Category Archives: Woman

I’m Back….

Astaga…
Setelah dilihat-lihat lagi, sudah setahun lebih blog ini tidak disatroni. Bukan kenapa-kenapa sih…saya dapet anugerah.

Yup betul!
Tuhan percayakan seorang bayi dalam pernikahan kami 🙂
Dan setahun belakangan ini adalah masa-masa yang spesial banget bagi kami.

Kapan-kapan pasti saya tulis di blog ini. PASTI. Terlalu berharga untuk sekedar diiingat 🙂

And the last but not the least, it’s glad that i’m back. I can’t wait to share many stories about our new experience….parenting! Yeaayyy!

Air Putihmu Sudah Pasti “Putih”?

Gara-gara baca tweet temen yang Ibunya masuk RS karena radang ginjal dan usus akibat hobi minum teh kemasan, saya meneguhkan hati untuk cinta sepenuhnya dengan air putih :*

Bicara soal air putih, saya sudah mencoba aneka macam air putih. Lho emang ada berapa macam?

Hehe…yuuk, ikutin ceritaku 🙂

Di rumah pertama dulu, kebetulan sumber airnya adalah air tanah. Untuk air minum, saya rutin memasak air dalam dua buah ceret lalu didiamkan hingga dingin dan siap diminum. Murah sih kalau dibandingkan dengan biaya membeli air mineral kemasan. Tapi lama-lama boros juga di sisi gas elpijinya. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk memasak air. Daannn….lebih sebel lagi kalau pas lupa masak air hingga stok sudah sedikit sementara air yang di ceret masih panas 😦

Akhirnya saya beralih pada air mineral kemasan dengan merk tertentu. Praktis. Tinggal pencet telepon langsung diantar ke rumah. Apalagi katanya air itu asli dari pegunungan dan mengandung mineral-mineral alami. Tapiiii…suatu kali saya lihat truk pengangkut galon-galon air mineral itu di jalan tol. Truk itu terbuka tanpa penutup sehingga air galonan itu terpanggang sinar matahari entah sudah berapa lama dan berapa jauh, tak ada yang tahu. Bukankah air minum tidak boleh terpapar sinar matahari?

Sejak kejadian itu, saya memutuskan untuk kembali memberdayakan ceret-ceret itu lagi. Namun masalahnya kali ini, saya keburu pindah rumah di mana sumber airnya adalah air PAM yang dikelola oleh perumahan. Sudah menjadi rahasia umum jika air PAM pasti menggunakan kaporit sebagai penjernih air dan pembunuh kuman. Sebagai oxidizer, kaporit alias calcium hypochlorite ini tentunya tak baik jika terminum dalam jangka waktu terus-menerus. Pernah tak nyaman sehabis berenang di kolam renang? Rambut kusut, kulit busik dan kering dan air berbau ‘pahit’? Ya itu kaporit dalam jumlah cukup banyak di dalam kolam renang. Serem kan?

Kembali lagi ke air minum. Saya masih ragu dengan air minum saya, meski saya sendiri yang memasak air PAM itu sampai mendidih. Beberapa kuman mungkin mati dengan suhu 100°C tapi bagaimana dengan kandungan lainnya? Kaporit, besi, atau kuman lain yang masih tahan dengan suhu 100°C?

Selagi kepala pusing tujuh keliling, saya lihat iklan Pure It yang sebetulnya sudah puluhan kali lalu lalang di televisi. Saya tergugah juga akhirnya.

Dan ternyata benar praktis dan hemat.

Dengan Pure It, air minum yang dihasilkan sudah pasti jernih, tanpa bau, tanpa kuman ataupun kandungan zat berbahaya lainnya. Padahal tanpa gas ataupun tanpa listrik lho! Itu karena air minum yang dihasilkan Pure It sudah melewati 4 tahap penyaringan yang dirancang khusus untuk membunuh kuman, menyaring kotoran ataupun zat-zat berbahaya lainnya.

Pure It juga praktis dan hemat. Tinggal masukkan air dari sumber air yang kita punya, entah itu air tanah atau air PAM dan langsung keluar menjadi air siap minum yang sehat.

Ingat….air yang dihasilkan oleh Pure It mencirikan air putih yang baik, yaitu jernih tak berwarna, aromanya alami air yang tak berbau, dan tak berbuih atau berbusa.

Mengenai biaya pembelian alat Pure It di awal dan maintenance-nya, percaya deh… sangat terjangkau dibandingkan dengan biaya pengeluaran gas atau air mineral kemasan. Apalagi dibandingkan dengan biaya pengobatan rumah sakit. Jauuhh….

Saya sendiri sudah membuktikan kalau air putih yang baik bukan sekedar air putih biasa. Bukan juga sekedar air putih yang jernih, tak berbau, tak berbuih, dan pastinya bebas dari kuman dan zat berbahaya bagi tubuh. Tapi, selain syarat mutlak air layak minum di atas, saya juga perlu tahu: (1) sumber air yang digunakan, (2) cara pengolahannya, (3) dan cara penyimpanannya.

Dengan Pure It, kita bisa memastikan air minum yang kita sediakan sudah pasti air minum yang layak dikonsumsi keluarga. Layak dan sehat!

Jadi, yuukk….cek sekali lagi air minum di keluargamu!
Saya sudah mendapatkan air putih yang benar-benar “putih” buat keluarga saya. Bagaimana dengan Anda? 🙂

Dari Panci Turun ke Hati

Posting tentang Kastengel Tanpa Oven sudah cukup lama. Tapi, hingga kini, saya masih menerima aneka comment dari para pembaca. Ada yang sekedar bertanya, ada juga yang sudah ikut merasakan semangat ‘baking’nya 🙂

Ya, sampai saat ini memang panci kesayangan saya itu masih jadi senjata andalan saya untuk kegiatan ‘baking’. Awalnya cukup merinding lihat angka harga oven…eeh sekarang terlanjur cinta sama si panci.

Panci ini sudah menemani saya dalam eksplorasi aneka resep yang menggunakan oven. Dari panci yang sama, saya sudah bisa merasakan bagaimana rasanya berhasil bikin aneka kue kering (kaastengel, nastar, choco chips, sagu keju, biskuit), aneka roti, cupcakes, hingga cake dan bolu.

Memang karena terbatasnya ukuran panci, kegiatan memanggang pun terbatas pada ukuran loyang. Diameter panci saya 30cm, jadi loyang untuk memanggang yang bisa dipakai harus lebih kecil dari itu, atau dua loyang kotak kecil sekaligus (seperti loyang brownies). But for me, it’s not a big problem!

Tinggal berkreasi dengan ukuran loyang saja toh? Atau jika ada rejeki lebih, Anda bisa mencari panci dengan diameter lebih besar supaya bisa masuk loyang kotak standar (misal: 20cm atau 24cm). Itu hanya masalah pilihan saja :))

Panci ini sudah jadi sahabat sejati saya. Dia bisa menggantikan tugas memanggang yang biasa dilakukan oven dengan api bawah.

Dan saya pikir, masih banyak kreasi-kreasi lainnya yang bisa kita lakukan. Ingat, jangan sampai keterbatasan menjadi pembatas.

Happy baking, everyone!
Be creative and innovative!

Pertemuan Untuk Perpisahan

Ada pertemuan, ada juga perpisahan. Tapi, apa jadinya jika di awal pertemuan kita sudah bisa melihat perpisahan di depan mata?

Minggu lalu, tepatnya 7 April 2014, hujan mengguyur dengan kejamnya. Kejam, karena tak hanya deras namun juga angin yang kencang. Pintu dan jendela rumah sampai kututup karena berungkali terhempas angin. Dan satu kali terpaan angin yang terkencang berhasil merontokkan beberapa batang kering kelapa lengkap dengan kelapa-kelapanya.

Saat hujan reda, kami merapikan halaman yang berantakan dengan hantaman kelapa-kelapa itu. Betapa kagetnya saat aku menemukan seekor anak burung, basah kuyup, dan menggigil kedinginan. Tak jauh dari tempatnya berada, ada seonggok sarang yang hancur dan seekor anak burung dengan ukuran lebih kecil terbujur kaku 😥

Aku dan suami sepakat merawatnya. Dalam hati, aku ketar-ketir juga, tubuh sekecil itu terlempar dari sarang yang berada di pohon dengan tinggi melebihi ketinggian rumah dua lantai. Apa jadinya?

image

Aku pun memberinya nama Krishna. Berharap dia tumbuh sehat, kuat dan bisa membawa kebaikan seperti tokoh Krishna kecil, si manusia biru.

Aku seperti punya seorang bayi. Tiap satu jam, Krishna “menangis” sambil mengepak-ngepakkan sayap mungilnya. Meski khawatir dengan kondisi internal tubuhnya, saya excited bangun jam 2 pagi dan jam 4 pagi untuk menyuapinya makan minum sekedar mengecek Krishna baik-baik saja.

image

Namun di hari kedua, Krishna mulai terlihat tersengal-sengal napasnya. Napsu makannya menurun. Dia tak “secerewet” kemarin. Aku mencoba mencari berbagai informasi tentang keadaan Krishna. Dan banyak pendapat yang menyampaikan jika hantaman saat ia jatuh kemungkinan menggangu sistem pernapasannya yang belum sempurna. Ya Tuhan..! 😥

Di hari ketiga, subuh-subuh melihat Krishna terkulai lemas. Meski panik dan takut, aku mencoba bersyukur dengan keadaannya. Jauh lebih baik Krishna “terbang” bersama adiknya, yang lebih dulu kami kuburkan di halaman, daripada ia tumbuh menjadi burung dengan kondisi pernapasan yang tidak sempurna.

Krishna memang hanya dua hari penuh bersamaku. Tanpa kata-kata, dia sudah mengajari banyak hal. Tak semua dalam hidup ini bisa berjalan sesuai yang kita harapkan. Tak semua yang kita nilai sebagai hal terbaik akan benar-benar menjadi hal terbaik bagi kita. Dan satu hal lagi, bahwa perpisahan, meski menyakitkan, selalu membawa hikmah dan berkat.

Sore ini aku duduk di halaman dengan secangkir kopi dan pancake durian. Aku melirik dua buah batu mungil di bawah pohon kelapa, tempat peristirahatan terakhir Krishna dan adiknya. Aku bersyukur bisa melewati dua hari terakhir milik makhluk mungil bernama Krishna dengan penuh cinta.

Matahari Untuk Yunan

Plak!
Aku hanya bisa memekik pelan setelah menyadari perbuatanku. Kulihat Yunan sedang memegangi pipi kirinya sambil memandangiku dengan pandangan penuh nanar. Sedetik kemudian, kulihat air mata mengalir dari sudut matanya. Yunan langsung membalikkan badan, berlari meninggalkanku dan mengunci diri di kamarnya tanpa sepatah katapun.

Aku masih terpaku. Kupandangi telapak tanganku. Masih terlihat jelas semburat merah beserta desiran hangat di dalamnya.

Dengan gontai, aku berjalan menuju kamar Yunan. Pintu kamarnya tertutup rapat. Serapat itu pula hati Yunan saat ini. Aku kenal betul dengan Yunan. Lebih dari tiga puluh tahun hidup bersamanya, sifat dan perangainya sangat kukenal. Jadi aku tahu persis, ketika ia mengunci dirinya di kamar seperti sekarang ini, takkan ada yang bisa membuatnya untuk keluar selain keinginan dirinya sendiri.

Aku mengunci pintu kamarku dengan perlahan, berharap Yunan yang berada tepat di sebelah kamarku tak bisa mendengarnya. Sayup-sayup aku bisa dengar isak tangisnya. Suara isak tangis itu selalu terasa pilu di hatiku. Sebenarnya aku tak ingin mendengar atau melihat Yunan menangis lagi. Aku ingin ia bangkit dan dengan tegar mengukir lagi sejuta mimpinya yang belum sempat ia wujudkan. Aku hanya ingin ia bisa melukiskan masa depannya dengan warna-warni yang ia inginkan.

