhana dan tak tampak seperti memiliki banyak uang karena ia ingin orang lain menghargainya atas prestasi dan perilakunya, bukan sekedar uangnya.

‘Orang banyak duit’ akan marah jika ada orang yang mengatakan dia miskin, tak mampu, atau tidak punya uang. Setelah itu, ia akan mati-matian membuktikan kalau perkataan itu salah dengan menunjukkan ‘kemampuan’ uangnya.

‘Orang kaya’ akan tersenyum dan berterima kasih kalau bisa dibilang miskin. Karena ia tahu, dengan demikian ia selalu diingatkan untuk tak berbuat hal yang sama (ngatain orang miskin) serta tak pantang menyerah dan terus berusaha.

‘Orang banyak duit’ akan bisa terbaca jelas perbedaan perilakunya saat memiliki uang dan saat tidak punya cukup uang. Bisa jadi karena menurutnya uang itu adalah ukuran kebahagiaannya.

‘Orang kaya’ akan menyimpan rapat-rapat masalah keuangannya. Ia tetap konsisten dengan sikap dan perilaku yang sopan dan santun saat berkelimpahan ataupun terlilit masalah.

‘Orang banyak duit’ akan mudah merasa iri dengan keberhasilan orang lain dalam memiliki materi dan jabatan tertentu. Mungkin juga karena ia merasa, harusnya dia lah yang nomer satu, alias tak terkalahkan.

‘Orang kaya’ akan memacu standar hidupnya dari keberhasilan usaha, pencapaian, dan kualitas hidup yang ia peroleh dari pengelolaan uangnya.

Intinya, ‘orang kaya’ lebih punya hati dibanding ‘orang banyak duit’.

Bingung?
Hehe…nggak perlu bingung.

Contohnya bisa kita lihat hampir tiap hari kok.
Kalau ada sebuah mobil mewah – yang harganya sama dengan harga beberapa rumah standar – lalu terlihat ada lemparan tissu atau bungkus permen ke jalan raya oleh si penumpang… Naah,itu contoh jelas ‘orang banyak duit’!

‘Orang kaya’ akan menjaga lingkungan, tahu tempat, dan pastinya nggak lupa beli tempat sampah yang bagus untuk mobilnya πŸ™‚

Jadi berusahalah untuk jadi ‘orang kaya’ bukan sekedar ‘orang banyak duit’. Dan ingat, kaya itu bukan hanya masalah uang.

Money should be men’s bestfriend because it helps you to find the meaning of life: to be happy and to bring others happiness.

Air Sahabatku, Sahabatmu juga!

Namanya Air. Aku mengenalnya sejak kecil. Ia tak banyak bicara sehingga aku kemudian tak terlalu mengenalnya. Ia hanya berkata-kata dengan sikap dan penampilannya. Kadang sifatnya hangat, kadang sejuk, kadang ia sangat dingin. Ia bisa juga bersikap sangat tenang namun di lain kesempatan ia sangat deras dan menakutkan. Meski begitu, ia selalu berada di dekatku, walau kadang aku tak selalu menyadari keberadaannya.

Dan beberapa waktu lalu, kulihat ia mengamuk. Kuyakin kamu juga menyaksikannya. Ia menyapu seisi kota dengan segenap kekuatannya. Memang, ia sesekali pernah bersikap demikian. Namun, aku mencoba memberanikan diri bertanya padanya, mengapa sekarang ia lebih sering marah dan mengamuk?

Jawabannya sangat mengejutkanku.

Dalam keheningan, ia menjawab pertanyaanku. Dalam kesunyian, ia menjelaskan padaku mengapa semua ini bisa terjadi.

Air, yang kukenal sejak kecil itu, ia mengaku tak pernah sekalipun bermaksud untuk merusak. Ia hanya melakukan apa yang harus ia lakukan. Dalam lingkaran proses kehidupan dari Sang Khalik, ia mengalir dengan penuh semangat dari puncak-puncak pegunungan atau saat ia berhamburan dari angkasa berupa hujan yang ceria. Namun ia menemukan, lingkungan berubah! Semakin hari ia semakin kehilangan sahabatnya yang bernama Pohon. Menurutnya, Manusia mengambil sahabat-sahabatnya itu tanpa penjelasan. Para sahabatnya pun hilang begitu saja atau berganti dengan bangunan-bangunan luas dan menjulang, yang kemudian ia temukan tak mampu bekerja seperti Pohon. Air sangat kehilangan sahabatnya untuk melakukan pekerjaan keseimbangan lingkungan, meresapi tanah dan menyimpan air tanah. Dengan sedihnya, ia kemudian tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa terus mengalir dan mengalir.

Namun ceritanya belum selesai sampai di situ. Saat mengalirpun, Air mengalami kesusahan. Ia harus menerjang aneka barang yang berada di hadapannya. Entah dari mana datangnya barang-barang itu, semakin lama terus menumpuk dan semakin menghalangi. Sempat didengarnya, Manusia menyebut barang itu Sampah. Lagi-lagi, ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia terpaksa harus mencari jalan lain untuk bisa sampai pada tujuab akhirnya, ke laut. Itulah mengapa ia pun menerjang perkotaan, jalan, dan pemukiman warga. Aku tak punya jalan lain, jelasnya.

Air tak pernah marah dan juga tak pernah murka. Apa yang dilakukannya sebagai reaksi atas aksi yang kita lakukan. Kita! Ya, kita, yang ia sebut sebagai Manusia.

Lalu aku memejamkan mata. Sedih bercampur malu. Pantaskah kita bernama Manusia dengan tindakan-tindakan demikian?

Aku memandanginya. Air tersenyum padaku. Sayup-sayup kudengar lantunan syukur dan doa pada Sang Khalik. Semoga kami, Manusia yang berahklak ini, mampu berteman baik dengan Air dan para sahabatnya di jagad alam raya. Berikanlah kami sosok pemimpin yang terus-menerus menyemangati kami menjadi Manusia yang lebih manusiawi. Semua demi terciptanya lingkungan yang lebih baik.

Namanya Air. Aku mengenalnya sejak kecil. Kuyakin kau juga pasti mengenalnya. Ia memang tak banyak berkata-kata seperti kita. Tapi, ia adalah sahabatku. Ia sahabatmu juga. Dan kelak, ia akan menjadi sababat anak-cucu kita juga.

Ditulis dan digambarkan untuk Lomba Blog Blogger Peduli Lingkungan oleh WWF Indonesia dan Blog Detik.

Jangan Pakai Kacamata Kuda

Jangan pakai kacamata kuda!
Ya iya lah, siapa juga yang mau pakai kacamata kuda.
Tapi, hari ini, saya mengakui kalau selama ini saya telah memakai kacamata kuda ke mana-mana dalam hidup saya. Dan parahnya, saya baru menyadarinya sekarang. Ya, sekarang!

image

Saya menyadarinya ketika hari ini, saya mengikuti sebuah pelatihan penulis biografi yang digerakkan oleh Alberthiene Endah, penulis biografi kesohor itu. Selain Mbak AE, sapaan akrabnya, ada beberapa penulis yang berbagi kisah mereka. Semua sangat berkesan buat saya. Mereka tidak serta merta terlahir sebagai penulis sejak bayi, tapi perjalanan, perjuangan, pergolakan emosi dan perseteruan lainnya yang membawa nama mereka dikenal semua orang seperti sekarang ini.

Dan salah satu cerita yang cukup “menampar” saya adalah cerita Mbak Ollie Salsabeela. Dengan entengnya dia bilang kalau dia senang berbicara dengan orang asing, di mana pun ia temui. Alasannya karena mereka pasti punya story yang menarik.

Oke, saya setuju dengan pernyataanya itu. Tapi tunggu dulu…

Berapa banyak Ibu di dunia ini yang bilang pada anaknya, terutama anak perempuan “never talk to stranger” alias “jangan pernah ngomong sama orang yang nggak dikenal”??

Hampir semua! Termasuk Ibu saya.

Dan saya tidak bisa menyalahkan Ibu saya atau Ibu-ibu lain atas hal ini. Karena memang kenyataan memaksa para Ibu itu untuk mempunyai pemahaman demikian.

Coba, berapa banyak kasus penipuan, perampokan, penculikan, pemerkosaan bahkan sampai ke pembunuhan yang berawal dari “pembicaraan dengan orang asing”? Hampir setiap hari telinga dan mata kita dijejali dengan berita kriminalitas yang membuat bulu kuduk merinding. Mulai dari sekedar ditepuk lalu terhipnotis hingga diberi minuman dengan campuran macam-macam.

Hal-hal itu juga yang membuat saya akhirnya terpaksa menjadi orang yang egois dan jutek saat berada di tempat umum. Ditanya “jam berapa, Mbak?” jawabnya singkat dan tak berani memandang mata si penanya. Di atas bus ada yang tanya, “Mau ke mana, Mbak?”, kadang saya nggak berani menjawab. Diam sediam-diamnya. Takut. Ya, saya takut dengan segala kemungkinan yang dijejalkan ke pikiran saya sejak dulu.

Dan Mbak Ollie hari ini berhasil membuktikan kalau kacamata kuda itu sudah membatasi bahkan mungkin menutup pandangan mata saya selama ini. Tak jauh berbeda dengan seekor kuda yang sengaja dipasangi kacamata supaya pandangannya terarah lurus ke depan, supaya tidak berontak karena terganggu dengan hal-hal yang ada di sekitarnya.

Tapi saya kan bukan kuda! Jadi saya harus mencopot kacamata yang sudah terpasang tanpa saya sadari ini.

Kenyataan akan maraknya kriminalitas memang benar adanya. Namun kenyataan bahwa di sekitar kita ada banyak cerita menarik yang bisa memperkaya hidup kita itu jelas-jelas benar terbukti dan sungguh nyata.

Seperti yang terjadi sore ini. Dalam perjalanan pulang ke rumah, di bus saya duduk bersebelahan dengan seorang perempuan, membawa tas besar di tangan kanan dan ponsel kuning terang lengkap dengan earphone-nya di tangan kiri. Kesan pertama, aneh memang. Namun setengah jam kemudian, saya turun dari bus sebagai orang yang tahu jika ia merasa beruntung sebagai seorang TKW Malaysia dengan majikan yang super baik dan ia juga telah menyesali kebohongan-kebohongan yang ia lakukan pada majikan baiknya selama ini. Dan tentunya sekarang hidupnya lebih “nyaman” dan berwarna.

Coba kalau saya masih pakai kacamata kuda! Saya nggak pernah dapat cerita mengharukan seperti itu.

Alih-alih pakai kacamata kuda, saya mau ganti pakai kacamata manusia biasa. Kacamata baru saya saat ini bisa memperjelas pandangan saya terhadap apa yang ada di depan mata. Kacamata ini bisa membuat saya lebih waspada sekaligus juga mempertajam penglihatan saya.

My big thanks to Mbak Alberthiene Endah, Mbak Ollie Salsabeela, Mbak Connie, dan Mas Zulfikar. Thank you for the precious sharing πŸ™‚

Berebut Jadi Wakil Rakyat

Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif makin dekat. Itulah sebabnya kalau kita menyaksikan berita di televisi, makin banyak informasi tentang pesta demokrasi lima tahunan ini.

Sejujurnya, saya kurang begitu tertarik dengan dunia politik. Namun, ada satu hal yang menggelitik saya di pemilu yang akan digelar April 2014 nanti.

Seperti semua orang tahu, pemilu legislatif diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di berbagai media muncul banyak orang yang menawarkan diri untuk melayani rakyat sebagai angggota DPR. Istilahnya caleg alias calon legislatif.

Uniknya, mereka yang mengajukan diri menjadi caleg, datamg dari berbagai penjuru dan profesi. Tak sedikit yang berprofesi sebagai artis, ada juga artis yang sudah lama tak muncul lalu tiba-tiba “kembali” sebagai caleg. Ada juga mereka yang saat ini sudah memiliki jabatan penting di pemerintahan, masih berniat untuk mencalonkan diri. Tak hanya itu, di media juga ramai diberitakan ada caleg yang berprofesi sebagai tukang ojek, pemilik warung, mahasiswa, model majalah pria dewasa, ibu rumah tangga, dll.

Cara mereka berkampanye pun bervariasi. Terakhir saya nonton sebuah talkshow, ada caleg yang mengenakan atribut super hero dari dalam hingga luar negeri.

Sebetulnya sih sah-sah saja ya. Itu adalah bagian dari pengenalan ke publik tentang dirinya. Namun bagi saya, yang kurang paham dengan politik, yamg tak kalah penting adalah bukan siapa sosok calegnya, bukan juga bagaimana “kehebohan” penampilannya. Yang penting adalah para caleg itu harus punya dua hal: Kemampuan & Konsistesi.

Kemampuan, bukan hanya sekedar bergelar akamedis tinggi atau ber-IQ fantastis, tapi yang lebih ditekankan adalah kemampuan untuk menjadi wakil rakyat. Kemampuan untuk bisa lebih peka mengerti kebutuhan rakyat, kemampuan untuk tak pernah menyerah berjuang untuk rakyat, kemampuan untuk mau terus belajar memperbaiki negar ini, bukan sekedar memperbaiki kualitas hidup diri sendiri (baca: pendapatan).

Konsistensi, artinya selama menjabat harus bisa konsisten dengan apa yang sudah dijanjikan ke rakyat, konsisten dengan sumpah yang diucapkan dengan kitab suci di atas kepala, konsisten juga dengan segala kemampuan yang sudah disebutkan di atas.

Ngomong sih gampang ya?
Emang iya..!
Makanya jadi anggota DPR itu nggak gampang.
Bersyukurlah kita kalau ternyata banyak orang berebut jado wakil kita di pemerintahan yang katanya mau berjuang untuk kita πŸ™‚

Sebagai rakyat, kita hanya bisa selektif memilih yang terbaik dari mereka dan berdoa supaya mereka betul-betul memiliki panggilan hati untuk menjadi wakil kita. Amiiiin…. πŸ™‚

Yuk, Buat Pohon Angpao!

Gong Xi Fa Cai!
Aduuh, sebenernya ini late post banget! Tapi nggak apa-apa ya, semoga bisa diaplikasikan di tahun depan ATAU kalau mau buat sekarang bisa kok jadi hiasan di rumah πŸ™‚

Awal ceritanya, sebelum Imlek tiba, Mama saya sempet tanya: pohon angpao yang kamu buat dulu mana?

Memang dulu saya pernah buat pohon angpao dari kawat, selotip hijau dan bunga plastik kecil-kecil. Semua dibeli di toko prakarya. Entah karena saya nggak paham cara penyimpanannya atau bagaimana, si pohon angpao ini berubah jadi lengket dan meliuk-liuk tak beraturan. Wah, nggak bisa dipakai lagi!

Akhirnya saya putuskan untuk buat lagi yang lebih baik.

image

Untuk membuat pohon angpao ala saya ini, bahan yang diperlukan antara lain:
– sedikit karton, untuk pola
– kertas warna pink/soft pink/merah
– batang bambu/ranting pohon
– pulpen hitam
– lem kertas
– lem tembak/lem lilin
– angpao ukuran mini
– pot
– media tanaman
– kantong kresek hitam
– batu kerikil kecil

Pertama, siapkan pola dari karton yang cukup tebal. Jiplak di kertas berwarna pink sejumlah yang diinginkan. Saya buat dua warna untuk gradasi, jadi saya pakai kertas Spectra warna pink cyber dan soft pink.

Dari pola yang di atas, tinggal ditekuk dan dilem dengan lem kertas biasa. Coret asal bagian dalam bunga dengan pulpen tinta hitam untuk kesan benang sari dan putik bunga.

Untuk batangnya, saya gunakan batang bambu mini yang sudah kering. Bersihkan dan dicat bening supaya tidak cepat rusak. Bisa juga gunakan ranting pohon lain, yang penting kuat dan tidak mudah rapuh, misal: ranting pohon rambutan atau jambu.

Untuk wadahnya, saya pakai pot tanaman biasa. Isian pot berupa media tanaman untuk adenium (kemboja jepang). Supaya tidak berceceran, masukkan media di dalam plastik terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam pot.

Nah sekarang tinggal menempel bunga-bunga di dahan pohon dengan menggunakan lem tembak. Atur posisi bunga agar seimbang komposisinya saat dipandang dari berbagai sudut.

image

Setelah selesai, atur di dalam pot dan hias dengan angpao. Rapikan plastik kresek denga mengguntingnya sedikit lebih lebar dari diameter pot. Tekuk kelebihan plastik ke arah dalam, tutupi dengan batu-batu kerikil kecil. Selesai!

Untuk menyimpannya, lepaskan angpao, cabut ranting lalu simpan di dalam kantong plastik. Sebisa mungkin simpan dalam posisi berdiri ya.

Oh ya…
Kita juga bisa lho buat hiasan ini dengan warna bunga lain sebagai hiasan di sudut rumah, merah, kuning, atau ungu. Pasti cantik!

Maaf ya, hasil akhir pohon angpao-nya nggak sempat di foto. Sudah keburu mejeng di salah satu meja di rumah Mama dan saya keasyikan menyantap makanan Imlek hehehe πŸ™‚

Solusi Sarapan Sehat

Ini bukan jualan minuman, supplemen atau pengganti sarapan ya, hehe!

Ini hanya sharing pengalaman pribadi saya tentang sarapan.

Sebagai mana semua orang tahu, sarapan itu katanya wajib setelah badan istirahat semalam-malaman. Namun belakangan ini beredar metode diet yang mengkampanyekan anti sarapan karena justru membuat tubuh menggemuk.

Yah, apapun itu, saya pribadi bukan praktisi kesehatan. Saya kurang paham dengan detail penelitian-penelitian itu. Intinya buat saya adalah berapa kalipun saya makan, poin terpenting adalah jumlah kalori dan gizi yang masuk ke badan. Dan buat saya, sarapan termasuk sangat penting. Kalau nggak sarapan langsung deh kliyengan.

Nah, bicara soal sarapan, saya melihat banyak pergeseran kebiasaan. Akibat kesibukan, sempitnya waktu di pagi hari, belum lagi panjangnya perjalanan ke tempat kerja karena macet. Itu semua membuat sarapan berubah menjadi menyantap ‘makan seadanya’. Apa saja yang penting cepet dan kenyang. Bisa mie ayam deket kantor, ketupat sayur, nasi uduk, hingga gorengan plus kopi atau teh manis. Bener nggak, hayooo?

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan menu-menu di atas. Hanya saja, kalau dimakan tiap hari dalam waktu terus-menerus bagaimana jadinya? Nggak kasihan sama badannya? Kalori tinggi, minyak, santan, belum lagi ketidakpastian kehigienisannya.

Terus harus bagaimana?

Memang bukan perkara gampang atau sekedar bicara aja. Ini butuh usaha. Apalagi untuk para ibu yang jadi ‘nakhoda’ buat rumah tangganya. Pasti nggak gampang!

Balik lagi ke masalah sarapan, intinya setiap makanan yang masuk ke badan kita sebisa mungkin harus bergizi dan higienis, entah sarapan, makan siang, makan malam atau sekedar cemilan. Lengkap gizi artinya seimbang antara karbohidrat, protein, lemak dan vitaminnya. Higienis, sudah pasti, kebersihan dalam proses persiapan dan pembuatannya.

Kalau para ibu sanggup menyisihkan waktu untuk menyiapkan sarapan higienis dan bergizi, semua ini bisa dilakukan.

Berikut beberapa tips yang selama ini saya terapkan di keluarga:

1. Susun menu sarapan seperti menu makan lainnya, biasanya untuk mingguan.
Dengan begitu, daftar belanja sekaligus budget juga bisa diatur sekalian.
2. Siapkan sarapan di malam sebelumnya ATAU bisa juga di weekend sebelumnya lalu kemas dalam wadah kecil-kecil dan simpan di freezer.
Persiapan ini memudahkan kita saat akan menyantap. Tinggal dipanaskan ulang atau menambahkan proses yang tidak terlalu lama.

Lantas bagaimana dengan menunya?
Menu silakan disesuaikan dengan selera masing-masing. Saya contohkan menu sarapan keluarga saya.

BUBUR AYAM
Malam hari, masak beras dan air dengan perbandingan 1:5 (1 cangkir beras dan 5 cangkir air) sampai mendidih, matikan api lalu tutup panci. Esoknya bubur lansung jadi. Jangan lupa, siapkan juga pelengkap sesuai selera, boleh pilih wortel, buncis, abon, telur,bawang goreng atau kerupuk supaya esok hari kita tinggal meraciknya.

Esok hari, panaskan ulang sambil menambahkan pelengkap (misal:telur dan sayuran). Sajikan dengan kecap asin, kecap manis, dan kerupuk.

Ingat , bahan pelengkap menu silakan disesuaikan dg kesukaan dan juga budget yaa..

ROTI
Ini menu paling gampang sebetulnya. Paling sering disajikan bareng selai favorit. Tinggal stok beberapa selai di lemari es. Paginya dioles dan disantap.

Tapi kalau keluarga bosen dengan sajian roti yang manis, saya sajikan yang gurih seperti:
A. Sandwich sederhana (isian: telur orak-arik, campuran mayones dan saus tomat, plus selada)
B. Roti abon (oles roti dengan mayones lalu taburi abon)
C. Bruschetta sederhana (oles roti dengan campuran mayones, saus tomat dan oregano, pakai topping seperti sosis/daging/bombay lalu panggang) – bruschetta bisa distok banyak di lemari es

SAJIAN NASI
Banyak yang menolak sarapan nasi karena terlalu ‘berat’ dan mengeyangkan. Dulu saya juga begitu. Mulailah dengan porsi kecil kalau mau mencoba.

Nasi bisa diolah menjadi: nasi goreng, nasi uduk, atau sekedar nasi plus lauk lengkap seperti halnya makan siang atau malam.

Kalau para ibu punya waktu di kala weekend, silakan masak beberapa pilihan menu yang bisa dijadikan sarapan seperti cake, bolu, saus pasta, makaroni skotel, pizza, atau menu makanan favorit lainnya.

Masih belum bisa menyiapkan karena kesibukan dan waktu yang terbatas? Susu dan sereal bisa jadi penyelamat sarapan sehat.

Masih belum sempat juga? Sebutir telur rebus dan segelas susu dipercaya adalah menu sarapan yang baik.

Kalau ternyata masih belum sempat juga?
Boleh lah sesekali jajan untuk sarapan. Sesekali loh ya! Bukan setiap hari…

Ingat, siapa lagi yang sayang dengan badan kita (dan keluarga tercinta) kalau bukan kita sendiri.

You are what you eat…that is so yesterday!
Today is….you are what you choose to eat πŸ™‚

Negeriku Dirudung Bencana

Awal tahun biasanya diawali dengan semangat baru, resolusi baru, ataupun harapan-harapan baru. Namun kali ini sedikit berbeda.

Baru saja kalender 2014 membuka matanya, berbagai bencana mulai menghampiri negeriku. Tak tanggung-tanggung, bencana ini hampir terjadi di seluruh bagian negeri. Hampir seluruhnya.

Dari akhir tahun 2013 hingga saya menulis ini, Gunung Sinabung di Sumatera Utara masih menunjukkan kegarangannya. Lebih dari 30.000 pengungsi berada di 40 lebih titik pengungsian. Mereka tidak hanya mengungsi karena ancaman erupsi tapi juga mengalami aneka kerugian material dan non material seperti kehilangan rumah, sawah, kebun, hewan peliharaan, bahkan kehilangan anggota keluarga sendiri.

Lain lagi cerita di Ibukota. Banjir, yang katanya sudah menjadi langganan di kota ini, kali ini memang benar-benar terjadi. Hampir dua pekan, air merendam sebagian Jakarta. Lalu lintas lumpuh, kegiatan bisnis terhambat, kerusakan fasilitas umum, dsb. Banyak yang berpendapat, banjir kali ini lebih hebat dibanding banjir-banjir sebelumnya. Hal ini karena memang anomali cuaca yang cukup ekstrem, yang membuat hujan turun dengan sangat hebatnya di area sekitaran Jakarta.

Tak berhenti sampai di masalah anomali cuaca. Saudara-saudara kita di Manado mengalami banjir yang lebih parah. Sebuah cyclon panas yang terbentuk di belahan utara katulistiwa, menghasilkan badai dan banjir bandang di utara Sulawesi. Dalam hitungan menit, kota Manado beserta isinya bagaikan disapu air. Banyak korban berjatuhan, fasilitas umum rusak parah, kegiatan sehari-sehari pun mendadak berhenti total.

Hingga akhir Januari, masalahpun belum selesai. Tanggal 31 Januari 2014, dianggp sebagai puncak pasang air laut yang berpotensi menyebabkan banjir ROB di setiap daerah yang berada di dekat pantai. Jalur Pantura yang sudah kebanjiran akibat luapan air sungai pun semakin terendam. Akibatnya distribusi aneka bahan makanan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur menuju Jakarta terhambat.

Masih banyak bencana lainnya. Tanah longsor, banjir bandang, banjir karena curah hujan tinggi, dsb. Miris sekali hati ini tiap kali menyaksikan acara berita di televisi.

Namun demikian, di tengah derai air mata, kita masih bisa berdiam diri untuk melihat hal-hal yang indah di sekitar kita.

Banyak tangan-tangan yang saling bergandengan untuk membantu. Solidaritas dan kekompakan mendadak bermunculan menghancurkan sikap individualistis yang kuat melekat selama ini.

Bencana memang sangat memilukan, menguras tenaga dan air mata. Namun bencana ini membuat kita bisa “berhenti” sejenak, mohon ampun pada Yang Kuasa dan bersyukur atas semua rencanaNya. Inilah momen di mana kita bisa kembali mengevaluasi diri kita sendiri, hubungan kita dengan alam, dan hubungan kita dengan sesama selama ini.

Kami berdoa semoga badai ini segera berlalu dan menjadikan kita manusia-manusia yang lebih berakhlak dan bermartabat di kemudian hari.

Bencana bukan berarti alam memusuhi kita. Alam hanya bereaksi atas aksi yang selama ini kita lakukan. Mari bersahabat dengan alam dan alam pun akan bersahabat dengan kita.

Jumbo Burger

image

Untuk ulang tahun suami bulan lalu, saya tidak menyiapkan kue tart atau cake seperti biasanya. Bosen ya? Kepingin yang lain gitu… πŸ™‚

Akhirnya tercetus ide buat burger. Bukan burger biasa tapi jumbo burger.

Saya buat roti dengan loyang diameter 18cm, lengkap dengan taburan wijen putih di atasnya. Pokonya mirip banget deh dengan burger di restoran.

Untuk isian, saya buat beef burger selebar frying pan 18cm (haha!) sebanyak 2 buah. Pelengkapnya tak ketinggalan lettuce, tomat, mayones, saus tomat dan keju slice.

Ini dia hasilnya…

image

Karena ukurannya yang jumbo, untuk menyantapnya, kami harus memotongnya jadi empat bagian. Makan seperempat bagian aja sudah buat saya kekenyangan :))

image

Sukses dan puass :))

Positifnya Si Positif

Pernah denger tentang saran untuk terus berpikir positif?
Atau malah bosan dengan kalimat-kalimat inspiratif yang selalu membujuk untuk berpikiran positif?

Masalahnya bukan kita tak bisa berpikiran postif, kadangkala lingkungan di sekitar yang tidak mendukung. Bukan begitu?

Ada saja orang-orang yang hobby bikin senewen sehingga niat berpikir positifpun meluap begitu saja. Pernah ngalamin kan?

Saya juga kok.
Ada beberapa orang yang malah sudah dicap kurang baik di dalam pikiran saya. Jadi apapun yang mereka lakukan, entah baik ataupun nggak, saya selalu menilainya nggak baik. Salah sih, memang! Tapi itu yang sudah terjadi di luar kesadaran saya.

Hingga suatu saat, saya membaca sebuah cerita tentang guru dan kentang. Dikisahkan, seorang guru meminta para mirid untuk membawa kentang dalam kantong plastik. Di kentang itu, mereka harus menuliskan nama-nama orang yang tidak mereka sukai. Satu nama untuk satu buah kentang. Jadi kalau ada lima orang yang tidak disukai, ya bawa 5 buah kentang.

Keesokan harinya, para murid hadir dengan membawa kentangnya masing-masing. Ada yang hanya membawa satu, ada yang tiga, bahkan ada yang membawa hingga tujuh buah kentang sekaligus. Sang guru meminta para murid membawa plastik berisi kentang itu ke manapun selama di sekolah, bahkan ke toilet sekalipun.