Aku menoleh ke sebuah figura kayu di meja belajarku. Figura sederhana itu sudah belasan tahun membingkai senyum indah Yunan dan aku. Figura ini satu-satunya pemuas kerinduanku akan senyum manis Yunan yang tak pernah bisa kulihat lagi belakangan ini. Tapi, figura ini juga satu-satunya pengorek luka di hatiku. Setiap kali aku memandangnya, rasa haru dan sesak bergumul menjadi satu, mengingatkanku pada satu kejadian yang merampas senyuman Yunan dari bibir mungilnya.

Saat itu, aku duduk di kelas dua SMU. Yunan masih kelas tiga SMP. Entah apa yang terjadi, guru memulangkan kami padahal hari masih pagi. Sempat beredar kabar, akan terjadi keributan di ibukota untuk melengserkan pemimpin petahana. Aku hanya mengikuti instruksi guru dan langsung pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Mama terlihat panik. Bukan karena kabar keributan yang sudah merebak, namun karena Yunan tak kunjung pulang. Menurut pihak sekolahnya, para guru sudah memulangkan murid lebih dari tiga jam yang lalu. Rentang waktu itu terlalu lama bagi Yunan untuk belum muncul juga di rumah. Dan itu membuat kami berdua sangat khawatir.

Hingga sore, kami belum juga mendapatkan kabar dari Yunan. Mama sudah menghubungi para kerabat untuk membantu mencari Yunan. Entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang terjadi pada adikku. Tapi, aku tak tega untuk menyampaikan firasat itu pada Mama.

Benar saja, kekhawatiranku terbukti. Yunan ditemukan berada di sebuah rumah sakit. Ia dihantarkan oleh seorang supir taksi yang menemukannya di jalan. Yunan pingsan dan tubuhnya penuh luka lebam. Untungnya, ia masih selamat. Tapi, sebuah kenyataan berupa godam raksasa memukul hati kami hingga berkeping-keping. Yunan telah diperkosa.

Air mataku menetes membasahi foto yang masih kupegang dan air mata itu jatuh tepat di atas bibir Yunan, menyamarkan senyumannya. Cepat-cepat kuhapus air mata itu dan senyuman Yunan kembali bisa kulihat dengan jelas di foto itu. Aku memang tak ingin kehilangan senyuman Yunan. Lebih tepatnya, aku tak ingin kehilangan lagi senyumannya. Sudah terlalu lama bibir mungil itu tak melengkungkan senyum. Bahkan sejak kepulangannya dari rumah sakit itu, bibir Yunan tertutup rapat, serapat pintu kamarnya saat ini. Ia sama sekali tak bersuara. Pandangan matanya kosong. Tak pernah sekalipun ia menoleh ke arah kami saat kami mendekatinya atau mencoba mengajaknya bicara.

Beberapa kali Yunan mencoba untuk bunuh diri. Dan beberapa kali itu juga kami berhasil menggagalkannya. Mama selalu tampil bak malaikat yang manis di depan Yunan meski Yunan selalu mengacuhkannya. Tapi, saat keluar dari kamar Yunan, Mama berubah. Mama mendadak menjadi seorang wanita lemah tanpa jiwa. Seringkali aku melihatnya melamun dan menangis tanpa suara. Aku memang tak bisa merasakan kepedihan hatinya sebagai seorang ibu namun aku tahu pasti, hatinya ikut hancur seiring dengan kehancuran mimpi-mimpi Yunan.

Meski berat, kami melalui hari demi hari selalu bertiga. Yunan tak melanjutkan sekolahnya lagi, sementara Mama melanjutkan membuka toko dan aku meneruskan sekolah. Sepulang sekolah, aku menggantikan Mama melayani para pembeli ayam panggang, satu-satunya sumber nafkah kami sepeninggal Papa. Saat aku di toko, Mama kembali ke rumah sebentar untuk mengurus Yunan. Setelah itu ia akan kembali ke toko dan giliran aku yang akan pulang ke rumah untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga. Setiap hari berlangsung seperti itu. Hingga suatu saat, semuanya berubah.

Aku mulai menyadari keletihan Mama sudah mencapai puncaknya. Mama mendadak jatuh sakit. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, penyakit yang tak bisa dijelaskan oleh dokter itupun merenggut Mama dari kami berdua. Dan saat pemakaman Mama, untuk pertama kalinya Yunan mau keluar rumah, meski dengan memakai kaca mata hitam dan topi untuk menutupi wajahnya. Untuk pertama kalinya juga, Yunan akhirnya menangis di pelukanku.

“Kak Liana jangan tinggalkan aku, ya…” bisiknya pelan diiringi isak tangis. Aku hanya bisa mengangguk pelan dan membalas pelukannya.
Sejak saat itu, aku berjanji untuk menjaganya sepenuh hatiku. Aku tahu mengurus Yunan tidaklah semudah yang kubayangkan. Aku bukan hanya sekedar menyediakannya makan dan mengurusi pakaiannya. Namun aku juga harus membangkitkan lagi kepercayaan dirinya. Itu sangat tidak mudah.

Aku mencoba mengikuti cara Mama dalam mengurus Yunan. Tiap pagi, aku akan membuka jendela kamarnya lebar-lebar agar cahaya matahari pagi masuk dan menghangatkan kamarnya. Aku selalu tampil ceria dan penuh senyum di hadapan Yunan. Aku tak pernah lelah mengajaknya bicara meski Yunan tak pernah menjawabku. Aku tetap menceritakan banyak hal sambil tersenyum dan tertawa meski Yunan hanya menatapku dengan wajah datarnya.

Hingga satu tahun lalu…
“Kak…”
Aku menatapnya tak percaya. Yunan akhirnya mau berbicara lagi setelah kepergian Mama. Ia tetap duduk di tempat tidurnya tapi matanya memandangiku. Tidak lagi dengan pandangan kosong tapi pandangan penuh harap untuk sebuah komunikasi.

Aku menghampirinya, “Ada apa?” tanyaku sambil menyunggingkan senyum.
Matanya mengedip beberapa kali sebelum ia menjawab, “Aku sayang Kak Liana.” Suaranya terdengar lirih namun sanggup membuat hatiku melonjak bahagia.

Kami berdua berpelukan sambil menangis haru. Setelah itu, perlahan-lahan, Yunan mau membantuku mengurus rumah. Ia terlihat masih kikuk dan kaku. Aku mencoba memakluminya. Lima belas tahun bukan waktu yang singkat untuk dilaluinya di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa selain melamun dan menangis. Meski masih takut untuk bertemu dengan orang lain dan juga enggan untuk keluar rumah, lama-lama Yunan semakin komunikatif. Aku sangat bahagia melihatnya mau menonton televisi dan kemudian menceritakannya kepadaku sepulang aku menjaga toko. Semua dilakukannya tetap dengan wajah tanpa ekspresi. Tak ada senyuman apalagi tawa. Raut wajahnya begitu dingin. Dalam hati, aku yakin dan percaya, suatu saat Yunan bisa meraih lagi semua mimpi yang dulu sempat ia hempaskan entah ke mana.

***

Sore itu, selesai menutup toko, aku memutuskan untuk pulang secepat mungkin. Hari ini aku tidak pulang seorang diri. Aku mengajak Haris, kekasihku. Haris sudah kukenal sejak beberapa tahun lalu. Ia adalah anak dari seorang langganan ayam panggangku. Dan hari ini, aku memutuskan untuk mengenalkannya pada Yunan. Aku rasa, dengan kondisi dan sikap Yunan yang mulai membaik beberapa bulan ini, ia bisa menerima kehadiran Haris.

“Siap?” tanyaku pada Haris. Haris mengangguk. Ia lalu menyentuh bahuku dengan lembut. Ia tahu jika aku sangat gugup. Aku sangat khawatir dengan reaksi Yunan.

Aku mengetuk pintu. Tak lama kudengar langkah kaki Yunan mendekati pintu. Begitu pintu terbuka, aku memasang senyum terbaikku untuknya. Tapi Yunan tak melihat ke arahku. Matanya menatap Haris dengan pandangan mata yang tak biasa. Tak kusangka, Yunan langsung membanting pintu di hadapan kami. Untung aku bisa menahannya. Aku mengejarnya hingga ke kamarnya. Yunan naik ke tempat tidur, ke tempat perlindungannya selama belasan tahun. Ia menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Jangan menangis, Yunan. Ini kakak.” Aku mencoba menenangkannya. Yunan tak merespon. Aku melirik ke arah pintu. Di sana Haris berdiri memandangi kami berdua. Dengan bahasa isyarat, aku memintanya untuk menjauh. Aku tak ingin Yunan menyadari kehadiran Haris di dekatnya.

“Yunan…” Aku mencoba menarik tangannya dengan lembut. Ia masih menangis sambil menunduk. Aku menyentuh dagunya lalu mengarahkannya untuk memandangku. Kulihat kedua matanya memandangiku dengan sangat memelas. Bahunya masih bergetar dengan isak tangisnya yang belum selesai.

“Kamu tidak perlu takut. Haris itu temanku. Dia orang baik.” ucapku hati-hati.

Yunan memandangiku lama tanpa suara. Pandangan matanya seolah berbicara padaku tanpa banyak kata. Aku lantas mengerti, Yunan belum bisa menerima kehadiran Haris. Atau lebih tepatnya, ia belum bisa menerima keberadaan laki-laki di dekatnya.

Aku mengusap kepalanya dengan lembut. “Kalau kamu belum mau bertemu dengan Haris, tidak apa-apa.” Yunan masih memandangiku tak berkedip.

“Kakak jahat!” desisnya pelan sambil memandangiku.
Aku mengernyit tak percaya dengan perkataannya. Yunan masih memandangiku. Kali ini matanya menyiratkan kemarahan. Bibirnya bergetar seolah ia hendak mengatakan sesuatu.

“Kenapa kamu bilang begitu?” tanyaku tak mengerti.
Dengan cepat Yunan bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapanku. Matanya dengan tajam menatap lurus kepadaku.

“Kakak benar-benar tak punya perasaan. Untuk apa Kakak bawa laki-laki itu ke mari? Untuk mengingatkanku akan masa lalu? Untuk membuka lukaku lagi? Kakak benar-benar tak mengerti perasaanku.” ucap Yunan dengan terbata-bata dan berurai air mata.

Aku menyentuh lengannya sambil menggeleng, “Yunan, bukan itu maksudku. Kakak tak punya maksud seperti itu.”

Kali ini Yunan menatapku dengan sinis. “Terus apa, Kak? Mau pamer kalau Kakak punya pacar dan akan segera menikah di hadapan adiknya yang diperkosa dan disiksa?”

Aku menggeleng tak percaya dengan apa yang kudengar. Yunan mendadak berubah menjadi sosok yang tak kukenali.

“Sudahlah, Kak. Tak usah pura-pura lagi.” ujar Yunan sambil berlalu meninggalkanku. Aku mengikutinya keluar kamar.

“Pura-pura apa? Aku tak pernah berpura-pura.” jawabku sambil berusaha menahan air mataku. Yunan tak menjawab. Ia lalu duduk di kursi meja makan. Sekilas mataku melirik ke arah pintu utama, memastikan Haris sudah tak ada di dalam rumah ini.

Melihat Yunan tampak diam tak beraksi, aku menyentuh bahunya pelan. “Pengertian apa lagi yang kau minta dariku, Yunan?” Aku tak kuasa menahan air mataku. “Aku rela tak melanjutkan kuliah untuk bisa tetap menjaga kamu. Aku juga beberapa kali menolak ajakan Haris untuk menikah karena aku lebih memikirkanmu. Aku tidak punya hidup lain selain toko keluarga kita dan kamu. Dan sekarang kamu bilang aku tidak punya perasaan?”

Yunan bangkit lalu berjalan mendekatiku. Wajahnya tak berubah, tetap datar tanpa ekspresi. “Aku tak pernah meminta Kakak untuk berbuat semua itu.” ucapnya tepat di depan wajahku.
Tanpa bisa kukendalikan, tanganku spontan mendarat di pipi Yunan.