Hari-hari pertama, para murid tak bermasalah dengan tugas itu. Namun, setelah beberapa hari, mereka mulai mengeluh, terutama mereka yang membawa kentang lebih banyak. Tentunya lebih berat kan? Apalagi semakin lama kentang semakin membusuk dan mengeluarkan aroma tak sedap. Tapi mereka tak berani komplain kepada guru.

Akhirnya tugas selama satu minggupun selesai. Mereka menghela lega dan bersorak gembira. Kemudian sang guru pun menjelaskan makna di balik tugas tersebut.

Ternyata menyimpan kekesalan, kebencian, dendam, atau apapun itu namanya, sudah pasti merugikan diri sendiri. Memangnya nama-nama orang yang ditulis di atas kentang yang merasakan beratnya membawa kentang kemana-mana? Apa mereka juga yang mencium aroma kentang busuk? Nggak kan? Kita sendiri!!

Sama saja!
Pikiran buruk, kebencian, rasa dendam dan pikiran negatif lainnya itu hanya membebani diri sendiri. Semakin banyak pikiran buruk yang kita simpan di hati dan pikiran, semakin kita menderita. Sadar atau tidak sadar, kita harus akui itu!

Lantas bagaimana?

Buang kentang-kentang itu busuk itu!!

Kita tak perlu mengorbankan pikiran dan tenaga kita yang terlalu berharga untuk hal-hal yang jelas-jelas akan merugikan diri sendiri. Jika memang oranglain melakukan hal yang buruk, ingatkanlah baik-baik. Jika mereka sadar, bersyukurlah. Jika tidak, itu urusan Yang Di atas. Urusan kita adalah tetap melakukan yang terbaik.

Jadi, mulailah membuang kentang-kentang busuk yang selama ini kita bawa. Kalau suatu saat “tergoda” untuk memiliki kentang baru, coba pejamkan mata, tarik napas dalam beberapa kali, bayangkan hal-hal yang membuat kita gembira (pacar, anak, suami, istri, bunga, pantai, makanan,dsb) lalu tersenyum. Coba ya?

Good luck! πŸ™‚

Ingin hidup Anda lebih positif? Sederhana saja, jangan biarkan hal negatif menghampiri.

Bertetangga Versi Ibukota

Saya tinggal di Jakarta Selatan, bukan di komplek perumahan tapi di pemukiman biasa. Kebetulan karena rumah saya berada di dalam gang kecil, otomatis saya punya tentangga di sekeliling saya. Depan, belakang, kiri, kanan, semua sangat berdekatan.

Berdasarkan pelajaran yang saya peroleh di bangku sekolah, hidup bertetangga itu harus rukun, saling menghormati, saling membantu, dsb. Ternyata teori tidak selalu sama dengan kenyataannya.

Tetangga depan saya misalnya. Areanya masih tanah kosong, sang pemilik tinggal di tempat lain dan baru beberapa hari lalu datang (lagi) menengok tanahnya. Dia “panik” karena bangunannya hancur, ada sampah, banyak tanaman liar, dsb. Kami sudah menyarankan agar lebih dirapikan supaya enak dipandang mata. Kenyataannya, sampai sekarang dia tak peduli juga. Tanahnya seperti hutan belantara. Tinggal kami yang terpaksa harus rutin merapikan sebagian tanaman liar yang mulai mengganggu ke arah jalan.

Lain lagi cerita tetangga samping. Mereka punya sebuah penampungan air (torrance) yang ekstra besar tapi tak punya tempat sampah. Dan sering kali (ya, benar sering sekaliii) si torrance itu luber kepenuhan air tapi tak segera dimatikan. Pernah sampai satu jam non stop. Pintunya diketok-ketok dan orangnya dihubungipun tak bisa. Alhasil air terbuang percuma. Dan karena tak punya tempat sampah, sampahnya selalu berceceran di depan rumahnya hingga waktunya bapak kebersihan tiba.

Kalau tetangga samping satunya, sedang membangun rumah. Tanpa permisi satu katapun, dibuatnya tembok super tinggi di antara rumah kami. Tingginya sih tak masalah tapi semennya yang bermasalah. Ciprat sana ciprat sini. Kami sih maklum, setiap pembangunan rumah pastilah kotor atau sedikit berantakan. Tapi kalau diawali dengan permisi, apalah artinya cipratan semen di halaman rumah saya. Tidak adanya kata permisi itulah yang membuat cipratan semen terasa lebih “menohok” di hati.

Sudah selesai?
Belum.

Tetangga belakang lebih asyik lagi. Bulan lalu, tiba-tiba Pak RT dan seorang dari perusahaan provider datang ke rumah untuk minta tanda tangan persetujuan pembangunan tower provider di halaman rumahnya! Sementara yang punya rumab entah ke mana batang hidungnya, yang pasti dia sudah setuju dengan uang sewa tower dan minta tolong Pak RT untuk minta tanda tangan persetujuan ke tetangga sekelilingnya. Cihuy banget kan?

Untungnya batal tuh tower! *elus dada*

Yaah, begitu deh cerita tetangga yang saya alami. Bukan bermaksud menjelekkan satu pihak atau mengangkat kebaikan saya sendiri. Ini justru jadi pembelajaran buat kita semua bahwa sehebat apapun dunia ini, jalinan hubungan antar sesama (sosial) tetap dibutuhkan.

Bagi saya, pengalaman ini justru mengajarkan saya untuk bersikap dan berbuat lebih baik lagi. Saya justru merasa Tuhan menunjukkan hal-hal yang tidak sepatutnya kita lakukan.

Yang penting, kita tetap bersikap baik dan melakukan yang terbaik. Setuju? πŸ™‚

Ketika Air Mencari Jalan Untuk Pulang

Beberapa hari ini, Jakarta dan sekitarnya disibukkan oleh musibah banjir. Curah hujan lokal yang tinggi ditambah lagi hujan “kiriman” dari daerah hulu sungai-sungai, membuat kota Jakarta tak sanggup menampung limpahan air hujan. Kondisi diperparah dengan sistem drainase yang buruk, kurangnya area resapan, kebiasaan buruk membuang sampah yang tak kunjung hilang, semuanya itu membuat kota Jakarta dan sekitarnya semakin menderita.

Entah saya salah atau tidak, cuaca tahun ini lebih ekstrem dibanding tahun sebelumnya. Banjir yang terjadi pun demikian. Padahal kita sudah lihat upaya Pemprov dalam menormalisasi sebagian sungai agar lebih “sehat” dan mampu menampung air lebih banyak. Bayangkan kalau belum diapa-apain? Kayak apa Jakarta?

Saya pribadi sangat prihatin melihat berita beberapa hari ini yang menanyangkan banjir dan banjir di mana-mana. Bahkan daerah yang sebelumnya tak pernah terdengar kebanjiran, kali ini kebagian banjir.

Ada yang menyalahkan Bogor.
Ada yang menagih janji Pak Gubernur.
Ada yang menyalahkan tata kota.
Ada yang menyalahkan para pembangun perumahan dan mall.
Bahkan ada yang menyalahkan hujannya.

Sepertinya saat ini bukan saatnya mencari siapa yang salah. Sekarang saatnya bergandengan tangan untuk menyelesaikan masalah.

Semoga dengan musibah ini, kita bisa banyak belajar untuk kehidupan yang lebih baik selanjutnya.

Satu hal lagi, ketika air mencari jalan pulang, ia hanya mengalir sesuai jalur yang dimilikinya. Ketika jalurnya “termakan” oleh pemukiman warga atau “terhambat” karena tumpukan sampah, jangan salahkan air kalau ia kemudian mencari jalan lain.

Filosofi Capcay

image

“Malam tahun baruan rencana mau ke mana, Win?”

Aku benciΒ  sama pertanyaan itu. Bukan karena itu adalah pertanyaan ke delapan belas yang sudah aku terima hari ini. Tapi…

β€œWina? Ditanya kok malah ngelamun?” Tepukkan Evi di lenganku cukup mengagetkan.

β€œEhm…nggak ke mana-mana kok, mau ngumpul-ngumpul aja sama temen.” Aku berusaha menjawab seadanya sambil pura-pura sibuk merapikan tas.

β€œWah, asyik dong. Oke deh, kalau begitu. Aku duluan ya, Win. Happy New Year!” Evi melambaikan tangannya sambil berlalu.

Sebetulnya sih tidak ada yang salah dengan pertanyaan Evi. Lumrah kok, di tanggal 31 Desember seperti ini satu-satunya topik yang paling hangat untuk dibicarakan adalah acara malam tahun baru. Β Masalahnya ada pada diriku sendiri. Bicara malam tahun baru sudah pasti mengingatkanku tentang Ferrian. Bicara tentang tahun baru, otak aku pasti akan langsung ingat dengan deretan resolusi yang selalu aku tulis tiap tahunnya. Bagiku, semua itu cukup menyakitkan.

Ya, di usiaku yang hampir tiga puluh dua tahun ini, aku masih jomblo alias belum memiliki pacar sejak dulu sampai sekarang. Sepuluh tahun terakhir ini, lebih tepatnya. Dan selama sepuluh tahun itu juga, hal itu menempati urutan pertama dalam resolusi tahun baruku.

Aku memandangi kalender di samping laptopku. Angka terakhir di tahun ini sengaja aku lingkari dengan spidol merah. Β Setiap kali melihat tanggal hari ini, aku selalu teringat kejadian sepuluh tahun yang lalu, tepat di malam tahun baru.

***Β 

β€œKamu mau pesan apa?” tanya Ferrian sambil menyodorkan lembaran menu kepadaku. Tanpa lihat menunya, saat itu, aku langsung memilih, β€œCapcay sama nasi satu ya, Mbak. Kalau kamu?” Β 

β€œSama. Saya juga.” kata Ferrian. Dia kemudian menyampaikan pesanan kami berdua kepada seorang waitress yang berdiri di sampingnya.

β€œKamu juga suka capcay?” tanyaku setelah waitress-nya pergi.

Ferrian sempat berpikir sebentar sebelum menjawab, β€œHmm, sebetulnya biasa aja sih. Suka tapi nggak suka-suka banget. Memang kebetulan sudah lama aja nggak makan capcay. Kamu?”

β€œAku cinta banget sama capcay.” jawab aku sambil tersenyum lebar.

Aku sempat melihat Ferrian mengangkat kedua alisnya. β€œOh ya? Cinta banget? Alasannya?”

Aku tersenyum mendengar deretan pertanyaan Ferrian. β€œSelain rasanya enak dan sehat, buatku capcay itu punya filosofi yang cukup unik.” jawabku singkat.

β€œOh ya?” Wajah Ferrian terlihat penasaran. β€œCerita dong!”

Aku mengangguk lalu melanjutkan, β€œKamu tahu nggak kalau konon capcay itu adalah makanan kaum melarat para imigran China di Amerika.” Entah kenapa, aku bersemangat untuk menceritakan tentang filosofi kebanggaanku itu kepada Ferrian. Dan aku benar-benar tak menyangka, reaksinya sangat positif. Ferrian menyimak penjelasanku dengan seksama. Matanya memandangiku tak berkedip.

β€œDulu…”, aku melanjutkan. β€œPara imigran China dipekerjakan untuk pasang rel KA di Amerika. Setelah selesai kontrak kerjanya, sebagian dari mereka ada yang tetap tinggal di sana sambil kerja menjadi dapur restoran. Mereka melihat restoran banyak membuang sisa-sisa potongan sayuran dan potongan daging ke tempat sampah. Karena merasa sayang, mereka mengambil sisa-sisa sayuran itu dan kemudian mengolahnya di rumah menjadi sebuah masakan. Itulah capcay.” Aku tersenyum melihat ekspresi wajah lucu Ferrian yang penasaran.

β€œTernyata semua suka dengan rasanya. Ya, buatku hal itu keren sekali, dari bahan-bahan yang terbuang, mereka bisa menghasilkan sebuah menu makanan yang enak.”

β€œKreatif ya?” Ferrian menanggapi. β€œSeperti kamu.”

Aku tertawa pelan mendengar tanggapannya. β€œOh ya…”, aku menambahkan. β€œSelain itu, aku juga suka dengan angka sepuluh.” jelasku sambil menunjukkan kesepuluh jariku padanya.

β€œSepuluh? Apa hubungannya?” tanya Ferrian kebingungan.

β€œIya, sepuluh. Sepuluh itu kan angka yang sempurna. Capcay itu kalau diterjemahkan artinya sepuluh macam sayuran, Fer. Cap itu sepuluh, cay itu sayuran.”

β€œOh begitu. Β Aku baru tahu loh. Terus kamu tahu apa lagi tentang capcay?” Saat itu, Ferrian malah ketagihan dengan cerita aku.

β€œMemang ada beberapa versi tentang asal-usul capcay ini. Tapi yang paling aku sukaΒ  versi yang ini. Konon, capcay dianggap sebagai masakan yang diciptakan oleh kaum imigran China yang berkelana ke mana-mana. Capcay disebut makanan yang ditentukan oleh nasib. Apapun sayuran yang didapat hari ini, dipotong semua dan dimasak jadi satu. Β Kalau hanya dua macam sayur, ya capcay-nya cuma dua sayur. Kalau sedang mujur dapat lebih banyak sayur, ya capcay-nya jadi lebih lengkap. Prinsip yang sederhana dan praktis, menerima tapi nggak pasrah dan tetap terus berusaha.”

Selesai menjelaskan, aku melihat Ferrian membulatkan bibirnya kagum. β€œWoww…!” Setelah itu, aku hanya bisa tersenyum sampil tersipu mendengar kata-kata pujian Ferrian padaku.

Ferrian memang selalu begitu. Dia selalu bisa membuatku tersenyum dan tersipu-sipu. Dan malam itu adalah pertama kalinya aku menikmati malam tahun baru bersamanya. Setelah selesai makan malam, Ferrian mengajakku ke pantai Ancol untuk menikmati atraksi kembang api. Β 

Ferrian benar-benar cowok romantis. Tepat jam 00.00 di bawah warna-warni kembang api, dia berlutut di hadapanku sambil menyodorkan sebuah gelang dengan liontin huruf-huruf mini bertuliskan β€œI LOVE YOU”.

Malam itu aku benar-benar bahagia. Ferrian adalah pacar pertamaku. Dia cowok pertama yang bisa membuatku jatuh cinta dan merasa nyaman.

Tapi semua itu tak berumur panjang…

***Β 

β€œWina!” Lamunanku buyar mendengar namaku dipanggil. Ternyata Rio, produserku, sudah berdiri di samping meja kerjaku.

β€œHey!” Aku buru-buru tersenyum agar Rio tak menyadari aku sedang melamun.

β€œBeneran kamu besok mau masuk kerja? Playlist untuk tiga hari ke depan sudah kamu selesaikan kan?” tanya Rio kemudian.

Aku mengangguk. β€œIya, Mas Rio. Playlist memang sudah selesai tapi saya mau mengerjakan proposal untuk kerjasama bareng department store awal Februari itu, Mas.”

β€œItu kan bisa dikerjakan habis libur tahun baru, Win.” ujar Rio kemudian. β€œBagaimanapun juga kamu butuh libur tau! Masa iya setahun kerja nggak pernah libur, nggak pernah ambil cuti, dan sekarang tahun baru aja mau kerja.”

β€œNggak apa-apa, Mas, daripada saya bengong di rumah.” sahutku membela diri.

β€œNggak ngumpul sama keluarga atau….?” Rio tak melanjutkan kata-katanya.

Cepat-cepat aku menggelengkan kepalaku dan pura-pura mengecek sesuatu di laptop. Melihatku bersikap demikian, RioΒ sepertinya mengerti.

β€œYa sudah kalau begitu. Terserah kamu besok mau ngantor atau nggak. Besok yang siaran pagi Ardi sama Dion, yang sore Jenny.” Aku melihatnya sekilas lalu mengangguk dan kembali ke laptop lagi. β€œIya, Mas. Terima kasih.”

β€œOke kalau begitu. Sampai tahun depan ya. Happy New Year. Wina!” Rio melambaikan tangannya lalu meninggalkan mejaku.

Β Aku menghela napas. Rio memang benar. Setahun ini sudah kuhabiskan untuk bekerja, tak peduli hari minggu ataupun hari libur. Meski terkadang, setiba di kantorpun, tak ada pekerjaan yang bisa kukukerjakan lagi karena semuanya sudah selesai. Tapi aku memang tak punya pilihan lain.Β  Aku lebih memilih bertemu dengan teman satu kantor daripada sendirian di rumah. Semakin lama aku sendirian, bayangan tentang Ferrian semakin nyata di dalam kepalaku.Β 

Β Kutengok jam di dinding. Sekarang sudah jam 17.40. Pantas saja semua orang sudah pulang untuk menjemput acara malam tahun barunya masing-masing.

Aku memejamkan mata. Sejak tadi pagi, aku masih bingung untuk menentukan pilihanku malam ini. Para sahabatku sejak masa SMA mengajakku untuk menghabiskan malam tahun baru bersama. Namun jauh di lubuk hatiku, aku merasa belum terbiasa dengan hal seperti ini. Atau mungkin belum siap?

Dan setelah aku membuka mata, aku pun memutuskan untuk segera bersiap. Kurapikan semua peralatanku dan berangkat. Tak kurang dari satu jam kemudian, akupun tiba di rumah Anggi. Tiara dan Shelly beserta suami mereka masing-masing, sudah terlebih dahulu tiba.

β€œNah, ini dia si pekerja radio sudah sampai. Dari kantor, Win?” sapa Anggi.

Β Aku mengangguk. Setelah menyalami semua, aku segera bergabung membantu mereka mempersiapkan aneka barbeque.

β€œThanks ya, Win, mau dateng.” Anggi menyentuh lenganku. β€œSudah saatnya kamu move on. Kamu masih punya kita-kita, kok.”

β€œIya, Win. Lagipula Ferrian sudah bahagia di sana. Kamu nggak boleh terus-terusan sedih. The life must go on.” Tiara menambahkan.

Aku melihat Shelly hanya tersenyum, tak mengatakan apa-apa. β€œThanks, ya!” jawabku dengan penuh senyum.

Aku merasa canggung. Ini adalah pertama kalinya aku merayakan tahun baru di luar rumah. Paling tidak dalam sepuluh tahun terakhir ini. Biasanya aku hanya diam di dalam kamarku, tanpa radio, tanpa televisi dan tanpa siapa-siapa. Hanya sendirian. Β 

Ya, sudah sepuluh tahun. Sudah sepuluh tahun lamanya, aku mengenang malam tahun baru dengan cara seperti itu. Bagi orang lain, sepuluh tahun mungkin waktu yang cukup lama. Namun tidak bagiku. Waktu sepuluh tahun ternyata belum bisa menghapus bayangan tentang Ferrian di kepalaku.

***

Setelah Ferrian mengenakan gelang itu ke tanganku, ia mencium keningku dengan lembut. Percikan kembang api masih terus menghiasi langit di atas kami berdua. Benar-benar malam yang indah. Kulihat, para pengunjung yang lainpun berebutan meniup terompet. Semua bersukacita menyambut tahun baru. Sisa malam tahun baru itu kemudian kami lewati dengan menyelesaikan menonton atraksi kembang api sambil saling bergandengan tangan. Malam itu, aku sangat bahagia, betul-betul bahagia.

Ketika jam sudah hampir jam 02.00 dini hari, Ferrian mengantarkanku pulang. Jalan raya sudah sudah tak terlalu padat karena sebagian besar orang sudah kembali ke rumah masing-masing. Sepeda motor yang dikendarai Ferrian melaju dengan kencang di tengah jalan yang sepi. Sampai kemudian kami berhenti di sebuah perempatan lampu merah.

Entah bagaimana kejadiannya, dari sebelah kanan, tiba-tiba melaju sebuah mobil dan menabrak bagian depan sepeda motor Ferrian. Β Kejadiannya berlangsung sangat cepat. Aku hanya bisa menyadari diriku sudah terbaring di atas aspal dengan rasa sakit yang luar biasa di kedua kakiku. Aku mencari-cari Ferrian. Dia tidak ada di dekatku!

Aku berteriak memanggil namanya ketika melihat ia tergeletak di trotoar. Ia sama sekali tak bergerak. Helm yang dikenakan Ferrian masih melekat di kepalanya namun genangan gelap di bawah kepalanya membuatku menjerit histeris.

β€œHey!” Shelly menyenggol lenganku. Lamunanku kembali buyar. Aku mencoba tersenyum, meski canggung,Β dan meraih jagung bakar yang disodorkannya. Untuk beberapa menit selanjutnya, kami hanya mengunyah jagung bakar tanpa suara.

β€œAku minta maaf atas kata-kataku kemarin ya, Win.” Shelly kemudian membuka suara.

Aku tertawa pelan lalu menggeleng, β€œNggak apa-apa, Shel. Kamu benar kok, aku yang egois.” Aku menoleh ke arahnya. Shelly memandangiku sambil tersenyum.

β€œMaafin aku juga, ya.” Aku membuka tanganku untuk memeluknya.

Shelly kemudian mengangguk mantap dan membalas pelukanku. β€œSama-sama.”

Sekilas aku teringat lagi pertengkaranku dengan Shelly tiga hari yang lalu. Shelly datang dengan maksud membujukku untuk kesekian kalinya agar mau datang ke acara malamΒ  tahun baru di rumah Anggi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, aku selalu menolak ajakan mereka secara halus.

β€œBukan aku nggak mau datang, Shel. Aku belum bisa, aku belum siap.” jawabku waktu itu.

β€œTerus sampai kapan kamu mau begini terus, Win?” Shelly menatap mataku tajam. β€œSampai kapan kamu mau terus-terusan memenjarakan diri kamu sendiri dengan masa lalu?”

β€œKamu nggak ngerti, Shel.” Aku hanya tertunduk lesu.

Aku melihat Shelly mendengus kesal, β€œApa sih yang ada di pikiran kamu, Win? Kamu masih nungguin Ferrian yang sudah ada akhirat?” Shelly malah balik menantang.

Aku mengangkat kepalaku dan menggeleng tak percaya akan kata-katanya barusan. Aku kemudian berdiri dan menatap Shelly dengan dingin. Β β€œKamu nggak berhak ngomong seperti itu, Shelly. Kamu lupa? Kamu sudah menikah, sudah punya anak. Sahabat-sahabat kita yang lain juga semuanya sudah menikah. Sementara aku?β€œ Aku menunjuk diriku sendiri.

Sebelum Shelly membuka mulutnya, aku kembali melanjutkan, β€œAku juga nggak mau seperti ini, Shel. Kamu nggak pernah merasakan bagaimana desperate-nya aku sama sekali nggak pernah punya pacar sementara kalian semua sudah menikah. Kamu nggak pernah ngerasain hancurnya hatiku saat pacar pertamaku ternyata umurnya hanya sebentar? Kamu juga nggak pernah ngerasain bagaimana beratnya dilemma antara kepingin punya pasangan sementara sulit lepas dari masa lalu yang sangat pahit. Kamu nggak tahu rasanya, Shel.”

Aku berhenti sejenak. Air mata sudah menggenangi pelupuk mataku. β€œDan kamu juga nggak pernah ngerasain susahnya menjalani sepuluh tahun ini menjadi aku. Sepuluh tahun! Sampai kapanpun kamu nggak akan pernah tahu! Camkan itu!” Aku mengakhiri kalimatku dengan nada tinggi dan langsung meninggalkan Shelly tanpa kata-kata.

Aku menghela napas. Kurasakan tangan Shelly kemudian merangkul pundakku. Lamunanku kemudian buyar. β€œTerus, sudah punya berapa resolusi tahun ini?” tanya Shelly. β€œDi antara kita berempat, kamu selalu punya yang paling banyak, kan?”

Aku tertawa geli lalu menggeleng. β€œKali ini, nggak ada, Shel.”

β€œHah?” Shelly menoleh ke arahku. Alisnya bertaut heran. β€œNggak ada? Sama sekali?” tanya Shelly terdengar tak percaya.

Aku tak heran dengan reaksi Shelly sekarang ini. Memang diantara kami berempat, aku lah satu-satunya orang paling heboh dengan masalah resolusi tahun baru.

β€œIya, sama sekali nggak ada.” Aku kembali menegaskan.

Shelly hanya mengangguk-angguk mencoba memahami. Melihatnya masih sedikit tak percaya, aku kemudian mencoba menjelaskan.

β€œIni karena filosofi capcay, Shel. Makanan favoritku.” selorohku sambil tertawa pelan.

β€œIya?” Shelly menunggu kelanjutanku.

Aku menarik napas panjang. β€œBegini. Konon, capcay itu adalah makanan para imigran China yang suka berkelana ke berbagai negara. Prinsipnya, jika setelah seharian bekerja, mereka hanya dapat dua macam sayur, maka capcay yang dimasak hanya terdiri dari dua sayur saja. Dan setiap hari mereka akan terus bekerja keras untuk makan. Kalau kebetulan sedang banyak rejeki, capcay-nya bisa lengkap sepuluh macam sayuran.”

Β Kulihat Shelly memperhatikanku dengan seksama. Aku kemudian melanjutkan. β€œFilosofi itu yang dulu aku ceritakan ke Ferrian sebelum kecelakaan. Saat itu aku bilang padanya kalau prinsip itu yang aku pegang dalam menjalani hidup. Tapi ternyata….” Aku menggeleng.

β€œSepuluh tahun belakangan ini aku malah lupa.” Aku menatap Shelly dengan tersenyum. β€œAku lupa bahwa aku harus bersyukur ketika hanya menerima satu atau dua macam sayuran saja dalam hidupku. Yang aku kejar selama ini hanya bagaimana caranya mendapat sepuluh sayuran dengan lengkap. Hingga, akhirnya aku nggak sadar, mungkin aku sebetulnya sudah dapat lima atau tujuh. Aku hanya melihat apa yang tidak aku punya.” Aku kemudian mengakhiri kalimatku dengan senyuman lebar.

Kulihat senyum Shelly pun mengembang. Ia mengangguk-angguk setuju lalu mengencangkan rangkulannya di pundakku. β€œYa, kamu betul. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Kalau di satu sisi kita merasa ada yang kurang, pasti di sisi lain ada kelebihannya. Kadang kita nggak bisa lihat itu.”

Aku mengangguk setuju. Belum sempat, Shelly melanjutkan lagi, Tiara dan Anggi muncul.

β€œEits, kok ngerumpi berduaan aja sih?” protes Anggi.

β€œIya nih, dicariin ternyata ada di sini.” Tiara kemudian duduk di sampingku. β€œLagi ngobrolin apa nih?”

β€œIni loh, Wina lagi mau cari jodoh.” seloroh Shelly menggodaku.

Aku melotot protes kepada Shelly. Ia hanya tertawa puas melihat reaksiku.

β€œOh ya?” Sedetik kemudian, Tiara dan Anggi memberondongku dengan aneka pertanyaan. Aku kewalahan menjelaskan bahwa aku sedang tidak membicarakan itu dengan Shelly. Dan sepeti biasa, semakin aku mengelak, mereka semakin tak percaya. Aku pun menyerah. Kali ini aku hanya bisa tertawa melihat kekonyolan tingkah sahabat-sahabatku.

***Β Β Β Β 

Tak terasa, jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Di perjalanan pulang, dari dalam taksi, aku memandangi langit yang mulai menguning menjelang pagi. Mataku terasa panas oleh rasa kantuk, namun aku tak pernah merasa hatikuΒ selega ini.

Kusandarkan punggungku yang lelah ke kursi dengan penuh senyum. Aku benar-benar tak sabar untuk segera sampai di rumah. Sama halnya dengan ketidaksabaranku untuk menjalani hari-hari di tahun baru ini dengan filosofi yang kucintai. Filosofi capcay. Bukan pasrah, bukan juga ngoyo, tapi tetap berusaha dan selalu bersyukur.
“Tidak semua hal yang kita inginkan akan terjadi, tapi semua hal yang kita butuhkanlah yang Tuhan beri. – HAPPY NEW YEAR!”

Pekan Kondom 2013: Efektifkah?

image

Hari AIDS tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya para aktivis menggelar demo damai mengkampanyekan bahaya HIV/AIDS sekaligus mengedukasikan kembali tentang penyakit itu.

Namun kali ini, agak nyeleneh. Kementerian Kesehatan sendiri menggelar sebuah hajatan bernama Pekan Kondom 2013. Sesuai namanya, selama 7 hari mulai 01- 07 Desember 2013, entah berapa banyak kondom dibagikan kepada masyarakat. Usul punya usul, katanya hajatan ini katanya bertujuan untuk menyadarkan dan mensosialisakan masyarakat tentang bahaya penyakit  HIV/AIDS. Lucunya lagi, para pelajar dan mahasiswa juga menjadi target pembagian kondom ini.

image

Sejak dipromosikan, hajatan ini langsung banyak menuai protes, mulai dari sekedar status di media sosial hingga petisi via pengumpulan tanda tangan untuk menolaknya.