***

“Maafkan aku, Haris. Aku tidak bisa.” Aku mengucapkannya sambil menatap matanya dalam-dalam. Kurasakan kedua mataku mulai menghangat.

“Kenapa, Liana? Karena Yunan?” tanya Haris lemah.

“Bukan.” Aku menggeleng pelan.

“Lantas kenapa?” Kali ini Haris mengernyitkan dahinya.

“Aku memang belum siap. Aku belum siap.” Aku kembali menggeleng.

Aku tahu Haris tak puas dengan jawabanku. Meski begitu, ia tak pernah mendesakku untuk mengungkapkan alasan lebih jauh lagi atas penolakanku untuk yang kesekian kalinya.

Haris hanya tersenyum, “Kamu tahu aku akan selalu menunggu kesiapanmu.” Kata-kata Haris terdengar sangat merdu di telingaku. Dalam waktu yang sama, kata-kata itu juga menusuk hatiku. Aku tak pernah tahu kapan waktu kesiapanku tiba. Aku benar-benar tak tahu.

***

Sekilas kulirik pintu kamar Yunan yang masih tertutup rapat. Biasanya, setiap pagi aku akan memasuki kamarnya, membuka jendela kamarnya lebar-lebar dan mengajaknya menyiapkan sarapan pagi. Sudah sepuluh hari ini, keadaan kami berubah. Yunan menutup mulutnya rapat-rapat, dan mungkin juga hatinya. Kurasa ia masih marah dengan pertengkaran kami tempo hari. Jadi aku memutuskan untuk meninggalkan makanan di meja sebelum aku berangkat. Tak lupa juga sebuah kue ulang tahun mungil yang kubeli semalam dan secarik kertas ajakan untuk makan siang bersama.

Ya, kue ulang tahun itu untuk Yunan. Ia genap berusia tiga puluh tahun hari ini. Aku memberanikan diri mengajaknya keluar untuk makan siang melalui secarik kertas yang kutinggalkan. Kebiasaan makan bersama untuk merayakan ulang tahun sebetulnya adalah kebiasaan keluarga kami. Namun sejak Papa berpulang, kami tak punya hati untuk melakukan hal itu lagi karena khawatir terlalu menyedihkan Mama. Dan, setelah sekian lama, aku ingin menghadirkan kebiasaan itu lagi bersama Yunan.

Aku duduk menunggu di dalam sebuah saung mungil Bebek Bengil yang telah kupesan sebelumnya. Siang ini, suasana The Bay Bali cukup ramai. Deretan saung tampak sudah penuh. Beberapa pelayan mondar-mandir melayani tamu dengan aneka menu di tangannya. Aku sengaja memilih tempat ini. Banyak yang bilang The Bay Bali tak hanya menawarkan menu yang nikmat namun juga suasana yang mempesona. Dan memang demikian adanya. Suara gemericik air di kolam mungil tak jauh dari tempat dudukku mengemas suasana menjadi siang yang sangat indah. Di tambah lagi sesekali kudengar kicauan burung di pepohonan tepat di atas saungku.

Seorang pelayan kemudian datang menghantarkan pesananku. Seporsi bebek goreng yang renyah lengkap dengan sambal matah yang menggugah selera. Satu lagi, bebek goreng renyah berselimut sambal ijo, kesukaan Yunan. Aku pun melanjutkan untuk menunggu.

Meski hatiku memang mengharapkan kedatangan Yunan, namun rasa kaget itu tetap tak bisa kututupi saat menyaksikan kehadirannya. Dari tempatku berada, kulihat Yunan melangkah pelan sambil membawa sebuah bungkusan dengan kedua tangannya. Aku menyipitkan mata untuk memastikan bahwa yang kulihat adalah benar-benar adikku. Ia diam sejenak saat tiba tepat di depanku. Aku tak bisa berkata apa-apa. Dalam diam, Yunan lalu mengeluarkan isi kardus yang ia bawa. Ternyata kue ulang tahun yang tadi kutinggalkan untuknya di atas meja.

“Aku ingin meniup lilin ulang tahunku bersama Kakak.” ucapnya pelan sambil menatapku. Aku tersenyum haru mendengarnya. Kami saling berpelukan. Kudengar ia membisikkan kata maaf di telingaku.

Saat kami melepaskan pelukan, aku membelai pipinya pelan, mencoba menghapus rasa sakit akibat tamparanku waktu itu. Kami tak banyak berkata-kata, hanya saling memandang dan menangis haru.

“Nanti malam juga bisa tiup lilinnya.” ujarku sambil menyiratkan pertanyaan kenapa Yunan sampai mau membawa kue ulang tahunnya ke tempat ini. Yunan tak menjawab pertanyaanku. Ia hanya menatapku dengan penuh harap.

Tatapan mata Yunan membuatku tertegun. Tatapan mata itu adalah tatapan mata yang sama di saat Yunan baru saja memberanikan diri keluar dari kamarnya dan mulai membantuku mengurus rumah. Aku ingat betul, saat itu aku menjanjikannya untuk bisa kembali mengejar mimpi-mimpinya. Namun Yunan menanggapinya dengan dingin, “Aku sudah tidak punya mimpi dan cita-cita lagi, Kak. Semua sudah mati ditelan masa lalu. Aku hanya ingin bahagia.”

Hatiku menangis saat mendengarnya. Tapi aku tak ingin menunjukkan kesedihan itu di depan Yunan. “Kalau kamu ingin bahagia, kenapa kamu tidak pernah tersenyum? Bukankah senyum itu awal dari kebahagiaan?” tanyaku sambil menatapnya dengan iba.

Saat itu Yunan menjawab, “Bahagia tidak selalu berupa senyuman atau tawa. Tahu bahwa Kakak selalu ada untukku, sudah membuatku bahagia.” ucap Yunan sambil menatapku dengan tatapan yang sama kali ini.

Mengingat-ingat lagi kalimatnya itu membuatku tak pernah menyesali semua yang telah kulakukan. Kuyakini bukan hanya aku yang berkorban, pengorbanan Yunanpun tak kalah hebatnya. Dan mengetahui ia bahagia di sampingku adalah kebahagiaan tersendiri buatku. Aku bahagia melihat senyuman dalam pandangan matanya, juga dalam segala kata dan perbuatannya.

Lamunanku buyar saat Yunan menyodorkan sepotong kue ulang tahun ke hadapanku. Aku menerimanya dengan penuh senyum dan dengan sebuah janji, untuk terus menghadirkan lebih banyak lagi senyuman untuknya. Tentunya senyuman yang hangat, sehangat matahari pagi yang selalu hadir dari jendela kamar Yunan.

***

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get Discovered!

Antara Orang Kaya dengan Orang Banyak Duit

Dulu saya pikir ‘orang kaya’ ya orang yang banyak duit. Ya, meskipun kalau ditilik-tilik lagi yang banyak bukan cuma duitnya tapi juga rumah, aset, emas bla bla. Intinya kedua istilah itu sama kan?

Eh ternyata nggak juga lho!

‘Orang banyak duit’ bisa beli apa aja yang dia mau dengan uangnya itu. Bisa untuk kebahagiaan sesaat atau sekedar pamer dan eksistensi.

‘Orang kaya’ akan sangat perhitungan dengan pengeluaran yang sekiranya tidak diperlukan atau tidak akan membuat dirinya, keluarganya, dan usahanya lebih maju.

‘Orang banyak duit’ akan menunjukkan pada seisi dunia kalau memang dia kaya raya. Dan dia merasa orang lain perlu tahu akan hal itu.

‘Orang kaya’ sebisa mungkin akan tampil sederhana dan tak tampak seperti memiliki banyak uang karena ia ingin orang lain menghargainya atas prestasi dan perilakunya, bukan sekedar uangnya.

‘Orang banyak duit’ akan marah jika ada orang yang mengatakan dia miskin, tak mampu, atau tidak punya uang. Setelah itu, ia akan mati-matian membuktikan kalau perkataan itu salah dengan menunjukkan ‘kemampuan’ uangnya.

‘Orang kaya’ akan tersenyum dan berterima kasih kalau bisa dibilang miskin. Karena ia tahu, dengan demikian ia selalu diingatkan untuk tak berbuat hal yang sama (ngatain orang miskin) serta tak pantang menyerah dan terus berusaha.

‘Orang banyak duit’ akan bisa terbaca jelas perbedaan perilakunya saat memiliki uang dan saat tidak punya cukup uang. Bisa jadi karena menurutnya uang itu adalah ukuran kebahagiaannya.

‘Orang kaya’ akan menyimpan rapat-rapat masalah keuangannya. Ia tetap konsisten dengan sikap dan perilaku yang sopan dan santun saat berkelimpahan ataupun terlilit masalah.

‘Orang banyak duit’ akan mudah merasa iri dengan keberhasilan orang lain dalam memiliki materi dan jabatan tertentu. Mungkin juga karena ia merasa, harusnya dia lah yang nomer satu, alias tak terkalahkan.

‘Orang kaya’ akan memacu standar hidupnya dari keberhasilan usaha, pencapaian, dan kualitas hidup yang ia peroleh dari pengelolaan uangnya.

Intinya, ‘orang kaya’ lebih punya hati dibanding ‘orang banyak duit’.

Bingung?
Hehe…nggak perlu bingung.

Contohnya bisa kita lihat hampir tiap hari kok.
Kalau ada sebuah mobil mewah – yang harganya sama dengan harga beberapa rumah standar – lalu terlihat ada lemparan tissu atau bungkus permen ke jalan raya oleh si penumpang… Naah,itu contoh jelas ‘orang banyak duit’!

‘Orang kaya’ akan menjaga lingkungan, tahu tempat, dan pastinya nggak lupa beli tempat sampah yang bagus untuk mobilnya 🙂

Jadi berusahalah untuk jadi ‘orang kaya’ bukan sekedar ‘orang banyak duit’. Dan ingat, kaya itu bukan hanya masalah uang.

Money should be men’s bestfriend because it helps you to find the meaning of life: to be happy and to bring others happiness.

Air Sahabatku, Sahabatmu juga!

Namanya Air. Aku mengenalnya sejak kecil. Ia tak banyak bicara sehingga aku kemudian tak terlalu mengenalnya. Ia hanya berkata-kata dengan sikap dan penampilannya. Kadang sifatnya hangat, kadang sejuk, kadang ia sangat dingin. Ia bisa juga bersikap sangat tenang namun di lain kesempatan ia sangat deras dan menakutkan. Meski begitu, ia selalu berada di dekatku, walau kadang aku tak selalu menyadari keberadaannya.

Dan beberapa waktu lalu, kulihat ia mengamuk. Kuyakin kamu juga menyaksikannya. Ia menyapu seisi kota dengan segenap kekuatannya. Memang, ia sesekali pernah bersikap demikian. Namun, aku mencoba memberanikan diri bertanya padanya, mengapa sekarang ia lebih sering marah dan mengamuk?

Jawabannya sangat mengejutkanku.

Dalam keheningan, ia menjawab pertanyaanku. Dalam kesunyian, ia menjelaskan padaku mengapa semua ini bisa terjadi.

Air, yang kukenal sejak kecil itu, ia mengaku tak pernah sekalipun bermaksud untuk merusak. Ia hanya melakukan apa yang harus ia lakukan. Dalam lingkaran proses kehidupan dari Sang Khalik, ia mengalir dengan penuh semangat dari puncak-puncak pegunungan atau saat ia berhamburan dari angkasa berupa hujan yang ceria. Namun ia menemukan, lingkungan berubah! Semakin hari ia semakin kehilangan sahabatnya yang bernama Pohon. Menurutnya, Manusia mengambil sahabat-sahabatnya itu tanpa penjelasan. Para sahabatnya pun hilang begitu saja atau berganti dengan bangunan-bangunan luas dan menjulang, yang kemudian ia temukan tak mampu bekerja seperti Pohon. Air sangat kehilangan sahabatnya untuk melakukan pekerjaan keseimbangan lingkungan, meresapi tanah dan menyimpan air tanah. Dengan sedihnya, ia kemudian tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa terus mengalir dan mengalir.