Menurut saya, Kementerian Kesehatan terlalu terburu-buru melakukan pekan kondom ini. Kenapa?
Karena tidak ada “persiapan” sama sekali.

Persiapan apa?

Begini….
Kita tidak bisa menyamakan diri dengan masyarakat di belahan dunia lain yang menganut budaya ‘sedikit’ berbeda dengan budaya timur kita. Kalau di negara lain, kegiatan ini mungkin sah-sah saja tapi di Indonesia?

Masalahnya bukan hanya karena kita berbudaya timur. Ingat, pemahaman seks di negara kita itu masih jauh dari kewajaran alias tidak pada tempatnya. Di satu sisi, seks dianggap tabu untuk dibicarakan. Tapi disisi lain, tak ada hukum dan aparat yang tegas untuk seks yang dibiniskan.

Anak-anak muda kita tidak punya bekal yang memadai tentang pendidikan seks yang sehat. Sama sekali tidak ada. Jadi jangan salahkan mereka saat mereka mencoba ‘mencari tahu’ dengan versinya sendiri, sehingga muncullah aksi pemerkosaan anak di bawah umur, video/foto mesum anak sekolahan, dsb. Lha nggak perna ada yang mengedukasi dengan benar?

Coba bayangkan?
Diajarkan yang benar, nggak pernah (alasannya tabu, masih kecil, bla bla)…
Mereka cari tahu sendiri lewat website porno dsb, dimarahi habis-habisan oleh orangtua atau guru….
Begitu akhirnya kebablasan (terjadi perkosaan, seks bebas, atau hamil), dihukum secara sosial….

Lha lantas maunya apa?

Kita tidak boleh lupa, zaman terus bergerak, anak-anak muda sekarang tidak bisa disamakan dengan anak-anak masa dulu yang lebih nurut dan nrimo dengan apapun yang diucapkan orangtua atau guru. Mereka semakin kritis. Akses teknologi pun semakin mudah.

Itulah sebabnya pendidikan seks yang sehat wajib mereka peroleh. Dengan begitu, generasi muda paham dengan sisi positif dan negatif seks dan tentunya kaitannya dengan agama. Dan ini harus dilakukan oleh semua pihak, mulai dari orangtua, sekolah, masyarakat, dan juga pemerintah.

Di sisi yang lain, masih banyak pemahaman keliru mengenai penyakit HIV/AIDS di masyarakat. Penderita HIV/AIDS punya cap negatif dan dikucilkan karena dianggap terkena “penyakit berdosa”. Padahal penularan penyakit ini bukan hanya dari aktivitas seks. Nah, edukasi seperti ini yang semestinya kembali digerakkan di tanggal 1 Desember ketimbang sekedar membagi-bagikan kondom ke pelajar tanpa persiapan apa-apa.

Jadi, selama Pekan Kondom 2013 ini berlangsung, saya mau titip salam untuk siapapun di balik hajatan bagi-bagi kondom ini, bahwa pola pikir masyarakat tentang seks ini sudah terbentuk dengan kaku sekian lama. Perlu tahapan edukasi yang perlahan namun progresif untuk membentuknya menjadi pola pikir yang benar.

Sadarkah Anda?
Anda bagi-bagi kondom ke pelajar, terus mereka “praktek” dan ketahuan oleh guru (atau kemudian hamil di luar nikah). Setelah itu, si anak diskors/dikeluarkan dari sekolah, diberitakan seatero negeri, dikucilkan keluarga dsb.

Itulah yang akan terjadi karena Anda memberi “alat” tanpa mengedukasi “buku panduannya”.

Semoga generasi muda Indonesia bisa berpikir lebih jernih dibanding para pemerintah.

Janji Hati

image

Ketika mendung menyelimuti hati
Aku hendak berlari dan pergi
Mencoba mengubur rasa sakit di hati
Dengan topeng muka yang berseri-berseri

Sejenak aku pun terpaku
Akan kehadiranmu di sampingku
Begitu dingin dan kaku
Mengundang seribu tanya dalam kalbuku

Hari berganti, bulan berjalan
Kusadari kan bukanlah sekedar kawan
Kau kembalikan lagi jiwa dan harapan
Kau penuhi lagi hidupku dengan senyuman

Ternyata gelora cinta ini begitu dalam
Terbukti dengan alunan satu malam
Berlarut dalam jutaan kecupan
Terus bersama di hari-hari penuh kasmaran

Namun cinta tetaplah cinta
Tetap berpegang dan terus setia
Meski berdarah dan terluka
Hingga terjatuh dalam lubang yang hampa

Kekokohan dua jiwa ini
Dalan melalui tempaan duniawi
Telah membawa sebuah mimpi
Menjelma menjadi hadiah tersuci

Dan ketika dua hati berjanji
Di hadapan tahta Sang Ilahi
Tak ada lagi keakuan diri
Hanya ada satu mimpi dan satu hati

Dalam sisa hidupku
Kuingin merangkai bahagia bersamamu
Tanpa ada satupun yang mampu
Melukai sucinya cintamu

Dan kuyakin dalam hati
Ikatan abadi ini membawa sebuah janji
Bersama sejuta mimpi dan buah cinta hati
Aku kan setia hingga raga ini mati

SPSS – HLT (18102008)

The Bubbly Pancake

Hmmm…saya sering bingung mikirin besok pagi mau buat sarapan apa. Padahal suami sih nggak pernah komplain, dia terima aja apapun yang saya sediakan untuk sarapan.

Taaapppiiii…. masalahnya saya yang bosen kalau masak menu sejenis berulang-ulang hehe! πŸ˜€
(bukan lebay ya, ini beneran….saya memang begitu dari sononya)

Naah, sudah sudah dua kali nih, saya bangun pagi tanpa planning apa-apa tentang sarapan. Tengok lemari es dan lemari dapur, ada telur, susu, keju, margarin dan cokelat leleh. Akhirnya keluarlah menu sarapan senjata andalan saya, PANCAKE!

Kenapa andalan?
Soalnya praktis, bahannya nggak susah didapat, prosesnya nggak ribet, nggak perlu mikser atau alat listrik lainnya. Tinggal aduk rata, pakai wajan datar, jadi deh πŸ™‚

image

Biasanya pancake dibuat polos lalu disajikan dengan bahan tambahan seperti madu, mapple syrup, aneka selai, dll. Kalau saya beda. Nggak puas rasanya hehe…

Setelah adonan dituang ke wajan datar, langsung saya taburi dg bahan-bahan lain seperti keju yang dipotong dadu, chocolate chips, atau kacang. Jadi pas dimakan ada sensasi tambahannya. Yummy!! πŸ˜€

THE BUBBLY PANCAKE

Bahan:
1 cup terigu protein sedang
2 sdm gula pasir
1 sdt baking powder
2 sdm susu bubuk

Kocok rata:
1 butir telur
1 cup susu cair
20 gr margarin, dilelehkan

Cara membuat:
Aduk rata semua bahan kering lalu campur dengan bahan cair sampai rata dan halus.
Panaskan wajan datar, tuang 1/2 sendok sayur adonan (kurang lebih 4 sdm), taburin bahan pelengkap. Tunggu hingga matang.

Gunakan api kecil agar nggak gosong yaa. Pancake boleh dibalik supaya kedua sisi matang.

Hasil pancake ini akan berlubang halus dan teksturnya empuk sekali.

Selamat mencoba πŸ™‚

Bukan Hanya Masalah Denda

Lagi rame nih berita tentang denda tilang bagi penerobos jalur bis trans jakarta (busway). Dan setelah beberapa lama disosialisasikan, akhirnya hari ini diberlakukan secara resmi.

Dendanya Rp. 500.000,- untuk sepeda motor dan Rp. 1.000.000,- untuk mobil.
Besar?
Hmmm… kayaknya itu relatif ya. Kalau bagi saya sih lumayan banget ya, uang segitu buat uang belanja (hihi ..dasar ibu-ibu).

Hanya saja, yang saya lihat….permasalahannya bukan hanya sekedar denda atau tidak denda, atau masalah berapa besar dendanya. Masalahnya agak kompleks.

Denda ini kan muncul sebagai salah satu wujud usaha pemprov DKI menanggulangi kemacetan yang sudah menggila di ibukota. Sebetulnya denda ini bukan barang baru lho, mengingat busway memang sejak awal dicanangkan sebagai area steril. Hanya sajaaa….karena kemacetan yang parah dan ketidastabilan sikap disiplin para pengendara, ya begitu deh jadi jalan umum.

Saya nonton berita siang ini dan bisa melihat bahwa penerapan denda ini, ternyata, tidak membuat orang-orang “takut” atau jadi disiplin. Istilahnya nggak mempan!
Masih ada yang curi-curi kesempatan untuk masuk busway hanya demi mendapatkan jalur yang lebih lancar. Syukur-syukur lolos karena kebetulan pas tidak ada petugas. Kalau dari jauh terlihat ada petugas, buru-buru deh keluar jalurnya. Kalau pas ketangkap ya, apes berarti.
Dan ironisnya lagi, semua yang diwawancara oleh wartawan memberi alasan menghindari macet dan mencari jalur yang lebih lancar (padahal itu melanggar aturan).
Bukankah itu egois ya?
Malah ada seorang dosen yang tertilang dan dengan angkuhnya bilang tidak keberatan dengan denda sejuta karen “lebih kasihan mahasiswanya yang nungguin kedatangannya karena jalanan macet sekali”.

Helllloooo….!!! *pake toa*

Bukan itu masalahnya!
Jangan bicarakan masalah macet, telat, jumlah bis trans jakarta kurang, dan lain-lain. Ini perihal kedisiplinan dan mental.

Coba deh kita sama-sama introspeksi diri. Keadaan kemacetan ini sudah terlalu lama mendarah daging di ibukota. Dan itu sebabnya butuh waktu yang tidak sedikit untuk bisa menanganinya. Ibarat penyakit, masuk angin pasti sangat berbeda penanganannya dengan kanker. Dan jadikanlah itu tugas bersama, bukan cuma Pak Jokowi dan Pak Ahok saja.

Sebagai sesama pengguna jalan, saya paham betul dengan kekesalan kita semua dengan masalah macet yang terjadi. Tapi kalau kita ingin keluar dari masalah ini, ayo dong kita ubah kebiasaan-kebiasaan yang selama ini terlanjur mendarah-daging tapi jelas-jelas salah.

Ada atau tidak ada kesempatan,
ada atau tidak ada polisi,
ada atau tidak ada denda, yuk …… mulai sekarang kita belajar patuhi aturan yang ada. Buat siapa? Bukan buat sombong-sombongan karena merasa paling taat aturan, tapi paling tidak untuk kenyamanan hati sendiri, untuk teladan pada anak/keluarga, dan pastinya untuk kepentingan umum. Kalau tertib semua, yakin deh kita juga yang akan merasa hasilnya.

Tapi lepas dari apapun itu, semua pilihan masing-masing ya. Cuma kalau boleh, saya sih saran aja, kalau melakukan sesuatu dan berdampak ke orang banyak…tolong dipikir lagi. Kalau berdampak ke diri sendiri sih sok atuh lah…terserah!! πŸ™‚

My Unseen Daddy

Every November 10th, our country celebrate the Heroes National Day. For me, it is not just remembering what they have sacrificed to the country but it specifically reminds me to my own hero.

It was my father.

Eight years ago, he passed away on November 11th, just a day after all Indonesian had a great ceremony for our heroes. That is why The Heroes National Day has a special place in my heart. Besides, November 12th is The Father’s Day. Aren’t those perfect dates for me?

My father, just like every father on earth, is called hero by the family. Sometimes he made me freak and wanted to go from the house because of his out-of-mind rules. But as long as i was growing up, i just realized that he was “building” me into a though woman.

And i now i miss him a lot.
It has been eight years for me living without a hero named Dad. It is not easy for me, yet i know it is for my Mom also.

He had a colon cancer before he died. We had struggled for years to get him cured. But as the cancer kept stronger, i found his spirit of life was going weaker. And one day…. in November 6th, 2005 evening, i came closer to him, who was just sitting weakly after his some-pieces-of-biscuits meal. He smiled to me. I was going to say goodbye to come back to my work in Jakarta (I lived separately with my parent, i visited them every weekend).

As usual, i kissed and gave him a big hug. At that time, i felt some strange feelings that i could’nt describe. I just didn’t want to leave him alone. I never looked back as i walked out the house. But that day, i did.

Then i knew what the strange feeling was, when my sister called me the next Friday. It was November 11th, just right after i finished my work. She did arrange the time for not making me surprise in the middle of my work.

I run with tears with a taxi to my home. I didn’t care about how much it would cost, i just wanted to see him as soon as possible.

When i arrived and saw that my house was full with people, i did know it was true. He was not here as the last time i left the house. I cried out loud.

Well, it was eight years ago.
Now he is peacefully live in Heaven. Although it is hard for me to live without him, i know i still have a long way to continue my life. With the rest of the family, i always pray and struggle to continue his goals, especially the unfinished ones.

Rest in peace, Dad
Thanks for being a great hero for me and the family.
We love you.

In a sweet memory of Mr. Usien Sundjaja 1940-2005.

Berawal dari Mimpi

Kata orang, mimpi itu bunga tidur. Begitu kita bangun, langsung rontok. Tapi kalau dipikir-pikir, bukankah bunga itu butuh nutrisi dan perawatan supaya tumbuh dengan baik bahkan bisa “menjelma” menjadi buah?

Kalau diterjemahkan dalam kehidupan nyata, mimpi itu harus “dipupuk” dengan komitmen dan kerja keras agar “berbuah”.

Aih…filosofi saya keren ya? :p

Nah, berkaitan dengan mimpi itu, saya jadi ingat dengan kejadian kemarin sore. Saya dihubungi oleh seorang sekretaris yang sedang bingung mencari snack box untuk acara kantornya. Hmm…sebetulnya saya menjual produk frozen food bebas MSG dan pengawet dalam kemasan berisi jumlah tertentu, bukan dalam keadaan siap saji seperti permintaannya. Sempat terlintas dalam benak saya untuk mencoba membantunya.

Oke deh…kasihan juga, pikir saya saat itu. Namun begitu saya dengar jumlah yang dibutuhkan, saya menganga sekaligus menciut. Dia butuh 230 box!!