Namun ceritanya belum selesai sampai di situ. Saat mengalirpun, Air mengalami kesusahan. Ia harus menerjang aneka barang yang berada di hadapannya. Entah dari mana datangnya barang-barang itu, semakin lama terus menumpuk dan semakin menghalangi. Sempat didengarnya, Manusia menyebut barang itu Sampah. Lagi-lagi, ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia terpaksa harus mencari jalan lain untuk bisa sampai pada tujuab akhirnya, ke laut. Itulah mengapa ia pun menerjang perkotaan, jalan, dan pemukiman warga. Aku tak punya jalan lain, jelasnya.

Air tak pernah marah dan juga tak pernah murka. Apa yang dilakukannya sebagai reaksi atas aksi yang kita lakukan. Kita! Ya, kita, yang ia sebut sebagai Manusia.

Lalu aku memejamkan mata. Sedih bercampur malu. Pantaskah kita bernama Manusia dengan tindakan-tindakan demikian?

Aku memandanginya. Air tersenyum padaku. Sayup-sayup kudengar lantunan syukur dan doa pada Sang Khalik. Semoga kami, Manusia yang berahklak ini, mampu berteman baik dengan Air dan para sahabatnya di jagad alam raya. Berikanlah kami sosok pemimpin yang terus-menerus menyemangati kami menjadi Manusia yang lebih manusiawi. Semua demi terciptanya lingkungan yang lebih baik.

Namanya Air. Aku mengenalnya sejak kecil. Kuyakin kau juga pasti mengenalnya. Ia memang tak banyak berkata-kata seperti kita. Tapi, ia adalah sahabatku. Ia sahabatmu juga. Dan kelak, ia akan menjadi sababat anak-cucu kita juga.

Ditulis dan digambarkan untuk Lomba Blog Blogger Peduli Lingkungan oleh WWF Indonesia dan Blog Detik.

Jangan Pakai Kacamata Kuda

Jangan pakai kacamata kuda!
Ya iya lah, siapa juga yang mau pakai kacamata kuda.
Tapi, hari ini, saya mengakui kalau selama ini saya telah memakai kacamata kuda ke mana-mana dalam hidup saya. Dan parahnya, saya baru menyadarinya sekarang. Ya, sekarang!

image

Saya menyadarinya ketika hari ini, saya mengikuti sebuah pelatihan penulis biografi yang digerakkan oleh Alberthiene Endah, penulis biografi kesohor itu. Selain Mbak AE, sapaan akrabnya, ada beberapa penulis yang berbagi kisah mereka. Semua sangat berkesan buat saya. Mereka tidak serta merta terlahir sebagai penulis sejak bayi, tapi perjalanan, perjuangan, pergolakan emosi dan perseteruan lainnya yang membawa nama mereka dikenal semua orang seperti sekarang ini.

Dan salah satu cerita yang cukup “menampar” saya adalah cerita Mbak Ollie Salsabeela. Dengan entengnya dia bilang kalau dia senang berbicara dengan orang asing, di mana pun ia temui. Alasannya karena mereka pasti punya story yang menarik.

Oke, saya setuju dengan pernyataanya itu. Tapi tunggu dulu…

Berapa banyak Ibu di dunia ini yang bilang pada anaknya, terutama anak perempuan “never talk to stranger” alias “jangan pernah ngomong sama orang yang nggak dikenal”??

Hampir semua! Termasuk Ibu saya.

Dan saya tidak bisa menyalahkan Ibu saya atau Ibu-ibu lain atas hal ini. Karena memang kenyataan memaksa para Ibu itu untuk mempunyai pemahaman demikian.

Coba, berapa banyak kasus penipuan, perampokan, penculikan, pemerkosaan bahkan sampai ke pembunuhan yang berawal dari “pembicaraan dengan orang asing”? Hampir setiap hari telinga dan mata kita dijejali dengan berita kriminalitas yang membuat bulu kuduk merinding. Mulai dari sekedar ditepuk lalu terhipnotis hingga diberi minuman dengan campuran macam-macam.

Hal-hal itu juga yang membuat saya akhirnya terpaksa menjadi orang yang egois dan jutek saat berada di tempat umum. Ditanya “jam berapa, Mbak?” jawabnya singkat dan tak berani memandang mata si penanya. Di atas bus ada yang tanya, “Mau ke mana, Mbak?”, kadang saya nggak berani menjawab. Diam sediam-diamnya. Takut. Ya, saya takut dengan segala kemungkinan yang dijejalkan ke pikiran saya sejak dulu.

Dan Mbak Ollie hari ini berhasil membuktikan kalau kacamata kuda itu sudah membatasi bahkan mungkin menutup pandangan mata saya selama ini. Tak jauh berbeda dengan seekor kuda yang sengaja dipasangi kacamata supaya pandangannya terarah lurus ke depan, supaya tidak berontak karena terganggu dengan hal-hal yang ada di sekitarnya.

Tapi saya kan bukan kuda! Jadi saya harus mencopot kacamata yang sudah terpasang tanpa saya sadari ini.

Kenyataan akan maraknya kriminalitas memang benar adanya. Namun kenyataan bahwa di sekitar kita ada banyak cerita menarik yang bisa memperkaya hidup kita itu jelas-jelas benar terbukti dan sungguh nyata.

Seperti yang terjadi sore ini. Dalam perjalanan pulang ke rumah, di bus saya duduk bersebelahan dengan seorang perempuan, membawa tas besar di tangan kanan dan ponsel kuning terang lengkap dengan earphone-nya di tangan kiri. Kesan pertama, aneh memang. Namun setengah jam kemudian, saya turun dari bus sebagai orang yang tahu jika ia merasa beruntung sebagai seorang TKW Malaysia dengan majikan yang super baik dan ia juga telah menyesali kebohongan-kebohongan yang ia lakukan pada majikan baiknya selama ini. Dan tentunya sekarang hidupnya lebih “nyaman” dan berwarna.

Coba kalau saya masih pakai kacamata kuda! Saya nggak pernah dapat cerita mengharukan seperti itu.

Alih-alih pakai kacamata kuda, saya mau ganti pakai kacamata manusia biasa. Kacamata baru saya saat ini bisa memperjelas pandangan saya terhadap apa yang ada di depan mata. Kacamata ini bisa membuat saya lebih waspada sekaligus juga mempertajam penglihatan saya.

My big thanks to Mbak Alberthiene Endah, Mbak Ollie Salsabeela, Mbak Connie, dan Mas Zulfikar. Thank you for the precious sharing 🙂

Yuk, Buat Pohon Angpao!

Gong Xi Fa Cai!
Aduuh, sebenernya ini late post banget! Tapi nggak apa-apa ya, semoga bisa diaplikasikan di tahun depan ATAU kalau mau buat sekarang bisa kok jadi hiasan di rumah 🙂

Awal ceritanya, sebelum Imlek tiba, Mama saya sempet tanya: pohon angpao yang kamu buat dulu mana?

Memang dulu saya pernah buat pohon angpao dari kawat, selotip hijau dan bunga plastik kecil-kecil. Semua dibeli di toko prakarya. Entah karena saya nggak paham cara penyimpanannya atau bagaimana, si pohon angpao ini berubah jadi lengket dan meliuk-liuk tak beraturan. Wah, nggak bisa dipakai lagi!

Akhirnya saya putuskan untuk buat lagi yang lebih baik.

image

Untuk membuat pohon angpao ala saya ini, bahan yang diperlukan antara lain:
– sedikit karton, untuk pola
– kertas warna pink/soft pink/merah
– batang bambu/ranting pohon
– pulpen hitam
– lem kertas
– lem tembak/lem lilin
– angpao ukuran mini
– pot
– media tanaman
– kantong kresek hitam
– batu kerikil kecil

Pertama, siapkan pola dari karton yang cukup tebal. Jiplak di kertas berwarna pink sejumlah yang diinginkan. Saya buat dua warna untuk gradasi, jadi saya pakai kertas Spectra warna pink cyber dan soft pink.

Dari pola yang di atas, tinggal ditekuk dan dilem dengan lem kertas biasa. Coret asal bagian dalam bunga dengan pulpen tinta hitam untuk kesan benang sari dan putik bunga.

Untuk batangnya, saya gunakan batang bambu mini yang sudah kering. Bersihkan dan dicat bening supaya tidak cepat rusak. Bisa juga gunakan ranting pohon lain, yang penting kuat dan tidak mudah rapuh, misal: ranting pohon rambutan atau jambu.

Untuk wadahnya, saya pakai pot tanaman biasa. Isian pot berupa media tanaman untuk adenium (kemboja jepang). Supaya tidak berceceran, masukkan media di dalam plastik terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam pot.

Nah sekarang tinggal menempel bunga-bunga di dahan pohon dengan menggunakan lem tembak. Atur posisi bunga agar seimbang komposisinya saat dipandang dari berbagai sudut.

image

Setelah selesai, atur di dalam pot dan hias dengan angpao. Rapikan plastik kresek denga mengguntingnya sedikit lebih lebar dari diameter pot. Tekuk kelebihan plastik ke arah dalam, tutupi dengan batu-batu kerikil kecil. Selesai!

Untuk menyimpannya, lepaskan angpao, cabut ranting lalu simpan di dalam kantong plastik. Sebisa mungkin simpan dalam posisi berdiri ya.

Oh ya…
Kita juga bisa lho buat hiasan ini dengan warna bunga lain sebagai hiasan di sudut rumah, merah, kuning, atau ungu. Pasti cantik!

Maaf ya, hasil akhir pohon angpao-nya nggak sempat di foto. Sudah keburu mejeng di salah satu meja di rumah Mama dan saya keasyikan menyantap makanan Imlek hehehe 🙂

Positifnya Si Positif

Pernah denger tentang saran untuk terus berpikir positif?
Atau malah bosan dengan kalimat-kalimat inspiratif yang selalu membujuk untuk berpikiran positif?

Masalahnya bukan kita tak bisa berpikiran postif, kadangkala lingkungan di sekitar yang tidak mendukung. Bukan begitu?

Ada saja orang-orang yang hobby bikin senewen sehingga niat berpikir positifpun meluap begitu saja. Pernah ngalamin kan?

Saya juga kok.
Ada beberapa orang yang malah sudah dicap kurang baik di dalam pikiran saya. Jadi apapun yang mereka lakukan, entah baik ataupun nggak, saya selalu menilainya nggak baik. Salah sih, memang! Tapi itu yang sudah terjadi di luar kesadaran saya.

Hingga suatu saat, saya membaca sebuah cerita tentang guru dan kentang. Dikisahkan, seorang guru meminta para mirid untuk membawa kentang dalam kantong plastik. Di kentang itu, mereka harus menuliskan nama-nama orang yang tidak mereka sukai. Satu nama untuk satu buah kentang. Jadi kalau ada lima orang yang tidak disukai, ya bawa 5 buah kentang.

Keesokan harinya, para murid hadir dengan membawa kentangnya masing-masing. Ada yang hanya membawa satu, ada yang tiga, bahkan ada yang membawa hingga tujuh buah kentang sekaligus. Sang guru meminta para murid membawa plastik berisi kentang itu ke manapun selama di sekolah, bahkan ke toilet sekalipun.

Hari-hari pertama, para murid tak bermasalah dengan tugas itu. Namun, setelah beberapa hari, mereka mulai mengeluh, terutama mereka yang membawa kentang lebih banyak. Tentunya lebih berat kan? Apalagi semakin lama kentang semakin membusuk dan mengeluarkan aroma tak sedap. Tapi mereka tak berani komplain kepada guru.

Akhirnya tugas selama satu minggupun selesai. Mereka menghela lega dan bersorak gembira. Kemudian sang guru pun menjelaskan makna di balik tugas tersebut.

Ternyata menyimpan kekesalan, kebencian, dendam, atau apapun itu namanya, sudah pasti merugikan diri sendiri. Memangnya nama-nama orang yang ditulis di atas kentang yang merasakan beratnya membawa kentang kemana-mana? Apa mereka juga yang mencium aroma kentang busuk? Nggak kan? Kita sendiri!!

Sama saja!
Pikiran buruk, kebencian, rasa dendam dan pikiran negatif lainnya itu hanya membebani diri sendiri. Semakin banyak pikiran buruk yang kita simpan di hati dan pikiran, semakin kita menderita. Sadar atau tidak sadar, kita harus akui itu!

Lantas bagaimana?

Buang kentang-kentang itu busuk itu!!

Kita tak perlu mengorbankan pikiran dan tenaga kita yang terlalu berharga untuk hal-hal yang jelas-jelas akan merugikan diri sendiri. Jika memang oranglain melakukan hal yang buruk, ingatkanlah baik-baik. Jika mereka sadar, bersyukurlah. Jika tidak, itu urusan Yang Di atas. Urusan kita adalah tetap melakukan yang terbaik.

Jadi, mulailah membuang kentang-kentang busuk yang selama ini kita bawa. Kalau suatu saat “tergoda” untuk memiliki kentang baru, coba pejamkan mata, tarik napas dalam beberapa kali, bayangkan hal-hal yang membuat kita gembira (pacar, anak, suami, istri, bunga, pantai, makanan,dsb) lalu tersenyum. Coba ya?

Good luck! 🙂

Ingin hidup Anda lebih positif? Sederhana saja, jangan biarkan hal negatif menghampiri.

Pekan Kondom 2013: Efektifkah?

image

Hari AIDS tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya para aktivis menggelar demo damai mengkampanyekan bahaya HIV/AIDS sekaligus mengedukasikan kembali tentang penyakit itu.

Namun kali ini, agak nyeleneh. Kementerian Kesehatan sendiri menggelar sebuah hajatan bernama Pekan Kondom 2013. Sesuai namanya, selama 7 hari mulai 01- 07 Desember 2013, entah berapa banyak kondom dibagikan kepada masyarakat. Usul punya usul, katanya hajatan ini katanya bertujuan untuk menyadarkan dan mensosialisakan masyarakat tentang bahaya penyakit  HIV/AIDS. Lucunya lagi, para pelajar dan mahasiswa juga menjadi target pembagian kondom ini.

image

Sejak dipromosikan, hajatan ini langsung banyak menuai protes, mulai dari sekedar status di media sosial hingga petisi via pengumpulan tanda tangan untuk menolaknya.

Menurut saya, Kementerian Kesehatan terlalu terburu-buru melakukan pekan kondom ini. Kenapa?
Karena tidak ada “persiapan” sama sekali.

Persiapan apa?

Begini….
Kita tidak bisa menyamakan diri dengan masyarakat di belahan dunia lain yang menganut budaya ‘sedikit’ berbeda dengan budaya timur kita. Kalau di negara lain, kegiatan ini mungkin sah-sah saja tapi di Indonesia?

Masalahnya bukan hanya karena kita berbudaya timur. Ingat, pemahaman seks di negara kita itu masih jauh dari kewajaran alias tidak pada tempatnya. Di satu sisi, seks dianggap tabu untuk dibicarakan. Tapi disisi lain, tak ada hukum dan aparat yang tegas untuk seks yang dibiniskan.

Anak-anak muda kita tidak punya bekal yang memadai tentang pendidikan seks yang sehat. Sama sekali tidak ada. Jadi jangan salahkan mereka saat mereka mencoba ‘mencari tahu’ dengan versinya sendiri, sehingga muncullah aksi pemerkosaan anak di bawah umur, video/foto mesum anak sekolahan, dsb. Lha nggak perna ada yang mengedukasi dengan benar?

Coba bayangkan?
Diajarkan yang benar, nggak pernah (alasannya tabu, masih kecil, bla bla)…
Mereka cari tahu sendiri lewat website porno dsb, dimarahi habis-habisan oleh orangtua atau guru….
Begitu akhirnya kebablasan (terjadi perkosaan, seks bebas, atau hamil), dihukum secara sosial….

Lha lantas maunya apa?

Kita tidak boleh lupa, zaman terus bergerak, anak-anak muda sekarang tidak bisa disamakan dengan anak-anak masa dulu yang lebih nurut dan nrimo dengan apapun yang diucapkan orangtua atau guru. Mereka semakin kritis. Akses teknologi pun semakin mudah.

Itulah sebabnya pendidikan seks yang sehat wajib mereka peroleh. Dengan begitu, generasi muda paham dengan sisi positif dan negatif seks dan tentunya kaitannya dengan agama. Dan ini harus dilakukan oleh semua pihak, mulai dari orangtua, sekolah, masyarakat, dan juga pemerintah.

Di sisi yang lain, masih banyak pemahaman keliru mengenai penyakit HIV/AIDS di masyarakat. Penderita HIV/AIDS punya cap negatif dan dikucilkan karena dianggap terkena “penyakit berdosa”. Padahal penularan penyakit ini bukan hanya dari aktivitas seks. Nah, edukasi seperti ini yang semestinya kembali digerakkan di tanggal 1 Desember ketimbang sekedar membagi-bagikan kondom ke pelajar tanpa persiapan apa-apa.

Jadi, selama Pekan Kondom 2013 ini berlangsung, saya mau titip salam untuk siapapun di balik hajatan bagi-bagi kondom ini, bahwa pola pikir masyarakat tentang seks ini sudah terbentuk dengan kaku sekian lama. Perlu tahapan edukasi yang perlahan namun progresif untuk membentuknya menjadi pola pikir yang benar.

Sadarkah Anda?
Anda bagi-bagi kondom ke pelajar, terus mereka “praktek” dan ketahuan oleh guru (atau kemudian hamil di luar nikah). Setelah itu, si anak diskors/dikeluarkan dari sekolah, diberitakan seatero negeri, dikucilkan keluarga dsb.

Itulah yang akan terjadi karena Anda memberi “alat” tanpa mengedukasi “buku panduannya”.

Semoga generasi muda Indonesia bisa berpikir lebih jernih dibanding para pemerintah.

Pendidikan Iklan

Sebetulnya saya bukan tipe orang yang suka menonton tv. Selain, menurut saya acara-acara yang ditayangkan kurang representatif, terlalu banyak iklan daripada acaranya, plus saya tipe yang gampang ngantuk kalau kelamaan duduk di sofa 😀

Ngomong-ngomong soal iklan, ada satu hal yang menggelitik saya. Beberapa hari sempat kurang enak badan, saya jadinya “terpaksa” nonton tv lebih banyak dibanding biasanya. Selain saya jadi tahu aneka jenis acara yang berkualitas di stasiun tv tertentu, saya juga jadi tahu iklan-iklan yang nyeleneh.

Bagi saya yang buta masalah ilmu periklanan, iklan-iklan yang disiarkan hanya fokus pada penjualan produk semata. Kadang hal-hal seperti psikologi keluarga/anak, ajaran moral, atau pendidikan informal malah dilupakan. Entah ya saya yang perfeksionis atau bagaimana.

Ini beberapa contoh iklan yang saya ingat:

Iklan situs jual beli, ada dua jenis iklan di mana seorang istri ditampilkan sebagai sosok yang ogah rugi. Sang istri maunya jual barang milik suaminya dan uangnya harus menjadi miliknya. Di mana ajaran tentang kekompakan atau pengertian suami istri dalam mengelola keuangan rumah tangga?

Ada lagi yang lebih parah yaitu iklan oli sepeda motor. Di dalam iklan si wanita sangat “buas” dengan pacarnya sehingga dari awal hingga akhir iklan dia hanya memarahi pacarnya. Apa yang mau disampaikan?

Ada lagi iklan (saya lupa produknya) yang dengan bangga menampilkan kesengitan antar tetangga. Seolah-olah itu adalah hal yang wajar dan biasa.

Karena saya concern pada bidang makanan, iklan makanan juga saya perhatikan. Dan saya hanya geleng-geleng kepala melihat bagaimana seorang ibu dengan bangganya memberikan anaknya hasil masakannya yang murni pakai MSG setiap hari. Setiap hari! Bahkan untuk makanan sederhana seperti telur mata sapi pun pakai MSG supaya mantap katanya.
Padahal semua orang tahu ya bahaya MSG apalagi untuk anak-anak…

Ada juga beberapa iklan yang kadang membuat saya (atau juga Anda, mungkin) mengernyit heran karena tidak mengerti, atau kadang berlebihan. Kata ponakan saya sih lebay.

Yaa…saran saya sih, kalau bisa… Iklan itu tidak hanya sekedar ajang promosi sebuah produk, namun juga membawa sebuah misi yang ingin disampaikan. Sebuah pendidikan terselubung yang bisa menularkan hal baik kepada para penontonnya. Bukankah jaman sekarang gampang sekali orang-orang terpengaruh dengan iklan??

Isilah iklan dengan ajaran-ajaran adat ketimuran kita seperti ibadah keluarga, rasa hormat dan menghargai antar suami istri, kerukunan tetangga, kekompakkan adik kakak, kepedulian tentang orang yang lebih membutuhkan, kesopanan terhadap orangtua, dan masih banyak lagi hal-hal yang baik lainnya di dunia ini.

Kalau bisa titip pesan sama pihak-pihak yang berwenang membuat iklan, mengedit dan menampilkan iklan, coba deh mulai sekarang jangan hanya memikirkan iklan yang ajaib dan canggih saja tapi juga memiliki pesan mulia. Saya rasa masyarakat lebih bisa menghargai yang demikian 🙂

Resolusi Tahun Baru

Hari ini adalah hari pertama di tahun 2013. Semalam semua orang di belahan dunia sibuk menyambutnya dengan terompet, kembang api, petasan, bakar ayam/ikan/jagung, dsb.
Menyenangkan sekali bisa melihat semua orang serasa lupa akan semua beban hidup selama ini..untuk malam itu saja 🙂

Tapi hidup tak berhenti sampai di situ saja. Justru hidup baru saja dimulai. Kalau minggu-minggu lalu mulai ramai istilah “resolusi”, maka hari ini adalah hari pertama mewujudkan resolusi jadi kenyataan.

Ngomong-ngomong tentang resolusi, dulu saya adalah pembuat resolusi sejati. Tiap akhir tahun, saya akan cari sebuah agenda, saya tulis resolusi saya di halaman pertama agenda itu. Begitu setiap tahun, sampai saya akhirnya punya banyak agenda yang lebih banyak lembaran kosongnya daripada yang terisi.

Dan itu sama sekali tidak benar!

Akhirnya dua tahun lalu, saya memutuskan untuk tidak lagi menjadi sekedar pembuat resolusi saja. Saya nggak beli agenda lagi. Saya merasa menjalani hari demi hari dengan sebaik-baiknya akan lebih berguna dibanding rangkaian klise resolusi yang hanya sekedar kata-kata.

Dan saya pikir semua akan berjalan lebih baik. Ternyata tidak!

Saya justru keenakan, kebablasan, keasyikan atau apa lagi yang artinya kurang lebih sama. Dan untungnya Tuhan menyadarkan saya lewat berbagai peristiwa yang terjadi.

Bukan resolusinya yang salah.
Bukan agendanya yang salah.
Tapi cara saya memandang resolusi yang keliru.

Resolusi saya anggap sebagai sebuah cita-cita yang saya impikan sejak kecil. Saya rajin ke sekolah setiap hari tapi saya tidak pernah kerjakan PR, tidak pernah mengulang pelajaran di rumah, tidak juga baca buku lain sebagai referensi tambahan. Jangankan mencapai cita-cita…naik kelas aja nggak.

Jadi bukan resolusinya yang saya ganti atau saya abaikan namun saya yang harus merubah diri saya sendiri.

Saya harus tahu persis hal apa yang ingin saya capai. Bukan hanya masalah uang, kesuksesan, ataupun ketenaran. Lebih pada pembelajaran.