Anda pasti berpikir, lho kenapa dengan 230 box? Wajar bukan? Pesanan cukup banyak tuh!
Iya memang… i know it…
Terus apa masalahnya?

Begini… *tariknapaspanjang*

Memang saya mempunyai sebuah toko online kecil yang selama ini melayani pesan antar area Jabodetabek, tapi saya belum punya kendaraan yang memadai dan supportive untuk pesanan dalam jumlah besar. Selama ini, saya hanya menggunakan sepeda motor untuk proses delivery pesanan. Maksudnya sih biar mudah, praktis, cepat dan efisien untuk lalu lintas Ibukota ini. Tapi ternyata masih ada kelemahannya yaitu kapasitas muat yang terbatas.

Saya kemudian tergelitik untuk mencari kendaraan apa yang kira-kira sesuai dengan kebutuhan saya. Begitu saya googling “kendaraan niaga”, yang muncul paling banyak adalah Daihatsu Gran Max.Β  Lalu, saya buka beberapa link dan referensi tentang mobil minibus satu ini.

image

Ternyata memang tidak salah. Daihatsu Gran Max ini bukan sembarang mobil biasa. Peraih The Best Minibus dalam Otomotif Award 2013 dari Tabloid Otomotif ini memiliki berbagai keunggulan, antara lain kabin yang luas untuk daya muat yang lebih banyak, mesin Sport Utility Vehiche (SUV) yang baik sehingga tangguh dan kuat meski di jalan tanjakkan sekalipun, juga suspensi kendaraan yang lembut untuk kenyamanan dan keamanan produk pesanan pelanggan. Kebayang dong kalau pesanan jempalitan karena suspensi mobil yang keras?

image

Selain itu, eksterior Daihatsu Gran MaxΒ  juga sangat cocok untuk keperluan bisnis. Dengan sliding door (pintu geser) di dua sisinya dan bukaan ke atas di pintu belakang, proses bongkar-muat barang jadi lebih mudah. Dan yang tak kalah penting, Daihatsu punya intake air yang mampu melalui genangan air setinggi 50cm. Jadi sudah pasti kegiatan bisnis tak terganggu di musim hujan seperti ini. Genangan air bisa dilalui dengan aman πŸ™‚

image

Bagaimana? Hebat kan?

Pheeww….*lagilagitariknapaspanjang*

Saya benar-benar ngiler dengan mobil super yang satu ini. Seandainya saya sudah punya Daihatsu Gran Max, saya pasti tidak akan menolak rejeki yang kemarin.

Itulah hidup. Bagi sebagian orang mungkin sangat mudah untuk memiliki sebuah mobil, tapi tidak begitu bagi saya. Namun bukan berarti tidak mungkin kan?

Jadi inilah mimpi saya. Mimpi untuk lebih banyak membantu orang lain yang selama ini belum bisa saya penuhi. Mimpi untuk membantu kebingungan-kebingungan mereka yang butuh snack box atau katering sehat dalam jumlah cukup banyak dengan harga penuh senyum a.k.a terjangkau. Dan saya akan berjuang untuk mencapainya. Doain yaa..! :))
*menghayalsambilkedipkedip*

Nah, kembali lagi ke masalah mimpi. Kalian juga pasti punya mimpi kan? Sebesar atau semustahil apapun mimpinya, jangan berkecil hati. DenganΒ  “pupuk” ajaib berupa komitmen dan kerja keras, bukan tak mungkin mimpi yang mustahil menjadi nyata.

Sambil mewujudkan mimpi-mimpi dashyatmu, yuk follow Twitter @DaihatsuInd dan like Facebook Daihatsu. Banyak informasi menarik dan berguna untuk terus menyemangatimu meraih mimpi.

Dan ingat, kalau masalah mobil, pilih Daihatsu Gran Max.
Mobil tepat, bisnis pasti melesat…. πŸ™‚

Sumber foto: http://www.mobilku.org

Buruh Demo: Untung atau Buntung?

Sudah tiga hari belakangan ini, semua media memberitakan tentang aksi demonstrasi buruh di Ibukota. Mereka kompak mogok kerja karena menuntut kenaikan upah. Kalau kita ingat-ingat lagi, tahun kemarin juga hal seperti ini terjadi. Upah kemudian disepakati naik jadi kisaran 1,5 juta menjadi 2,4 juta. Nah, tahun ini para buruh kembali menuntut kenaikan menjadi 3,7 juta.

image

Banyak yang kemudian berkomentar tentang kewajaran angka yang mereka ajukan.

Sebelum saya bahas mengenai wajar atau tidak, coba kita intip dampak demonstrasi ini bagi beberapa pihak.

Bagi pihak buruh, sebagai yang berkepentingan, tentunya mereka semangat menjalani aksi ini. Niatnya ya satu supaya tuntutannya terpenuhi. Tapi jika melihat aksi sweeping yang memaksa buruh-buruh lain (yang awalnya lebih memilih bekerja) untuk ikut mogok dengan alasan solidaritas, apa itu tepat? Bagaimana dengan keluarganya, anak istrinya? Bisa kenyang dengan demo?

Belum lagi, keramaian yang menambah parah kemacetan Jakarta. Yang rugi siapa? Buruh? Bukan, semua masyarakat kena getahnya.

Bagi saya, tak salah mereka menuntut kenaikan upah mengingat semakin tingginya biaya hidup dewasa ini. Namun yang paling penting adalah cara penyampaiannya.

Hendaknya tuntutan itu disampaikan dengan baik dan santun. Demo boleh, tapi kita juga harus mengutamakan kepentingan umum, jangan anarkis, merusak properti, atau malah menimbulkan ketakutan pada masyarakat.

Angka upah juga ada hitung-hitungannya. Bukan semata-mata ditentukan oleh pengusaha yang mengharapkan untung, atau sekedar ditentukan buruh yang mengharapkan gaji besar. Semua pihak harus sepakat dan dihitung dengan berbagai faktor penentu yang menjadi pertimbangan besarnya upah buruh.

Dan terakhir, yang paling utama adalah kesadaran buruh itu sendiri. Silakan introspeksi diri tentang kinerja, produktivitas dan juga skill selama ini. Apakah semua itu juga meningkat seiring dengan kenaikan upah yang sudah ditetapkan? Apakah juga meningkat sepadan dengan angka yang dituntut saat ini?
Jangan sampai kita menjadi manusia yang menuntut hak tanpa melakukan kewajiban dengan baik.

Hal yang sama berlaku bagi pengusaha. Meski menjalankan bisnis demi meraup keuntungan.l, janganlah kemudian lupa dengan kewajiban mensejahterakan para pekerja. Sama sama lah…

Ada hal lucu saat menonton berita tadi siang. Pimpinan demo berteriak dengan lantang, “Tidak ada kita, pabrik tutup.” Kalimat itu lalu disambut dengan tepuk tangan yang penuh semangat.

Memang benar sih yang mereka katakan. Tapi mereka lupa, mereka juga butuh tempat kerja, butuh makan, butuh biaya.

Artinya semua saling membutuhkan. Pengusaha butuh buruh, buruh butuh pengusaha. Masyarakat butuh pengusaha, dan juga sebaliknya.

Saya kebetulan hanya seorang masyarakat awam, yang tidak begitu menikmati kenaikan upah buruh. Tapi saya sudah pasti akan merasakan kenaikan harga akibat kenaikan biaya produksi karena upah buruh naik. Saya dan masyarakat lain juga sudah pasti merasakan kemacetan jalan yang semakin parah, merasakan kecemasan akan terjadinya demo anarkis saat kebetulan melalui kumpulan demo, atau merasakan kepusingan memilih jalur alternatif yang “lebih aman” supaya sekedar pulang ke rumah lebih cepat.

Mari…masing-masing kita introspeksi diri. Apakah pilihan aksi yang kita lakukan ini membawa keuntungan atau malah sebaliknya.

Sushi: Make it simple!

Sebetulnya saya pribadi kurang suka sama sushi, tapi suami cintaaa banget sama makanan yang satu ini. Maklum, suami termasuk pecinta makanan yang tingkat kematangannya medium atau cenderung rare. Sementara hidung saya over sensitif mencium aroma-aroma tertentu yang tidak lazim sebagai aroma makanan nikmat (baca: aroma mentah) hehe. Ribet yak?

Biar adil, saya ambil jalan tengahnya. Saya coba kreasikan menu makanan mirip sushi. Lho kok cuma mirip? Iya, karena bentuknya tetap sushi, isiannya kurang lebih sama kayak sushi, bedanya hanya semua bahannya matang. Tak ada yang mentah atau setengah matang.

Bahan sushi yang normal pasti nasi sushi atau nasi biasa asal pulen dan legit, lalu nori alias lembaran rumput laut, isian berupa daging plus sayuran. Dagingnya bisa berupa fillet ayam, ikan, udang atau daging sapi. Sementara sayurannya yang paling umum saya pakai adalah wortel, buncis dan paprika.

Nah, berhubung bahan daging sedang kosong di lemari es sementara lidah ini menagih sushi….akhirnya saya pakai sarden sebagai gantinya.

Ya, benar, sarden kalengan!

Saya pisahkan sarden dengan bumbunya, lalu dipotong sesuai ukuran besaran isian sushi. Urutannya sebagai berikut: nori, nasi, sarden diapit sayuran. Gulung.

Dan ternyata sushi sarden ini enaaakkk banget. Rasanya unik, gabungan antara gurihnya nori dan pedasnya potongan sarden. Kebetulan varian sarden yang saya pakai adalah sambal balado jadi pedasnya lumayan. Apalagi sushi ini disajikan bersama bumbu sardennya. Wah, tambah mantap!

Hehe…ternyata segala sesuatu bisa kok kalau ada niat. Malah kreativitas menjadikan sesuatu yang biasa jadi luar biasa.

Yuk, dicoba! πŸ™‚

image

Mari Membuat Roti…!

Roti sudah jadi salah satu menu sarapan yang paling umum. Selain praktis disiapkan, gampang juga dibawa, variasinya juga beragam jadi tak mudah bosan.

Di rumah, saya juga sering menyajikan roti untuk sarapan. Biasanya roti tawar yang diisi aneka isian. Tapi dasar saya, saya bosan aja dengan roti tawar yang begitu-begitu aja. Bongkar-bongkar tumpukan resep eh ketemu resep roti kasur dari majalah edisi th 1999 punya Almh. Ibu Mertua.

Langsung tancap gas! Yuk, mari…, πŸ™‚

Yang membuat banyak orang malas bikin roti itu adalah proses menguleninya yang lama dan butuh tenaga. Tapi saya nggak khawatir….kan ada mixer. Pakai kaki mixer yang spiral. Hasilnya sama aja koq kayak menguleni pakai tangan. Intinya adonan harus diuleni dg kecepatan tinggi sampai adonan kalis. Tandanya, serat-serat adonan terlihat saat “tertarik” oleh mixer kelihatan halus dan permukaan adonan juga terlihat licin dan mengkilap.

Setelah kalis, adonan harus didiamkan sebagai proses fermentasi yang pertama. Bisa ditutup dengan serbet lembab (basahi dg air matang lalu peras sampai lembab) atau pakai tutup biasa. Kenapa lembab? Karena ragi perlu kelembaban supaya bisa bekerja dengan sempurna.

Fermentasi pertama biasanya sekitar 60 menit. Tandanya adonan mengembang hampir dua kali lipat, seperti ini:

image

Atas:Β  adonan selesai di-mixer dan sudah kalis
Bawah: setelah fermentasi selama 60 menit

Setelah fermentasi pertama, adonan perlu dibentuk kecil-kecil sebelum masuk fermentasi kedua. Supaya bentuknya seragam, bisa ditimbang. Rata-rata roti ukuran sedang adonannya 35-40gr. Saya pakai ukuran 40gr. Setelah itu, diamkan lagi selama 30 menit sebagai fermentasi kedua. Ingat ya, tetap dalam kedaan tertutup atau lembab.

image

Nah, setelah ini masuk deh ke tahap memberikan isi, membentuk dan menyusun di dalam loyang. Sebelumnya olesi loyang dengan margarin supaya roti mudah dikeluarkan saat matang.

Kali ini roti yang saya buat adalah Butter Sweet, Choco Chip Spikes dan Strawberry Filling.

BUTTER SWEET itu kegemaran keuarga saya. Isiannya margarin plus gula pasir. Supaya rasa gurih margarin dan rasa manis gula menyebar, roti dibentuk dengan digulung.

image

Kalau CHOCO CHIP SPIKE, rotinya dibuat bulat tanpa isi, nanti toppingnya dioles susu evaporated lalu dihias choco chip sehingga berbentuk spike-spike yang lucu.

Untuk STRAWBERRY FILLING, rotinya tetap bulat dan diisi selai strawberry aja πŸ™‚

image

Setelah disusun rapi di loyang, diamkan sebagai fermentasi ketiga selama 30 menit sampai mengembang sedikit. Sambil menunggu, oven bisa dipanaskan.

Panggang roti dalam suhu 180 derajat Celcius selama 30-35 menit. Lama memanggang bervariasi tergantung ukuran dan bentuk oven, juga besar kecilnya roti.

Selesai deh!
Roti-roti cantik, harum dan nikmat siap disantap. Selain higienis, roti buatan sendiri pastinya lebih sehat juga. Bonusnya, roti bisa disantap saat hangat. Nikmaaaaat banget πŸ™‚
Kapan lagi bisa makan roti yang benar-benar fresh from the oven? πŸ™‚

image

image

Catatan:
Berdasarkan pengalaman, roti buatan sendiri ini tetap empuk dan nikmat setelah dua hari. Tapi kalau belum habis setelah dua hari, roti bisa dimasukkan ke lemari es. Panaskan ulang dengan microwave atau dikukus sesaat. Kalau suka dingin, langsung dimakan juga enak.
Roti ini tahan sampai hari kelima. Soalnya murni nggak pakai pengawet. Biasanya nggak sampai hari ketiga sudah ludes :))

Nah, setelah baca panjang lebar nih saya kasih resepnya. Buruan bikin yaa….ditunggu share fotonya πŸ˜€

Salam roti :-*

RESEP DASAR ROTI
Bahan:
325gr terigu protein tinggi
125gr terigu protein sedang
125gr gula pasir
50gr susu bubuk plain
7,5gr garam
7,5gr ragi
100gr margarin
250ml air

Kontroversi Topeng Monyet

Beberapa waktu belakangan ini, media ramai memberitakan tentang aksi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mulai intens merazia topeng monyet. Bahkan Pemprov dengan tegas mencanangkan Jakarta bebas topeng monyet di tahun 2014.