Ya, cita-cita saya adalah pembelajaran. Bukan menjadi yang terbaik tapi belajar jadi lebih baik. Dengan begitu, saya tahu langkah-langkah kecil yang harus saya lakukan hari demi hari sesuai kemampuan saya. Dengan begitu juga, saya tahu kapan saya harus mengulur dan meregang otot dalam proses pembelajaran itu. Dan terakhir, saya jadi tahu dalam perjalanannya apakah yang saya pelajari sesuai atau tidak dengan kehendak Tuhan.

Dan Tahun Baru ini, aku tidak beli agenda baru. Tidak juga menggunakan agenda lama yang masih banyak kosongnya. Saya mencatatnya di dalam handphone yang tiap saat bisa saya baca. Saya juga mencatatnya di dalam hati supaya tiap saat saya bisa mengingatnya.

Resolusi saya bukan menjadi yang terbaik tapi belajar menjadi lebih baik 🙂

Selamay Tahun Baru 2013, Sahabat!
Mari kita terus belajar… 🙂

Origami Christmas Tree

Merry Christmas!! 🙂

Natal itu identik dengan pohon natal ya, berupa pohon cemara yang dihias dengan hiasan warna-warni, lampu, atau kapas sebagai pengganti salju.

Hmm…menurut saya itu biasa. Saya kepingin buat sesuatu yang lain dari yang lain. Sejak natal tahun kemarin, suami membuatkan saya “pohon natal” yang unik. Dari kawat yang diliukan dan digabung menjadi satu. Hiasannya tinggal digantung di ujungnya.

Tahun lalu, saya buat sendiri ornamennya dengan tema kain flanel. Nah, tahun ini temanya adalah…origami!!

Yaa…sejak dua minggu sebelum natal, saya sudah beli kertas origami dan belajar membuat hiasan natal. Hmm..gak se-perfect yang mahir sih. Tapi saya puasss :))

Hiasannya sebenarnya simpel, saya hanya buat bintang, cicada, windmill, kaus kaki, wreath, dan mistletoe. Variasi warna saja deh!

image

Nih dia pohon natal buatan kami berdua 🙂

image

Kalau yang ini, ceritanya Christmast Mistletoe 🙂

image

Dan yang ini Christmas Wreath yang digantung di speaker TV kiri kanan 🙂

image

Terakhir…Little Christmas Wreath sebagai hiasan di toples kue 🙂

image

Hmm…tahun depan temanya apa ya?? 🙂

Menjadi Sobat Bumi ala Ibu Rumah Tangga

Beberapa tahun belakangan ini, sudah banyak bermunculan kelompok ataupun komunitas cinta lingkungan yang ramai mengkampayekan gaya hidup yang lebih menyatu kepada alam. Dan responnya pun sangat positif.Termasuk saya! 🙂

Apakah saya seorang aktivis? Oh bukan! Saya hanya seorang ibu rumah tangga!

Sebagai seorang ibu rumah tangga, justru banyak sekali hal-hal kecil yang bisa diperbaiki untuk menghemat energi dan menjaga lingkungan di segala penjuru ruang di dalam rumah.

Bukankah sesuatu yang besar diawali dengan sebuah perbuatan kecil? 🙂

Sobat Bumi di Dapur
Dapur adalah area kekuasaan ibu rumah tangga yang paling utama. Dan di sini juga banyak hal yang bisa saya lakukan untuk menghemat energi dan menjaga lingkungan:

1. Matikan kompor ketika masakan sudah matang. Jangan sampai kelewatan. Pasang weker (timer) bila perlu.
2. Jangan buang air cucian sayur, daging, atau beras. Tampung di wadah ember dan gunakan untuk menyiram tanaman di halaman. Selain menghemat air, air cucian ini juga mengandung banyak nutrisi untuk tanaman.
3. Saat belanja di tukan sayur, saya coba minta kepada si penjual untuk  mengganti penggunaan plastik untuk membungkus sayuran (tomat, cabe, bawang, dll) dg kertas. Jangan terlalu khawatir dengan higienitasnya, nanti sebelum dimasak semua itu dicuci kan? 🙂
4. Untuk sampah dapur, jika memungkinkan ganti kantong sampah plastik dengan kertas koran.
5. Kurangi pemakaian minyak goreng dengan membatasi menu gorengan. Dengan memilih menu yang ditumis, dikukus, direbus, atau dibakar, kita sudah mengurangi limbah minyak goreng kotor.
6. Matikan rice cooker atau magic jar jika nasi sudah matang. Kita bisa menyalakan kembali kalau perlu memanaskan nasi sesaat sebelum makan. Kalau kedua alat itu dibiarkan menyala seharian penuh, konsumsi listriknya sangat tinggi.
7. Belajar mencuci piring dengan kran air yang dibuka separuh dari biasanya. Mungkin pertama-tama kurang terbiasa. Tapi lama-lama, saya sadar bahwa ternyata kran tak perlu dibuka full koq 🙂

Sobat Bumi di Ruangan Lain
Dari dapur, saya beralih ke ruangan lainnya seperti ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, dan kamar mandi.

Saya membiasakan tiap pagi membuka lebar semua pintu dan jendela (buka tirai jendela bila tak memungkinkan). Selain udara segar, sinar matahari pun masuk. Dengan demikian di siang hari saya hampir tak pernah menyalakan lampu di dalam ruangan.

Sobat Bumi di Halaman
Saya pikir tiap rumah harus punya halaman rumah. Tak perlu halaman yang luas, yang penting bisa ditanami beberapa tanaman untuk penghijauan mini, bisa di dalam pot dan disusun vertikal untuk efisiensi ruang.

Kalau kebetulan Anda memiliki halaman yang cukup luas, jangan lupa buat resapan air untuk menjaga air tanah di lingkungan kita.

Saya juga menempatkan beberapa tanaman sansiviera (lidah mertua) di dalam ruangan. Selain perawatannya yang tidak merepotkan, sansiviera ini bisa menyerap polusi dan radiasi dari alat-alat elektronik.

Nah, di musim pancaroba di mana hujan dan panas masih bergantian seperti sekarang ini, saya menampung air hujan untuk menyiram tanaman di saat tidak hujan. Hemat air kan? 🙂

Itulah yang saya lakukan sebagai usaha seorang ibu rumah tangga untuk menjadi sobat bumi. Mungkin tidak terlalu signifikan untuk bumi. Namun saya yakin, apabila semua ibu rumah tangga juga mencoba belajar menjadi sobat bumi dengan mengubah kebiasaan-kebiasaan kecilnya, bumi pasti bisa tersenyum lebih lebar 🙂

image

Malaikat Tuhan

Jakarta, 25 Nov 2012

Siang itu agak berbeda dari siang-siang sebelumnya. Biasanya langit sudah berubah menjadi gelap dan kemudian hujan. Sudah menjadi hal yang rutin belakangan ini kalau menjelang sore pasti turun hujan.

Namun, seolah menghapus keraguan saya, Tuhan mencerahkan hari itu. Sangat-sangat cerah. Begitu cerahnya hingga saya dan beberapa teman baru dari Blood for Life Action Indonesia (BFL Act) dengan lancar dan mudah bisa tiba di Panti Tuna Ganda Palsi Gunung, Depok.

Disebut Tuna Ganda karena di panti ini, penghuninya adalah saudara-saudara kita yang memiliki kekurangan ganda (lebih dari satu). Mayoritas adalah remaja dan orang dewasa, tapi ada juga beberapa balita.

Saat kaki ini memasuki halamannya, terasa begitu sejuk dan tenang. Damai sekali.

Saya sangat speechless menyaksikan mereka. Mata ini mau menangis tapi tidak bisa. Bibir ini mau berkata tapi tak bisa. Yang ada, saya hanya memandangi mereka lekat-lekat dan tersenyum.

Sempat ada beberapa pertanyaan yang saya coba lontarkan. Mereka mungkin tak menjawab, hanya pandangan mata, sebuah senyuman, tawa atau bahkan sebuah rintihan dan jeritan.

Berdiri di sana tidaklah membuat saya bangga atau merasa hebat. Justru saya merasa sangat kecil dan kerdil di tengah-tengah mereka. Dengan semua yang saat ini saya miliki, yang kadang saya masih saja merasa kurang, saya seperti tertampar telak di wajah.

Melihat kepolosan dan ketidakberdayaan mereka, saya bisa melihat dengan jelas semangat mereka. Senyum-senyum itu tak pernah lepas dari bibir mereka meski seumur hidup harus berbaring di tempat tidur.

Ya Tuhan, sungguh aku melihatMu di mata mereka. Tuhan tidaklah selalu identik dengan besar, agung, dan kuat. Tuhan juga hadir di dalam mereka yang lemah, tersingkirkan, dan teraniaya.

Ijinkan aku selalu mendampingiMu ya, Tuhan…

Terima kasih ya, saudaraku. Beberapa jam bersama kalian sudah membuatku sungguh sangat bahagia :’)

Niat hati kepingin ambil foto sebanyak-banyaknya, tapi begitu di sana yang ada sibuk dengan mereka. Jadi saya hanya punya sedikit foto.

Ini Yayu, gadis kecil yang cantik, sukanya di foto pakai hp atau kamera dan hasilnya harus langsung diperlihatkan ke dia 🙂

Di belakangnya ada Maman, yang katanya paling centil dan punya stok biskuit yang banyak. Berniat kepingin beli iPad dengan uangnya yang 5ribu 🙂

image

Kalau yang ini Mbak Ratri, terkenal dengan wanita paling lengkap peralatan make up nya. Cantik banget 🙂

image

Kalau mau lihat seperti apa wujud malaikat Tuhan, yaa mereka ini :’)

Cepat Tua

Perempuan mana sih yang kepengen cepet tua? Gak ada kan? Yang ada kepengen kelihatan mudaaa terus. Itulah sebabnya, bisnis di bidang kecantikan terus berkembang pesat. Baik yang berupa perawatan kecantikan, dekoratif (make up untuk menutupi usia), sampai pada perombakan kecantikan alias operasi.

Sejak dulu, jujur, saya termasuk orang yang tidak terlalu takut untuk menjadi tua. Bukannya sombong yaa… 🙂
Tapi memang benar kok.

Saya melihat banyak hal yang menyenangkan dengan menjadi tambah tua. Kondisi di sekitar saya memang mendukung saya untuk tidak takut dengan usia tua. Ya iya lah, kenapa harus takut?

Tambah tua itu berarti tambah pengalaman, tambah pelajaran hidup, tambah bijaksana, tambah luas wawasannya, dan tambah-tambah yang lainnya, termasuk tambah loyo dan tambah keriput 🙂

Namun beberapa hari belakangan ini, saya melihat suatu pandangan lain tentang semakin bertambah tua.
Ternyata, faktor yang membuat orang cepat menjadi tua itu bukan hanya dari faktor luar seperti polusi, sinar matahari, makanan yang kita konsumsi, atau gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok ataupun minum minuman keras. Faktor internal ternyata membuat kita lebih cepat tua dibanding hal-hal yang tadi saya sebutkan.

Faktor internal itu adalah semua perasaan dan pikiran yang ada di dalam tubuh kita terutama perasaan dan pikiran yang negatif, seperti rasa iri hati pada orang lain, dendam, tak bisa memaafkan, angkuh, tak menganggap orang lain lebih baik, dan sebagainya.

Mungkin saat memiliki perasaan dan pikiran semacam itu, kita merasa puas dan bangga karena memang orang lain layak menerima perlakuan demikian. Tapi tanpa sadar kita membuat sendiri garis kerutan di wajah kita, menahan peredaran darah segar ke otak, mempercepat detak jantung, meningkatkan rasa gelisah, dan mengotori kesucian otak.

Hasilnya??

Kita sendiri yang merasakan dampaknya. Tubuh kita semakin cepat tua dari yang seharusnya. Bukan hanya dari penampilan luar tapi juga dari dalam.

Jadi…tak usah repot-repot membuang uang untuk perawatan kecatikan yang harganya selangit kalau di dalam hati masih ada rasa dendam. Percuma.

Tak usah mengambil alih tugas Tuhan untuk menghakimi orang lain. Urusi saja diri sendiri dengan tetap melakukan yang terbaik dan tetaplah berpikir positif. Dengan begitu, kita tetap saja sih tambah tua…tapi tentunya tua yang berkualitas dan sewajarnya 🙂

Inovasi Produk Deposito Internet Banking untuk Masyarakat Lebih Mandiri

Sudah hampir dua tahun ini, saya mengelola bisnis kuliner berupa toko online. Saya benar-benar merasakan proses membangun usaha dari nol. Mulai dari proses pembelian, produksi, promosi, sampai keuangan ditangani sendiri.

Tapi justru dari proses inilah saya banyak belajar dari aneka kejadian selama menjalani usaha ini. Termasuk juga belajar menabung.

Bicara soal menabung, saya punya satu cerita menarik di mana saya kemudian menemukan satu alternatif simpanan yang terbaik.

Dari penghasilan usaha online ini, saya harus alokasikan sebagian pendapatan untuk proses promosi dan perputaran barang di periode selanjutnya, sebagian lagi tentunya harus disimpan. Namun penyakitnya tabungan adalah mudah menyetor, mudah pula menarik dana. Apalagi dengan berbagai fasilitas seperti ATM yang mudah ditemui di mana saja, kemudahan traksaksi debit di merchant (toko) mana saja. Akibatnya menabung bocor di sana-sini.

Akhirnya saya mulai melirik simpanan dalam bentuk deposito. Selain sifatnya yang dibatasi oleh periode waktu deposito, suku bunganya juga lebih tinggi dari simpanan berupa tabungan biasa.

Tapi sayang…hampir semua bank memiliki persyaratan untuk angka penempatan dana deposito yang cukup tinggi. Rata-rata Rp. 10 juta minimal penempatannya.

Yaa..bagi saya yang baru memulai usaha seperti ini, tabungan pendapatan usaha belum sampai di level angka itu.

Untungnya ada Bank Mandiri. Bank Mandiri berbeda dengan bank-bank lainnya. Selain produk deposito yang umum dengan minimal penempatan Rp. 10 juta, Bank Mandiri juga menawarkan satu kemudahan bagi nasabahnya berupa e-deposito.

E-deposito itu tidak jauh berbeda dengan produk deposito pada umumnya. Justru lebih banyak kemudahan yang ditawarkan. Antara lain:

1. Nasabah bisa membuka sendiri deposito tanpa harus datang ke bank.

2. Nasabah bisa mengatur sendiri penempatan deposito yang diinginkan, seperti jenis deposito, periode, sampai proses pembatalannya.

3. Nasabah bisa membuka lebih dari satu rekening tanpa ada batasan.

4. Minimal penempatan dananya hanya Rp. 1 juta.

Caranya pun sangat mudah. Sebagai nasabah Bank Mandiri, kita tinggal mendaftar untuk fasilitas Internet Banking dan Token. Selanjutnya kita bisa membuka simpanan deposito via Internet Banking di mana saja dengan mudah.

image

Langkah-langkah pembukaan deposito di Internet Banking juga mudah, sungguh bisa dipahami dengan baik oleh siapa saja.

Hebat kan deposito Bank Mandiri?

Itu belum seberapa. Tingkat suku bunga deposito yang dibuka di Internet Banking juga sama dengan deposito pada umumnya, tidak ada perbedaan.

Menurut saya, produk deposito Bank Mandiri ini sungguh merupakan inovasi yang memudahkan nasabah sekaligus mengajarkan sikap mandiri.

Nasabah bisa dengan mudah dan leluasa membuka sendiri simpanan depositonya tanpa harus repot-repot datang ke bank atau mengantri cukup panjang di dalam bank. Nasabah juga secara mandiri dididik untuk mampu menentukan jenis simpanan sesuai kebutuhannya.

Tentu saja, sebagai nasabah, saya jelas terbantu. Fasilitas ini membuat saya tidak bergantung dengan layanan customer service di Bank Mandiri. Tentu saja, jika kita mengalami kendala, Bank Mandiri siap membantu dengan Layanan Contact Centernya di 14000 atau (021) 52997777 atau Twitter @bankmandiri atau Facebook Bank Mandiri.

Di usianya yang memasuki ke 14 tahun, Bank Mandiri pun sangat concern dengan kemandirian generasi muda. Lihat saja, kini sedang berlangsung Penghargaan Mandiri Young Technopreneur 2012 yaitu penghargaan bagi kaum muda yang mandiri dalam berwirausaha dan memiliki inovasi teknologi yang tepat guna untuk kesejahteraan rakyat. Dua jempol deh untuk Bank Mandiri!

Itulah pengalaman pribadi saya. Bank Mandiri bisa mengajari saya untuk bisa mengatur keuangan bisnis dan keluarga dengan mudah sekaligus mendidik saya jadi nasabah mandiri. Saya yakin banyak nasabah merasakan hal yang sama.

Sebagai nasabah, kita memang kadang ingin selalu dilayani. Tapi kalau bisa menjadi nasabah mandiri, kenapa tidak?? 🙂

image

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Bank Mandiri dalam rangka memperingati HUT Bank Mandiri ke-14.
Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.

Berkebun vs Kulit Cantik

Di dalam tiap profil akun sosial media ataupun blog, saya seringkali menulis “passionate in cooking and gardening”.

Ya, itu bukan sekedar kalimat ajaib untuk keren-kerenan. Tapi memang itulah adanya.

Saya amat bersyukur karena almh. Ibu Mertua “mewariskan” aneka macam tanaman dan juga cara merawat tanaman-tanaman itu. Tak tanggung-tanggung, tanaman di rumah saat ini bukan hanya satu dua jenis, tapi banyaaaak sekali. Mulai dari tanaman bunga-bungaan seperti anggrek, teratai, cangkir mas, soka, lolipop, kamboja jepang, sampai tanaman buah-buahan seperti mangga, jambu, rambutan.

image

Awalnya saya sangat excited dengan semua itu. Senang sekali menyaksikan tanaman tumbuh sehat, berbunga cantik, atau berbuah lebat. Tapi terbayang kan merawat semua itu. Apalagi saya tidak dibantu asisten sama sekali.

Masalah capek, saya rasa itu bukan masalah. Yang saya khawatirkan justru bahayanya sinar ultraviolet yang “membakar” kulit saya selama berkebun. Meski saya rutin memakai body lotion ataupun tabir surya, saya merasa itu belum maksimal dalam merawat kulit. Kadangkala kulit masih terasa kering dan agak kusam.

Nah, belum lama ini saya lihat iklan varian baru dari Citra Body Lotion. Namanya Citra Night Whitening Lotion. Sesuai namanya, Citra baru ini memang khusus untuk perawatan kulit tubuh malam hari.

Jujur, saya memang hampir tidak pernah memakai body lotion setelah mandi malam atau saat menjelang tidur. Saya pikir toh gak ngapa-ngapain lagi, tidak kena matahari, debu, atau polusi. Malah khawatir takut lengket dan terasa gerah saat tidur.

Waah…ternyata saya salah besar. Justru malam hari adalah saat terbaik bagi kulit untuk melakukan proses regenerasi kulit alias memperbaiki sel-sel kulit baru. Dan proses regenerasi itu tidak akan berlangsung optimal apabila kulit tidak dinutrisi dengan baik, atau saat kulit malah mengalami dehidrasi. Kalau siang hari kita bisa minum sebanyak-banyaknya untuk mencukupi kebutuhan air buat tubuh dan kulit, tapi kalau malam kan tidak. Ditambah lagi kamar saya semalaman full AC. Duh, kebayang kan menderitanya kulitku setiap malam 😦

Nah, apalagi di saat siang sering terpapar sinar matahari, debu, juga asap polusi. Kulit tubuh ini sudah banyak sekali terkontaminasi. Maka dari itu, malam harinya sangat perlu nutrisi untuk “membayar” itu semua.

Tanpa ragu, saya coba Citra Night Whitening Lotion. Aromanya lembut, wanginya menenangkan banget. Saya langsung suka. Dan tidak perlu khawatir, Citra Night Whitening Lotion ini cepat meresap, ringan, dan sama sekali tidak memberikan kesan lengket atau gerah sepanjang malam.

Hasilnya, tiap kali bangun pagi kulitku rasanya lebih halus, lebih kenyal, dan lebih lembab. Tampak lebih muda gitu deh 🙂

Ternyata itu semua karena kandungan bahan alami berkhasiat, yaitu minyak biji anggur dan mulberry yang ada di dalam Citra Night Whitening Lotion. Biji anggur, yang selama ini sering dibuang kalau saya makan anggur, ternyata punya banyak khasiat. Minyak biji anggur ini memiliki kandungan yang mengalahkan vitamin C untuk mencerahkan kulit. Minyak biji anggur ternyata juga berperan sebagai anti aging, mencegah timbulnya kerutan di kulit akibat terpapar sinar matahari terus-menerus, seperti saya. Dan pastinya minyak biji anggur juga bersifat melembabkan dan menyegarkan. Duh, gak nyangka ya?

Sedangkan mulberry, buah mungil yang cantik ini adalah zat anti iritan untuk mencerahkan kulit. Ia berperan dalam mengurangi enzim tyrosinase sehingga mencegah iritasi. Jadi secara alami mencerahkan kulit tanpa menyebabkan iritasi sedikitpun. Wuih keren kan?

Citra pengertian banget deh! Sambil tidur nyenyak, tidak terasa saya sudah bisa menutrisi dan merawat kulit dengan begitu mudahnya.

Wah, saya jadi tambah semangat untuk berkebun dan merawat semua tanaman saya. Saya tak lagi khawatir kulit saya kurang terlindungi atau kurang ternutrisi. Semua itu karena rangkaian Citra Body Lotion. Siang hari saya pakai Citra Pearly White UV dengan perlindungann UVA dan UVB untuk kulit tampak putih berkilau. Sementara malam hari, perawatan disempurnakan dengan Citra Night Whitening untuk meremajakan kulitku. Benar-benar sempurna!

image

Senangnya punya kulit sehat dan cantik dengan begitu mudahnya 🙂

“Yuk, kita kunjungi jugaRumah Cantik Citra untuk mendapatkan tips, informasi,serta perawatan kulit cantik.”

Cerita Cantik bersama Sang Mama

Bicara tentang kosmetik, saya punya sebuah cerita.

Sejak kecil, sebagai seorang anak perempuan, saya belajar merawat diri dari Mama.
Kebetulan, Mama saya itu termasuk wanita yang pintar berdandan. Meski tidak bepergian, tiap pagi beliau tetap merias wajahnya dengan kosmetik ringan dan tipis. Ketika saya beranjak dewasa, saya menanyakan alasannya kepada beliau. Katanya semua demi Papa. Seorang istri sebaiknya tampil segar dan cantik demi suami meski hanya di rumah saja 🙂

Dan semakin saya dewasa, Mama pun mengajari saya merias diri. Beliau memilihkan kosmetikperawatan dan juga kosmetik dekoratif. Meski awalnya saya agak tomboy dan agak malu berdandan, tapi Mama tidak pernah memaksakan. Semua berjalan begitu natural. Hingga saya pun sampai tidak sadar makin lama saya tidak lagi malu merias diri.

Nah, berhubung saya belajar semuanya dari Mama, jenis dan merk kosmetik yang saya pakai pun semuanya dari Mama. Saya kurang paham dengan merk kosmetik lainnya. Kalaupun tahu, saya tidak berani mencoba. Bukannya takut tidak cocok di kulit. Tapi justru takut kalau cocok! Masalahnya harga kosmetik yang saya lihat di majalah-majalah itu muahaal ya. Kalau cocok kan repot nanti… 🙂

Tapi semua berubah saat awal Juli lalu, saya dipanggil panitia INDHEX 2012 sebagai finalis Lomba Snack Halal Berbasis Regal. Di acara itu, ada pembahasan tentang kosmetik halal. Jujur, karena saya bukan seorang muslim, saya tidak pernah memikirkan tentang kosmetik halal.