Tentu saja hal ini menuai aneka pendapat. Ada pihak yang mendukung aksi Pemprov ini, namun tak sedikit juga yang memprotes.

Sebagai orang awam, sejak kecil atraksi topeng monyet ini adalah sebuah tontonan yang menarik. Seekor monyet yang ditampilkan sangt cerdas, berlenggak-lenggok seperti manusia, naik sepeda, bahkan menari dan akrobat. Hebat? Ya! Tentu saja. Tapi itu adalah pandangan mata saya sebagai seorang penonton yang kemudian dengan sukarela melempar uang recehan. Begitu juga penonton lainnya.

image

Sama seperti saya, tak banyak orang tahu tentang cerita di balik atraksi topeng monyet yang mengagumkan itu. Jadi wajar saja, kalau sebagian orang mengatasnamakan kemanusiaan, lalu tidak setuju dengan kebijakan Pemprov yang mengambil mata pencaharian sang pawang topeng monyet. Tapi ketika tahu cerita di baliknya, masihkah kita berpikir demikian?

Sebetulnya saya sudah mendengar banyak cerita dari sana-sini tentang “kejam”nya pendidikan topeng monyet (khususnya buat si monyet). Dan setelah saya lihat sendiri sebuah liputan investigasi di televisi, saya semakin yakin.

Monyet-monyet yang lucu itu melakukan atraksi yang membuat kita bertepuk tangan bukan hanya karena kecerdasannya tapi juga keterpaksaan. Mereka dipaksa melakukannya. Saya tak perlu menulis secara detail prosesnya karena jujur, saya juga tidak sanggup membayangkannya. Kesimpulannya, sama sekali tidak beradab.

Belum lagi saat beratraksi, siapa yang tahu kalau si monyet pasti diberi makan dan minum dengan layak? Belum lagi terik panas matahari dan rantai yang mengikat lehernya. Sementara si pawang? Si pawang hanya duduk di bawah pohon, menarik-menarik rantai, memencet tombol di tape untuk memutar lagu plus meraup recehan yang dilempar penonton. Kalau begini ceritanya, siapa yang sebetulnya bekerja?

Ada yang ingat tentang berita di mana seorang pawang dibunuh oleh harimau peliharaannya? Atau juga pawang yang diserang oleh monyetnya? Reaksi orang saat itu menyalahkan si hewan. Semua bilang, “Namanya juga binatang.”

Menurut saya mungkin saja bukan. Hewan juga punya perasaan. Kalau terus-terusan diperlakukan dengan kasar dan kejam, pastilah dia tumbuh dalam suasana hati yang pendendam. Sebaliknya, jika hewan dibesarkan dengan penuh kasih sayang, bukan tidak mungkin ia akan tumbuh sebagai teman dan pelindung manusia. Jadi jangan terlalu gampang untuk langsung menyalahkan hewannya. Bukankah manusia lebih berhati nurani daripada binatang?

Saya bukan anggota group animal lover atau sok-sokan menjadi pecinta binatang. Bukan. Saya cuma mencoba menjalani semuanya sesuai kodratnya. Hewan memang hanya hewan. Tapi mereka juga mahkluk ciptaan Tuhan. Ada alasan kenapa mereka diciptakan untuk mendampingi manusia di bumi ini, bukan untuk disiksa atau dieksploitasi, tapi dirawat dan dipelihara. Tujuan juga untuk kepentingan manusia koq. Dunia yang lebih nyaman dan harmonis.

Kembali ke masalah topeng monyet, menurut saya masih banyak jenis pekerjaan lain yang bisa dilakukan untuk mencari nafkah, tanpa menyiksa mahkluk Tuhan lainnya.

Benar yang pernah dikatakan Mahatma Gandhi: Sebuah negara bisa dikatakan beradab atau tidak, dilihat dari cara mereka memperlakukan para hewan.

Dukung Jakarta Bebas Topeng Monyet 2014 dan hak-hak asasi hewan untuk bisa hidup layak di muka bumi ini.

Home-Baking Birthday Presents

Tanpa saya sadari, tiap kali keponakan merayakan ulang tahun, saya sering menghadiahi mereka hasil masakan saya sendiri. Bisa berupa cake, cupcake, roti, atau cookies.

Hal itu bukan disengaja, sebetulnya. Awalnya saya hanya kebingungan memilih kado buat mereka. Sewaktu mereka masih kecil, pakaian dan mainan jadi kad yang paling gampang. Tapi setelah mereka semakin besar, saya mulai kebingungan. Maklum. Saya bukan tipe orang yang pintar pilih kado hehe :p

Eh ternyata pikiran saya nggak keliru. Sekarang di keluarga besar, julukkan saya adalah “tante pinter masak” oleh para keponakan (padahal mereka nggak tahu kalau contekkan resep saya selemari penuh haha!)

Dan lucunya lagi, menjelang ulang tahun, masing-masing punya request untuk hadiahnya nanti. Bahkan ada yang request ulang kado yang seperti tahun kemarin. Wah, saya harus putar otak lagi dan bongkar resep…yang mana yaah yang saya buat tahun kemarin hihi.

Itulah seni lain dari kasih sayang.Capek memang. Dibandingkan mengeluarkan sejumlah uang lalu telepon cake delivery atau datang langsung ke bakery favorit, memang yang saya lakuka jauh lebih memakan tenaga dan waktu. Bedanya hanya satu: buatan saya nggak ada di bakery paling mahal sekalipun! πŸ˜€

Bukan sombong…
Maksudnya bukan hasil buatan saya pasti bagus dan enak. Kadang cake-nya miring koq atau cookiesnya gak rata. Tapi saya selalu menambahkan satu bahan yang nggak pernah tertulis di resep, yaitu cinta! :))

Puas dan bahagia rasanya bisa melihat mereka tersenyum saat melihat kado saya lalu makan dengan lahapnya. Tak bisa dilukiskan dengan kata-kata deh :’)

Nih, saya upload hasil buatan saya hari ini. Kebetulan ada dua orang keponakan yang ulang tahunnya bersamaan. Yang satu cowok 12 tahun, yang satu cewek 8 tahun.

image

image

Home-baking birthday present? Saya bangeetttt πŸ™‚

Pendidikan Iklan

Sebetulnya saya bukan tipe orang yang suka menonton tv. Selain, menurut saya acara-acara yang ditayangkan kurang representatif, terlalu banyak iklan daripada acaranya, plus saya tipe yang gampang ngantuk kalau kelamaan duduk di sofa πŸ˜€

Ngomong-ngomong soal iklan, ada satu hal yang menggelitik saya. Beberapa hari sempat kurang enak badan, saya jadinya “terpaksa” nonton tv lebih banyak dibanding biasanya. Selain saya jadi tahu aneka jenis acara yang berkualitas di stasiun tv tertentu, saya juga jadi tahu iklan-iklan yang nyeleneh.

Bagi saya yang buta masalah ilmu periklanan, iklan-iklan yang disiarkan hanya fokus pada penjualan produk semata. Kadang hal-hal seperti psikologi keluarga/anak, ajaran moral, atau pendidikan informal malah dilupakan. Entah ya saya yang perfeksionis atau bagaimana.

Ini beberapa contoh iklan yang saya ingat:

Iklan situs jual beli, ada dua jenis iklan di mana seorang istri ditampilkan sebagai sosok yang ogah rugi. Sang istri maunya jual barang milik suaminya dan uangnya harus menjadi miliknya. Di mana ajaran tentang kekompakan atau pengertian suami istri dalam mengelola keuangan rumah tangga?

Ada lagi yang lebih parah yaitu iklan oli sepeda motor. Di dalam iklan si wanita sangat “buas” dengan pacarnya sehingga dari awal hingga akhir iklan dia hanya memarahi pacarnya. Apa yang mau disampaikan?

Ada lagi iklan (saya lupa produknya) yang dengan bangga menampilkan kesengitan antar tetangga. Seolah-olah itu adalah hal yang wajar dan biasa.

Karena saya concern pada bidang makanan, iklan makanan juga saya perhatikan. Dan saya hanya geleng-geleng kepala melihat bagaimana seorang ibu dengan bangganya memberikan anaknya hasil masakannya yang murni pakai MSG setiap hari. Setiap hari! Bahkan untuk makanan sederhana seperti telur mata sapi pun pakai MSG supaya mantap katanya.
Padahal semua orang tahu ya bahaya MSG apalagi untuk anak-anak…

Ada juga beberapa iklan yang kadang membuat saya (atau juga Anda, mungkin) mengernyit heran karena tidak mengerti, atau kadang berlebihan. Kata ponakan saya sih lebay.

Yaa…saran saya sih, kalau bisa… Iklan itu tidak hanya sekedar ajang promosi sebuah produk, namun juga membawa sebuah misi yang ingin disampaikan. Sebuah pendidikan terselubung yang bisa menularkan hal baik kepada para penontonnya. Bukankah jaman sekarang gampang sekali orang-orang terpengaruh dengan iklan??

Isilah iklan dengan ajaran-ajaran adat ketimuran kita seperti ibadah keluarga, rasa hormat dan menghargai antar suami istri, kerukunan tetangga, kekompakkan adik kakak, kepedulian tentang orang yang lebih membutuhkan, kesopanan terhadap orangtua, dan masih banyak lagi hal-hal yang baik lainnya di dunia ini.

Kalau bisa titip pesan sama pihak-pihak yang berwenang membuat iklan, mengedit dan menampilkan iklan, coba deh mulai sekarang jangan hanya memikirkan iklan yang ajaib dan canggih saja tapi juga memiliki pesan mulia. Saya rasa masyarakat lebih bisa menghargai yang demikian πŸ™‚

Makan Siang Terindah

Hari Minggu, 30 Juni kemarin bisa jadi adalah hari terindah buat saya.

Kami diajak sebuah grup charity @ayoberbagikasih di twitter untuk berbagi bersama saudara-saudara di Panti Bina Daksa Budi Bhakti, Cengkareng.

Waw…semangat sekali lah! Kapan lagi bisa berbagi? πŸ™‚

Apalagi acara kali ini cukup spesial. Selain ada dokter yang membantu mereka untuk memeriksa kesehatan, kami juga akan makan siang bersama mereka. Saya mencoba membawa sedikit kue untuk melengkapi makan siang bersama itu.

Tiba di lokasi jam 10.35 pagi, saya dikejutkan oleh para penghuni panti yang sudah rapi duduk di aula menunggu kami. Mereka antusias sekali πŸ™‚ Memang tidak semua penghuni panti bisa berkumpul di aula. Ada beberapa yang karena keterbatasannya, tidak bisa keluar dari kamarnya. Mereka juga tetap kebagian berkat lho!

image

Sambil menunggu sesi pemeriksaan kesehatan oleh Bu Dokter @doctaruby, saya sekilas memperhatikan mereka. Beberapa duduk di kursi roda, ada juga yang memakai tongkat satu atau juga dua sekaligus. Ada yang tak memiliki kedua tangan, sehingga harus makan langsung menggunakan mulut πŸ˜₯Β  Ada juga yang yang sama sekali tidak memiliki kaki sehingga ia berjalan dengan kedua tangan kekarnya :”(

image

Ya Tuhan, apa lagi yang harus saya keluhkan… Saya bersyukur anggota tubuh saya Kau berikan lengkap dan sehat :’)

Saya juga sempat bertanya pada seorang anak gadis yang saya perhatikan tubuhnya.nyaris sempurna. Ternyata saya salah! Dia adalah korban kecelakaan terjatuh dari peron kereta, terseret beberapa meyer jauhnya. Area pinggang ke bawah tak berfungsi lagi. Dia harus BAB melalui anus buatan dan BAK di diapers senantiasa πŸ˜₯

Mirisnya lagi, saat saya tanya orangtuanya, ternyata mereka tak jauh. Ada di Kerawang dan sejak ia kecelakaan, entah apa alasannya, mereka tak pernah sekalipun menjenguknya hingga gadis cantik ini pun berdiam di panti.

Dan sesi makan siang pun dimulai. Pembagian nasi kotak menjadi acara yang paling seru. Mereka begitu antusias sampai-sampai saya tidak bisa menikmati makan ini dengan perlahan karena mata saya sibuk melihat mereka yang makan dengan lahap πŸ™‚

Apalagi saat pembagian kue cokelat.. Haha! Semua rebutan. Ada yang minta tambah, ada yang minta dibawa ke kamarnya. Saya sama sekali tidak keberatan. Toh memang ini untuk mereka semua kan?

image

Kami akhiri pertemuan ini dengan berfoto bersama. Meski hanya beberapa jam dan tidak mengenal mereka sama sekali sebelumnya, mereka sudah mengajarkan saya bahwa tidak ada yang harus dikeluhkan dalam hidup ini. Yang harus disyukuri? Banyak… Sangat banyak…!

image

Terima kasih ya, teman-teman. Ini adalah makan siang terindah dalam hidup saya :))

Memelihara Burung-burung Liar

Meski sama sekali tidak memelihara burung dalam sangkar, aku sangat bersyukur tetap bisa mendengar kicauan merdu mereka tiap hari.

Mereka adalah burung-burung gereja dan aneka burung kecil lainnya yang sering hinggap di dahan pohon. Ada yang kuning, oranye, hijau, dll. Begitu kecil dan lincahnya saya tidak pernah bisa memotretnya.

Meski begitu keberadaan mereka sangat meramaikan rumahku. Apalagi, sekarang saya sengaja menyediakan makanan buat mereka. Bukan makanan burung pada umumnya, tapi nasi dan beras.

Benar saja. Mereka berdatangan. Hampir sekitar dua puluhan ekor burung tiap kali datang. Mereka lahap sekali memakan nasi. Sebuah pemandangan yang sangat luar biasa πŸ™‚

image

image

Selain burung gereja, ada juga burung kutilang dan burung tekukur. Entah siapa pemiliknya, yang pasti saya senang sekali kalau mereka datang. Apalagi si tekukur yang dengan santai berlenggak-lenggok di halaman. Cantik sekali πŸ™‚

image

image

Jad sekarang, rutinitas saya di pagi hari selain menyiapkan sarapan untuk keluarga, saya juga menyiapkan nasi dan beras untuk mereka. Pernah suatu kali, karena kesibukan menyiapkan pesanan, saya lupa untuk menyiapkan makanan mereka. Tiba-tiba ada dua sampai tiga ekor burung gereja yang mendekati pintu dapur sambil berbunyi. Haha! Mereka bisa minta makan langsung ke dapur! Begitu saya siapkan, benar saja..mereka tidak datang-datang lagi ke dapur! :))

Oh ya, saat mereka semua datang, saya sering mengintip dari balik jendela dan memotret. Hanya saja, karena takut mengagetkan mereka, saya tak berani bersuara dan bergerak banyak. Alhasil fotonya tidak terlalu jelas juga.

image

image

Tapi apa pun itu, saya sangat bersyukur memiliki mereka semua, burung-burung liar peliharaan saya. Saya tak perlu harus memasukkan mereka dalam sangkar. Justru itu akan mengekang mereka.

Sekarang ini mereka bebas ke mana saja, tetap hidup di alam. Kapanpun mereka datang, sebisa mungkin saya sediakan makanan buat mereka…sebagai balasan atas suara merdu mereka setiap kali saya bangun di pagi hari :))

Alam bukan saja tempat terbaik untuk hidup tapi juga untuk bersyukur dan belajar banyak hal.

Joyfull vs Trouble

Sudah sejak beberapa hari lalu, kami berdua sepakat untuk makan siang di luar hari ini. Kebetulan, saya beruntung dapat rejeki voucher makan gratis di Restoran Blacksteer, Bellezza πŸ™‚

Dan makan siang hari ini nikmaaaat sekali. Bukan hanya karena gratisnya, tapi lebih pada momen berduanya. Restoran yang tenang, diiringi alunan musik yang lembut, membuat kami bisa ngobrol dengan berkualitas, dari hati ke hati.

Saya sempat foto menu main course yang membuat kami kekenyangan. Ini dia Cheese Burger dan Chicken Gordon Bleu…

image

image

Hmm…mantap ya?
Itu belum seberapa, kami tidak sempat foto Soft Roll (roti lembut dengan plain butter yang nikmat), Tomato Soup yang super duper yummy and hot, dan Cheese Nachos yang membuat kami berdua mendadak jadi “gila nachos”.
Saya pribadi, begitu selesai makan sampai bingung bagaimana “membakar”nya besok. Olahraga apa yang bisa meluruhkan itu semua?? :p

Tapi sudahlah…
Besok adalah besok. Nikmati saja hari ini. Kami pun pulang dengan hati bahagia di tengah langit yang mulai mendung.

Lalu, sesuatu terjadi. Tiba-tiba, saja rantai sepeda motor yang kami kendarai, putus. Alhasil, di pinggir jalan, kami harus “parkir” mencoba memperbaikkinya. Tangan kami pun belepotan oli di tengah rintik hujan. Dan hebatnya, kami berdua tak ada rasa kesal atau marah sedikitpun. Kami justru memperbaikkinya dengan tawa dan canda. Bukan karena kami tahu akan baik-baik saja, tapi kami hanya percaya kalau semua ini memang harus terjadi, harus kami alami, dan pastinya membawa kebaikan bagi kami πŸ™‚

Tuhan itu memang luar biasa. Kalau Ia memberikan tawa dan saat bahagia, Ia juga memberikan keringat bahkan air mata di saat lainnya. Kalau Ia memberikan keberuntungan, ada juga saat di mana harus ada kerugian. Dengan begitu kita jadi lebih menghargai momen-momen kebahagiaan, keberuntungan, dan hal-hal baik lainnya.

Semua itu harus terjadi supaya hati kita akan terlalu kaku karena tidak pernah menikmati siklus hidup yang indah ini.

Oh God, You’re so amazing… πŸ™‚

So if you are in trouble at this moment, please be strong and just do your best struggling and solving it. It will be over…

But if you’re in joyfull at this moment, never forget to give Him thanks for it and share with others. Because it happens not because of your strength but His kindness πŸ™‚

Berbagi dg Lansia

Sabtu, 23 Februari 2013

Langit masih seperti hari-hari kemarin, masih tidak bisa diprediksi. Kadang mendung, lalu mendadak terik, dan bisa-bisa mendadak gerimis.

Saya cuma berharap Tuhan berkenan memberikan cuaca yang terbaik buat acara hari ini.

Ya, hari ini saya mau ikut rombongan dari team Berbagi Kasih untuk mengunjungi Panti Tresna Werdha Budi Mulia 2, di Cengkareng, Jakarta Barat.

Terus terang, ini pertama kalinya saya berkunjung ke sebuah panti werdha. Ada rasa penasaran, ada juga rasa khawatir, bercampur rasa iba.

Betul saja, setiba di sana, saya disambut dengan suasana “dingin” sebuah area yang sunyi. Dari rumah, saya punya cita-cita untuk ambil foto sebanyak-banyaknya untuk ditampilkan di blog ini. Tapi begitu tiba di sana, bertemu dengan mata-mata sayu, tubuh-tubuh renta, senyum-senyum polos, dan lambaian tangan yang lemah…Ya Tuhan…jangankan mau ambil foto, mau berdiri lama di sana aja rasanya badan ini gak kuat lama-lama.

Saya bersyukur Tuhan menempatkan saya di tempat seperti itu meski hanya sebentar. Saya bisa melihat dengan jelas bahwa tak ada sesuatu pun yang kekal di dunia ini. Kita semua akan menua. Kita semua akan seperti mereka.

Pertanyaannya adalah…bagaimana kita mengisi hari-hari yang masih Tuhan berikan sebelum mencapai usia tua?

Oh ya, satu lagi…
Melihat mereka semua membuat saya sadar kalau saya harus memberikan yang terbaik untuk orangtua saya. Bukan hanya sekedar masalah materi tapi perhatian, waktu, dan juga kasih sayang.

Doa saya untuk para pekerja di panti werdha yang dengan tulus hati mendampingi para opa dan oma di sana, juga untuk teman-teman @ayoberbagikasih yang selalu semangat dengan aktivitas sosialnya. God bless you all…

image

It is All About Luck. Is it?

Suatu hari, suami saya asyik buka aplikasi di smartphone tentang fengshui. Hingga beberapa hari, dia asyik sekali mempelajari dan membuat beberapa catatan. Dan ia kemudian mengungkapkan bahwa banyak hal di rumah yang harus diubah karena tidak sesuai dengan aturan fengshui.

image

Sebetulnya saya tidak terlalu terganggu. Yang namanya perubahan asal ke arah yang lebih baik, kenapa tidak?

Alhasil, ada beberapa perubahan yang kami lakukan. Seperti: mengubah posisi tidur supaya yang berada di belakang kepala adalah sesuatu yang solid. Alasannya apa, maaf saya tidak ingat persis.

Kemudian, kami juga menempatkan barang berwarna hijau di antara area kompor dengan sink (tempat cuci piring) yang kebetulan sejajar. Katanya, elemen air dan api di dapur kalau sejajar kurang bagus, kalaupun terpaksa, harus diletakkan sesuatu berwarna hijau.

Itu baru beberapa. Ada lagi, elemen masing-masing arah angin dari rumah/ruangan yang berkaitan dengan hal-hal seperti usaha, keuangan, kesehatan, dll dengan aturan-aturan yang perlu diterapkan atau yang tidak boleh diterapkan.

Ribet ya?? Hehe…

Lucunya lagi, begitu kami lihat posisi sektor keuangan di rumah, itu adalah tempat gudang kami berada. Terus suami nyeletuk, “Wah…gimana mau rejekinya lancar, sektor keuangannya malah gudang!”

Terus terang saat itu saya sama.sekali tidak tersinggung ataupun marah. Justru saya merasa ada yang tidak beres di sini.

Bukan! Bukan rumah saya yang tidak beres, bukan gudangnya juga yang tidak beres. Tapi kami berdua. Terutama mungkin saya!

Jadi begini…
Area gudang kami memang berada di posisi yang agak sulit dijangkau. Maksudnya sih supaya tidak terlalu terlihat, namun kenyataannya malah jadi kurang terawat. Ke arah gudang ada sebuah lorong kecil yang terbuka sehingga kalau hujan turun, ya basah juga lorongnya. Dan saya akui, memang saya malas membersihkan area itu karena ya itu tadi…selain dirasa tidak terlalu terlihat juga seringkali terlupakan. Kebayang kan tampangnya sekarang ini? Dari situ saya kemudian menggerakkan diri saya sendiri untuk mulai “menyentuh” area itu. Bukan karena masalah fengshui sektor keuangan tapi lebih karena saya malu punya satu sudut rumah yang tidak terawat seperti ituΒ  (T.T)

Namun sekarang, area itu tidak lagi menjadi sudut rumah yang terabaikan. Area itu saya upayakan selalu bersih dan terawat seperti bagian yang lain :))

Efek positifnya, tentunya selain rumah terlihat lebih bersih, saya merasa “lengkap”, tidak ada yang ketinggalan gitu… πŸ™‚

Oh ya, di sisi lain beberapa bulan belakangan ini, usaha kami juga banyak mendapat pelanggan baru. Saya juga banyak mendapat hadiah dari aneka kuis di media sosial, mulai dari barang, pulsa, voucher belanja, voucher makan, sampai uang tunai jutaan rupiah.

Apakah karena sektor gudang sudah dibersihkan??

Hmm… Saya gak tahu persis ya. Yang pasti, saya memang mengakui jika sayaΒ  lebih intens dalam kegiatan promosi usaha, komunikasi dengan pelanggan, dan perbaikan produk dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kalau masalah kuis, memang kalau ada waktu senggang, saya juga intens cari kuis dan semangat mengikutinya.

Jadi tentunya, kalau sekedar area gudang dibersihkan lalu saya duduk diam dan tidak berbuat apa-apa… apa iya saya bisa dapat semua?

So…is it all about luck?
It is not all about luck.
I think it is all about what we do.
If we do something good, a good luck surely will follow πŸ™‚

What do you think?

Sendiri

Aku bisa merasakan
Gerak jarum jam detik demi detik
Menyusuri malam
Tanpa kehadiranmu di sini

Tak seperti biasanya
Jarum itu berdetak keras sekali
Memenuhi seisi ruangan ini
Mengisi kensunyian malamku

Tak seperti biasanya
Aku mendadak lemah
Tak tahu apa yang harus kukerjakan
Tak mengerti apa yang harus kupikirkan

Waktu terasa berjalan begitu lambat
Satu menit pun terasa begitu menyiksa
Tolong jangan siksa aku
Dengan rasa sepi seperti ini

Dalam sepi seperti sekarang ini
Tawamu begitu berharga
Suaramu sangat kurindukan
Tubuhmu adalah tak ternilai harganya
Keberadaanmu segalanya yang kuiimpikan

Karena bersamamu
Aku bisa merasakan hidup yang sebenarnya
Bersama denganmu
Aku bisa menjadi manusia yang manusiawi
Bersama denganmu
Aku bisa meniti hari hari dengan penuh cinta
Dan hanya bersamamu
Itulah yang kuinginkan hingga waktuku berakhir nanti

Resep Cinta Meat Lover Pizza Untuk Si Dia

Suamiku sukaa banget makan pizza. Dulu kami adalah langganan salah satu gerai pizza ternama. Sampai-sampai delivery man-nya hapal dengan kami karena begitu seringnya delivery order πŸ™‚

Tapi sebagai istri, saya tentunya kepingin bisa memasak makanan kesukaan suami, termasuk si pizza yang satu ini. Nah, masalahnya adalah…lagi-lagi…saya masih belum punya oven haha!

Seperti di post blog ini sebelumnya, saya memang tidak tertarik untuk membeli oven. Saya lebih tertarik eksplorasi dengan tiga panci kukusan saya yang selama ini setia menemani.

Nah, balik lagi ke masalah pizza. Saya kemudian cari-cari resep pizza di internet…dan ketemu satu resep Meat Lover Pizza di Resep Kita. Semua bahan saya pakai lengkap dan persis seperti di resep. Cara pembuatannya pun saya ikuti dengan seksama. Perbedaannya adalah…saya pakai keju yang lebih banyak (aarrgh…forget the diet!) dan pizzanya dimatangkan dengan cara dikukus!

Iya, dikukus! Dan saat saya cicipi, benar saja, hasilnya sungguh di luar dugaan. Tekstur rotinya lebih lembut dan terasa moist sekali. Aroma campuran daging di toppingnya begitu kuat, mungkin karena pengaruh dikukus juga. Pokoknya bedaaa banget dengan rasa pizza yang dioven, yang selama ini kami makan.

image

Ketika pizza ini disodorkan ke suami, wajahnya terkejut tapi terlihat sangat excited. Apalagi ketika dia cicipi, dia tak henti-hentinya bilang hmmm….hmm… Keenakan! Duh, bahagia banget saya saat itu.

Sejak itu, saya sering buat pizza dengan variasi topping sesuai bahan di lemari es. Hampir tiap weekend kami isi dengan nonton DVD ditemani pizza kukus favorit kami.

Ternyata, memanfaatkan apa yang kita miliki dengan maksimal, bisa lho menyenangkan hati orang yg kita cintai πŸ™‚

Rollade Nori

Suatu hari, salah satu pelanggan Dapur Lekker minta dibuatkan menu vegetarian karena ybs sedang belajar menjadi vegetarian. Seperti yg kita sudah tahu, menu vegetarian yg paling sering ditemui adalah adalah tahu dan tempe. Tapi sekedar tahu tempe saja pastinya sudah terlalu sering dan mudah bosan. Akhirnya saya ketemu menu yg satu ini…Rollade Nori. Isinya tetap tahu, dilengkapi sayuran dan dibungkus nori. Praktis dan sehat. Coba yaaa… πŸ™‚

ROLLADE NORI

Bahan:
1 1/2 bh tahu putih
2 batang buncis, iris halus
20 gr wortel, parut
1 batang daun bawang, iris halus
20 gr jamur kuping, iris halus
3 siung bawang putih, haluskan
1 putih telur
1 sdt garam
1/2 sdt gula pasir
1/4 sdt merica
6 lembar nori

Cara membuat:
1. Campurkan semua bahan (kecuali nori) lalu aduk hingga rata.
2. Ambil satu lembar nori, isi dengan 2 sdm adonan tahu di seluruh bagian nori. Gulung perlahan.
3. Kukus selama 10 menit.

Hasil: 6 buah

Catatan:
* Hati-hati dalam menggulung nori karena mudah patah
* rollade nori bisa awet disimpan di freezer sampai 2 minggu (bungkus dg alumunium foil sebelum disimpan di freezer)