Namun saat saya lihat booth Wardah di dekat panggung utama, saya langsung jatuh cinta. Setelah melihat-lihat, saya membeli satu Wardah Exclusive Lipstick no. 37 Pink Lovers dan satu buah Wardah Blush On B.

image

Harganya sangat bersahabat di kantong kok. Dan yang paling penting adalah…Saya sukaaa sekali dengan hasilnya. Kebetulan SPG-nya juga memberi saya booklet tentang pilihan kosmetik Wardah. Woow lengkap dan bervariatif ya.

Saya jadi tertarik dengan Wardah. Bukan hanya warna dekoratifnya yang cantik, tapi juga karena sudah mendapat sertifikasi halal, Wardah sudah pasti aman, sehat, dan pas di hati.

image

Oh ya, kembali ke cerita awal tadi. Sekarang saya sudah menikah. Saya juga mencoba selalu tampil segar dan bersih di mata suami, seperti ajaran Mama. Namun ada tambahan cerita baru. Setelah pakai Wardah, beberapa waktu lalu, saya memperkenalkan kosmetik Wardah pada Mama. Beliau bilang bagus dan beliau suka. Beliau mau coba juga deh warna-warna yang ditampilkan Wardah 🙂

Yaah..senangnya bisa sharing dengan sang Mama tercinta tentang kosmetik saya yang baru ini.

Terima kasih ya Wardah 🙂

“Setiap wanita punya hak untuk tampil cantik dan menarik, tidak memandang asalnya, golongannya, atau keyakinannya”– Lisa Saan

Demo Masak Bersama Ponakan

Saya punya tiga orang keponakan dari pihak suami. Yang pertama, Nussa (laki-laki, 10th), adiknya Denisa (perempuan, 8th), dan si bungsu Denasa (laki-laki, 5th).

Tiap kali mereka main ke rumah, mereka selalu happy dengan “anak-anak” saya…mulai dari bermain dg vito, anjing kami, kasih makan ikan, atau sekedar ikut-ikut saya menyiram tanaman atau memberi pupuk. Menyenangkan sekali…

Yaah…namanya anak-anak, kadang ribut, rebutan, nggak mau ngalah, atau teriak-teriak. Pusing memang, tapi harus diakui…setiap mereka datang, rumah ini mendadak ramai. Heboh malah 😉

Nah beberapa waktu lalu, si cantik Denisa mendadak kepingin ikut masak tiap kali lihat saya masak. Insting perempuan kali ya.. Dan suatu saat dia minta diajarin buat cupcakes.

Oke, deal! Atur-atur waktu yang cocok dg Bundanya, akhirnya tibalah saat membuat cupcakes.

Waah…seru banget. Mereka rebutan pegang mixer, rebutan kepingin ngaduk adonan, rebutan juga kepingin nyicipin adonan hehe.

Hingga pas cupcakenya jadi, mereka mendadak gak rebutan. Hah?
Iya, karena sibuk menghias cupcakenya masing-masing.
Sengaja saya sudah siapkan fondant warna-warni jadi mereka senang banget seolah main play dough 🙂

Dan inilah hasilnya…

image

Cantik ya?
Mereka kreatif banget.
Yang bunder-bunder belum jelas bentuknya punya si bungsu, Denasa. Lumayan lah untuk anak 5th punya kreasi seperti itu 😉

Yang di atas piring, adonan lebih yang saya cetak pakai loyang biasa.

Rasanya?
Wah jauh lebih enak daripada cupcakes yang pernah saya buat. Mungkin juga karena dibuatnya dengan happy dan seru, atau juga karena banyak tangan yang menguleni fondant hahaha.
Gak tau deh, pokoknya enak!

Trus Denisa tanya lagi, “Tante Lisa, kapan-kapan kita bikin biskuit ya?”

“Boleh..”

Tidak sabar menunggu acara memasak selanjutnya 😀

Sunflower vs Anagallis

Saya lagi senang-senangnya menanam bibit bunga. Setelah bibit bunga anggrek yang saya beli dari Sani Business Orhid sukses, langsung deh kepengen juga bibit bunga-bunga yang lain.

Pas banget..waktu di gereja ada pameran tanaman hias oleh Sie Wanita. Wuih…buanyaak banget bibit bunga keluaran dari Mr. Fothergill’s, UK.

Salah satu yang bikin saya jatuh cinta adalah Sunflower Little Dorrit.
Berhubung lahan di rumah terbatas, pilihnya sunflower jenis ini karena katanya tingginya cuma max 60cm. Gak kayak yang biasa kan sampai1,5 meter! 🙂

image

Nah..trus ada lagi yang bikin saya naksir. Bunga mini warna biru yang keren banget. Namanya Anagallis. Bunganya biru, rumpun dan tingginya max 15cm. Aiih..pasti unyu-unyu 😉

image

Saya memang sudah lama cari-cari bunga warna biru. Kebetulan di rumah belum ada bunga warna biru. Ketemunya pasti biru keunguan deh. Nah kalau ini benar-benar biru. Yiipiiy..:D

Akhirnya, proses pembibitan dimulai. Tiap pagi dan sore langsung punya pekerjaan tambahan yaitu spray para bibit dengan air. Hari pertama, hari kedua, hari ketiga, dst. Happy banget!

Si Sunflower pelan-pelan sudah menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tapi si Anagallis kayaknya masih malu-malu. Belum waktunya kali, pikir saya.

Memasuki hari ke tujuh, Sunflowerku sudah berwujud pohon, ada daunnya, batangnya sudah tinggi dan terlihat tebal.

image

Tapi kok..si Anagallis belum muncul juga ya? Wah…sudah hopeless banget. Pasti gatot nih.

Akhirnya bener juga…sampai di hari ke 30 dia nyata-nyata tidak tumbuh sama sekali hiks! 😦

Tapi…di balik itu, saya seneeeng banget karena Sunflowernya sukses ses ses.

Hebatnya lagi, di umur 1bln ini, ada beberapa yang sudah ada tanda-tanda bakal bunganya lho…keren kan? Dan di usia 1,5 bln…semua punya bakal bunga 😀

image

Ya…ini kali ya yang namanya di balik kesedihan pasti ada kesenangan 🙂

Meski gagal punya Anagallis tapi sukses punya Sunflower…malah sebentar lagi blossom.

What a happy me!

Ntar cari lagi deh Anagallis nya…*tetep*

Hadiah Ulang Tahun Istimewa

Ulang tahun kali ini, begitu istimewa. Bukan hanya karena saya sudah mulai “kepala tiga” tapi ada hadiah yg super spesial.

Ceritanya di tgl 6 Juli lalu, mendadak saya dihubungi seseorang dari panitia lomba kreasi snack dr biskuit Marie Regal. Katanya saya lolos jadi finalis. Senang campur kaget. Bukan apa-apa, saya harus tampil dg kreasi saya kesokan harinya untuk penjurian! Panik dong..

Langsung deh heboh memasak dan juga siap-siap display yang menarik. Maklum, menu kreasi saya simple banget. Jadi saya dan suami putar otak untuk display yg cantik tapi tetap keren.Untungnya juga hari itu, saya lagi kosong orderan dan suami juga lagi gak banyak kerjaan. Tuhan ngerti banget deh 🙂

Akhirnya, karena waktu yg serba mepet, kami sepakat pakai atribut yg seadanya.
Taplak rotan milik ibu mertua, vas bunga milik ibu mertua, piring kotak lagi-lagi milik ibu mertua, dan bunga plastik kali ini milik saya hehe 🙂

Dan..berangkatlah kami ke Gedung SMESCO di Gatot Subroto. Begitu sampai lokasi, nyali saya langsung ciut. Ada 20 finalis dr beberapa kota. Dan saya baru tahu kalau lomba ini tingkat nasional! OMG…!
Beberapa peserta yg sudah datang, tampilannya luar biasa. Displaynya kereeen banget. Malah ada yg pakai taplak ruffles, tangga di atas meja, ada juga yg pakai menara eiffel mini dan lampu kelap-kelip. Sementara saya…??

image

image

Simple banget kan??

But the show must go on..
Dengan pede yg sudah ciut setengah, saya mencoba menjawab pertanyaan 4 orang juri yg bertanya ttg resep, bahan baku, nutrisi, kehalalan produk, dan pengetahuan ttg produk halal. Karena sponsor utama dari lomba ini adalah Marie Regal, jd biskuit enak itulah yg jadi komponen utama penilaian.

Begitu tiba saat pengumuman, saya sudah tidak berharap banyak untuk menang. Makanya, begitu nama saya disebut sebagai Juara Harapan 1, saya hampir tak percaya…. Woow…!

Luar biasa pokoknya.
Saya pulang dg hadiah uang 1juta, thropy, dan bingkisan Marie Regal. Hadiah ulang tahun yg sangat istimewa…

image

*special thanks to my hubby for your lovely support, my mother-in-law for the stuffs*

Cantik dan Sehat Alami

Dalam hitungan minggu, saya akan memasuki usia 30.
Takut?
Nggak…
Justru exciting. Saya merasa beruntung bisa memasuki fase baru yg tentunya membawa pengalaman hidup yg “lebih” dari usia 20an.

Nah..saya mau coba sharing pengalaman pribadi merawat tubuh dg bahan-bahan alami. Jangan dilihat repotnya, baunya, atau kunonya. Tapi khasiatnya yaa..

Kalau berkenan, silakan dicoba. Semoga cocok seperti saya 🙂

1. Facial Treatment
    Saya tinggalkan peeling yg kasar, masker tissu berkolagen dan masker bengkoang. Rutin dua minggu sekali. Sekarang, saya cukup pakai putih telur sbg peeling dan tomat/madu/jeruk nipis sbg masker. Lakukan sekali seminggu.

2. Jamu
    Menjelang periode bulanan, saya buat sendiri jamu kunyit asam tanpa tambahan gula. Segar, badan harum, dan haid lancar plus bersih. Ternyata diminum tiap hari pun oke.

3. Creambath Treatment
    Karena rambut saya tipis dan halus, saya pakai seledri dan lidah buaya utk creambath. Seledri untuk menebalkan, lidah buaya untuk menyuburkan. Cukup dua kali dalam satu bulan.

4. Obat Jerawat
    Oleskan pasta gigi putih (bukan gel), bawang putih, atau air jeruk nipis pada jerawat. Lakukan malam sebelum tidur.

5. Pelembut Tumit
    Saya gunakan bawang putih yg dihaluskan utk dioleskan ke tumit yg kering/pecah-pecah. Lakukan sebelum tidur. Jangan lupa pakai kaos kaki ya.

Ternyata, untuk jadi sehat dan cantik itu tak harus selalu pakai produk mahal kok.. 🙂

Phe Em Es

Seringkali saya pakai alasan PMS (premenstrual syndrome) untuk memperbolehkan diri saya berubah jadi “monster”. Mendadak saya jadi wanita super..super bete, super judes, super galak, dan super males.

Memang sih..periode itu mendekati masa menstruasi saya. Jadi tanpa saya sadari, hormon-hormon di dalam tubuh saya juga mendukung. Tapi jujur, saya sangat tidak nyaman dg kondisi ini.

Berbekal informasi dari berbagai sumber, ternyata PMS itu bisa diakali dg lebih positif, diantaranya:

1. Lakukan hobi. Daripada bete, lebih baik saya ke toko buku, pilih buku yg keren trus dibaca semalaman 🙂

2. Meditasi. Saya putar a very slow music lalu duduk tenang. Rileks banget..

3. Olahraga. Saya tidak pernah memberhentikan jadwal olahraga selama masa menstruasi, hanya intensitasnya saja diatur. Dg tubuh berkeringat, badan jd segar dan fit.

4. Makan dark chocolate. Semua tahu ya coklat menenangkan hati. Saya paling suka dark chocolate yg pahit..hm..mantaff.

5. Relaksasi. Saya biasanya ke salon sekedar hair spa/creambath atau panggil mbakyu pijat langganan ke rumah.

6. Berdoa. Ini obat terakhir saya yg paling mujarab. Biasanya hati lebih legowo sesudahnya 🙂

Intinya hadapi PMS dg positif dan senyum..dan just do your favourite activities.

Be happy being woman 😉